Oleh : Joni MM*
Hidup damai adalah sudah merupakan salah satu bentuk kebutuhan dasar manusia itu sendiri. Untuk membangun kedamaian dalam hidup tersebut banyak dan bahkan sering guru-guru kita menganjurkan kepada kita bahwa setiap kita harus dapat dan mampu menjalin hubungan yang harmunis dengan sesama kita dan dengan kelompok yang lainnya.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang senantiasa selalu melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan yang lain. Bahkan menurut Wahiduddin Khan di dalam bukunya “The Ideology of Peace” menyebutkan bahwa kedamaian dan perdamaian adalah satu bentuk tanda dari keberadaan yang sebenar-benarnya manusia itu sendiri. Jadi untuk meraih hidup damai tentu tidak terlepas dari perinsip keberadaan itu sendiri, yakni perinsip kerja sama.
Jika tidak ada perinsip kerja sama yang baik dalam interaksi dan di saat bersosialisasi, maka persatuan dan kesatuan tidak akan terbangun dengan maksimal. Tidak juga berhasil suatu tujuan dengan sukses, karena dalam mencapai kesuksesan untuk meraih suatu visi dan misi, hal ini memerlukan kerjasama yang harmonis serta nyaman, guna proses kelancarannya.
Harmonisasi yang nyaman itu, yakni, kembali kepada pribadi masing-masing dapat mensinergikan situasi dan kondisi yang menjadi sebuah keseimbangan dalam bekerja sehingga dalam menerapkan hal ini, maka rasa keadilan dapat dilaksanakan dengan cara proporsional dan profesional.
Kedamaian, kenyamanan, dan keharmunisasian belum komplit dan belum sempurna jika tidak diikutsertakan dengan kesantunan atau jelasnya perinsip kesantunan. Di dalam perinsip ini tifak hanya ada pola bertindak sopan saja, tetapi dalam pola ini juga ada atyran, strategi dan pola bagaimana menggunakan tutur kata yang santun kepada sesama.
Bertutur kata dalam konteks ini bukan hanya mengatur bertutur kata secara face to face (berhadap-hadapan), namun lebih dari itu, yakni mengatur bagaimana bijak memilih kata-kata yang hendak dituturkan, dan yang tidak kalah pentingnya, yaitu si penutur atau yang berbicara wajib mengetahui situasi dan kondisi kelayakan dan kewajarannya, yakni ia berbicara apa, dengan siapa, dimana dan bagaana dia harus berbicara.
Semua pola-pola ini tidak termasuk dalam dunia bahasa, tetapi hal ini sangat menentukan baik atau tidaknya tindakan yang kita lakukan. Jadi, untuk menggapai kehidupan harmunis tentu harus dengan membangun kerja sama yang baik, seterusnya untuk dapat terbangunnya kerja sama yang baik di sini butuh adanya etiket baik dengan menegakan perinsip sopan dan santun.
Dalam mewujudkan peeinsip sopan santun dengan indah, maka mau tidak mau harus dapat memahami konteks, seperti kondisi dan situasi yang layak atau kewajaran. Dengan terbentuk dan terbangunya perinsip-perinsip dan pola serta strategi tersebut, maka terwujudlah keharmunisasian, kedamaian dan kenyamanan, sehingga wajah yang berwujud kekompakan akan lebih mendominasi proses pelaksanaan praktik kehidupan yang berharga, disegani dan dihargai.
*Penulis adalah Wakil Ketua Satu STIT Al-Washliyah
Aceh Tengah