Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
Kisah cinta Layla Majnun merupakan kisah cinta legendaris dan tersohor yang pernah ada. Alegori kisah ini merupakan cinta ketuhanan (mahabbah ilahiyah), karena itu karya yang ditulis oleh Nizami ini merupakan karya sastra sufi penuh hikmah dengan segala pelajaran-pelajarannya lewat kisah cinta Layla Majnun.
Cinta adalah keindahan bagi jiwa pecinta, dengan cinta memberi kehidupan dan kenangan bagi manusia, walaupun kenangan cinta terasa pilu untuk dikenang. Namun, Cinta memberi pelajaran kepada manusia untuk memanusiakan manusia dan dengan belajar mencintai jiwa seseorang bisa menjadi lembut.
Salah satu kisah cinta bagi jiwa pecinta adalah ketulusan dan kesetiaan cinta, jiwa pecinta segala yang lain tidak ada, yang ada hanyalah yang dicintainya. Cinta seperti ini ada pada Qays dan Layla, sama-sama menanggung beban ketulusan dan kesetiaan cinta sejati yang pasrah dalam keterpisahan.
Sebelum menguraikan beban cinta dari Qays dan Layla, terlebih dahulu kita berkenalan dengan penulis kisah cinta tragis ini. Nizami Ganjavi (1141-1209), Nizami adalah seorang pujangga sufi, dianggap sebagai penulis yang membawa gaya tutur realistis ke dalam kisah epik sastra Persia. Lahir di Ganja, Azerbaijan, bagian Kesultanan Seljuk.
Karya-karyanya tak hanya dipengaruhi oleh sastra Arab dan Persia, baik tradisi oral maupun tulisan, melainkan juga oleh matematika, astrologi, kimia, farmasi, ilmu tafsir, teori dan hukum Islam, sejarah, filsafat, dan mistisisme, musik, dan seni visual. Jejak-jejak Nizami sangat terasa dalam Kesusastraan Islam.
Mahabbah: Kisah Cinta Layla Majnun ini merupakan salah satu karya Nizami yang tersohor, karyanya mengandung gaya bahasa yang indah sehingga membuat siapa saja terpesona dengan keindahan bahasanya ketika membaca mahakarya sastra sufi ini.
Majnun (gila) merupakan gelar dari Qays yang tergila-gila kepada kekasihnya Layla sehingga dipanggil dengan nama Majnun. Qays terkenal dengan rupawan dan ketampanannya dan Layla terkenal dengan kecantikannya, Qays dan Layla bertemu sewaktu sama-sama belajar di madrasah anak-anak bangsawan karena keduanya merupakan anak ketua suku dari kabilahnya masing-masing.
Dari perjumpaan tersebut benih-benih cinta Qays kepada Layla mulai tumbuh bagaikan bunga yang merekah, kecantikan Layla sebuah keindahan yang jarang dilihat oleh mata, tubuhnya sejenjang cemara, tatapannya bak kerlingan mata rusa, dan mampu menembus ribuan hati dengan sekilas pandangan tak terduga.
Dengan satu kedipan bisa mencincang seluruh isi dunia. Layla kalau dipandang bagai rembulan Arabia yang wajahnya seperti nyala lentera. Hati siapa yang tak terpikat dan dirajam kerinduan ketika memandangi kembang padang pasir dan rembulan Arabia bernama Layla.
Keindahan kembang cinta yang baru merekah, terusik dan terpisah oleh lidah-lidah yang berbisik dari mulut ke mulut hingga ayah Layla merasa malu dengan kabar tersebut, maka Layla pun dikurung dan tidak diizinkan keluar dari rumah.
Ketika lidah-lidah yang kelaparan
Menyakiti dua hati yang sedang kasmaran,
Mata dan bibir mereka tiada lagi mampu menyimpan.Rahasia yang terungkap oleh sebuah kerlingan.
Sebuah fitnah membuat mereka terpisahkan.
Lidah yang lapar dan tajam membuat seseorang menjadi sakit dan terbelenggu, terpisahnya Qays dengan Layla merupakan babak awal dari kegilaanya kepada kembang padang pasirnya itu. Qays bagaikan seorang pemabuk, menangis pilu, bergerak tiba-tiba, berguling-guling, dan berdiri lagi hingga menjadi gelandangan yang terluka oleh cinta.
Terpisah dari kekasih membuat Qays keluar dari rumah dan menjadi seorang musafir di padang pasir maupun di rimba belantara. Bila Layla hanya menangis secara diam-diam, lelaki rupawan itu menunjukkan duka laranya kepada setiap orang. Di segala tempat dan waktu dalam menerpa cintanya, Qays terus menyebut nama kekasihnya Layla, Layla, oh Layla.
Qays sebagai seorang pecinta sejati dan menanggung beban cinta sepanjang hidupnya. Dalam menanggung beban kesetiaan cinta tersebut, Qays pun menjadi seorang pujangga padang pasir dan rimba belantara yang syair-syair cintanya diterbangkan oleh angin yang ditujukan kepada kekasihnya, Layla.
Kala Qays melihat sesuatu yang indah dipandang mata atau membuatnya sedih di hutan belantara yang sunyi, dalam kesunyian tersebut Qays pun bersyair dan diserupakannya kepada kekasihnya Layla.
Matamu seperti mata Layla, kelam serupa malam!
Tapi kau tak bisa mengembalikan milikku yang hilang.
Matamu membangkitkan kenangan yang terbakar,
Kebahagiaan yang muram dan keluh kesah yang riang.
Beda dengan Layla dalam menanggung beban cintanya kepada Qays, bila Qays bebas dan melepaskan diri maka Layla terpenjara oleh dinding rumah bagaikan seorang tahanan, luka Layla ribuan kali lebih besar daripada luka Qays, Layla pun menjadi sasaran anak panah kedukaan yang tidak punya teman diajak bicara dan tidak bisa mencurahkan segala isi hati.
Segala keindahan yang tergores pada manusia menyatu dalam diri Layla, rambutnya berombak seperti huruf Jim, langsing dan lentur seperti huruf Alif adalah tubuhnya, dan mulutnya melengkung seperti huruf Mim. Jika semua huruf ini disatukan, maka akan mendapatkan kata Jam, yang bermakna cawan.
Sebuah lukisan tentang Layla, cawan ajaib yang kacanya memancarkan rahasia dunia.
Matanya seindah kembang narsis yang berbunga di permulaan musim semi, kecantikannya merekah bak cahaya yang memancar dari mata, seperti napas yang memberi kehidupan, kecantikan itu ternoda oleh derita dan keletihan yang telah membungkukkan bentuk tubuhnya.
Keindahan, ketulusan, dan kesetiaan cinta sejati antara Qays dan Layla terpisah berawal dari lidah-lidah yang kelaparan, dalam dunia entertainment menyebutnya sebagai gosip. Karena itu, hatilah-hatilah dengan gosip yang bisa mematahkan sayap yang kuat dan memisahkan bayang-bayang indah yang terpateri dalam jiwa.
Qays dan Layla sang penanggung beban kesetiaan cinta memberi pelajaran dan hikmah bagi pembacanya yang merupakan alegori kisah cinta ketuhanan, bagi logophile (orang yang menyukai kata-kata indah) dan mahasiswa sastra Arab mahakarya dari Nizami yang telah diterjemahkan oleh Ali Noer Zaman dan Leinovar Bahfein, layak dibaca dan sayang untuk dilewatkan.
Seperti yang penulis sampaikan di atas tadi bahwa karya sastra Nizami ini gaya bahasanya sangat indah, dalam pelajaran Balaghah tepatnya dalam ilmu Bayan maka banyak ditemukan unsur-unsur dari tasybih seperti musyabbah, musyabbah bih, adat tasyhbih, dan wajhu asy-syabbah. Dengan begitu, siapa tahu setelah membaca karya sastra Nizami ini tiba-tiba menjadi seorang penyair. Nah, selamat membaca dan rasakan sensasi keindahan bahasanya!
Info Buku:
Judul Buku : Mahabbah: Kisah Cinta Layla Majnun & Yusuf Zulaikha
Penerjemah : Ali Noer Zaman, Leinovar Bahfein
Penerbit : Kaurama Buana Antara
Tempat Terbit : Tangerang Selatan
Tahun Terbit : 2018
Jumlah Halaman : 358
*Penulis: Kolumnis LintasGAYO.co dan Peminat Resensi Buku dan Novel.