Suen, Suen dan Suen

oleh

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Sebagai masyarakat petani traisional hanya punya bahasa suen, suen dan suen (tanam, tanam dan tanam), itulah bahasa yang digunakan oleh masyarakat petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka tidak mempunyai harapan dan cita-cita lebih dari menanam, kalau mereka berhenti menanam maka kehidupan mereka kembali kepada nol, artinya tidak memiliki apa-apa.

Sedangkan hasil dari menanam tidak cukup untuk bertahan sampai kepada masa panen selanjutnya, untungnya sebagian masyarakat masih memiliki tanaman keras (kopi) yang dapat menopang hidup mereka.

Lahan untuk ditanamani kopi semakin hari semakin luas, namun berbanding terbalik dengan masa-masa sebelum ini, dimana jumlah lahan yang tersedia melebihi jumlah orang, sehingga sebanyak-banyaknya orang yang menam kopi lahan yang tersisa tetap banyak, sekarang walaupun pertambahan petani kopi tidak sebanyak dahulu namun karena banyaknya orang maka lahan semakit menyempit.

Karena itu dikhawatirkan nanti kebutuhan masyarakat petani terhadap lahan tidak mencukupi lagi. Arah menuju pada ondisi kekurangan lahan ini sangat kuat, sebagai contoh saya dan beberapa orang disekitar keluarga saya, dahulu orang tua kami memiliki lahan kebun kopi sebanyak rata-rata dua hektar, kemudian yang dua hektar tersebut dibagikan kepada kami anak-anak mereka (5 orang) sebagai warisan dengan berbagi sama, kami hanya mendapat 6,5 (kurang dari setengah hiktar). Itulah lahan yang dimiliki oleh anak-anak orang-orang kami.

Realita semakin menyempitnya lahan pertanian bagi masyarakat yang mewariskan system bertani (agraris) kepada generasi selanjutnya, kemungkinan akan menghasilkan generasi yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan akan mewariskan generasi yang miskin.

Alasan untuk ini juga logis bila kita menggunakan logika berbanding antara luasnya lahan dan jumlah penduduk serta hasil yang akan didapatkan, sementara kebutuhan ekonomi masyarakat semakin meningkat, baik itu untuk kebutuhan keluarga (rumah tangga) atau juga kebutuhan pendidikan anak dan lain-lainnya.

Karena itu mungkin tidak lagi cukup kita menggunakan kata suen, suen, dan suen tiga atau sepuluh kali bahkan sampai tidak ada istirahat untuk muytuen (menanam), apabila berhenti munyuen akan tidak dapat makan.

Kata suen, suen dan suen adalah satu isyarat bahwa masyarakat tidak lagi punya harapan dan cita-cita lebih dari menanam dan mereka tidak lagi pernah tau setelah menanam itu apa lagi yang mereka lakukan karena mereka tidak tau dan juga tidak sempat memikirkannya.

Hari-hari mereka habis menyiapkan tempat, menyiapkan dan menanam bibit, memupuk dan merawat tanaman dan terakhir pekerjaan mereka adalah memanen.

Karena mereka tidak tau lagi hasil panen mereka mau dibawa kemana, untuk apa dan apakah ada harganya ? karena mereka hanya tau fungsi mereka untuk munyuen (menanam).

Lalu selanjutnya muncul pertanya ketuhanan “apakah mereka yang bertani hanya ditakdirkan untuk menanam,.menanam dan menanam (suen,.suen, dan suen)? padahal kebutuhan hidup mereka jauh melebihi dari sekedar hanya itu.

Untuk masyarakat tradisional mungkin bisa kita jawab iya, takdir mereka hanya sampai menanam dan hasilnya juga hanya untuk mereka konsumsi sendiri, lebih dari situ paling berbagi diantara sesama mereka dan dalam wilayah terbatas.

Tapi untuk zaman yang sudah modern saat ini jawaban itu tidak lagi tepat, karena kebutuhan mereka tidak lagi cukup hanya sekedar menunggu hasil apa yang mereka panen, mereka harus menanam untuk kebutuhan masyarakat luas dan mereka harus menanam apa yang dibutuhkan oleh orang lain dan tanaman mereka tidak akan dihargai apabila mereka menanam sesuatu yang bukan menjadi kebutuhan pihak lain.

Hal seperti itu juga harus dilakukan oleh semua masyarakat baik yang masih bertani atau juga sudah menjai masyarakat industri karena kebutuhan masing-masing mereka juga ada di tangan orang lain.

Jadi kalau dalam masyarakat agraris maka takdir para petani adalah sampai kepada menanam (munyuen) maka dalam masyarakat modern sudah lebih dari situ, yaitu mengetahui tanaman apa yang mereka tanam, siapa saja yang akan mengkonsumsi hasil dari tanaman yang mereka tanam, bahkan mereka harus tau seberapa banyak kebutuhan orang dari barang yang mereka hasilkan, treakhir bagaimana caranya supaya semua barang yang hasilkan sampai ke tangan yang membutuhkan.

Bila para petani tidak mampu melaksanakan apa yang seharusnya mereka kerjakan, seperti menyampaikan hasil pertaniannya kepada orang yang membutuhkan orang lain dan mengambil barang yang mereka butuhkan dari orang lain, maka untuk bagian ini pemerintahlah yang bertanggung jawab, jadi walaupun kata suen, suen dan suen tetap berada di tangan dan menjadi tugas para petani, tetapi untuk selanjutnya yang memfasilitasi mencari orang yang membeli adalah kewenangan pemerintah, sehingga semua barang yang ditanam oleh masyarakat bisa terjual.

Lebih jauh dari situ apabila mereka yang membutuhkan posisinya sangat jauh atau juga yang membutuhkan tidak dalam masa petani panen, pemerintah juga yang harus menyiapkan tempat dan alat penyimpanannya.

*Pemerhati sosial budaya


Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe :

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.