Oleh : Win Wan Nur*
Video ini menunjukkan perubahan volume es kutub utara mulai dari tahun 1984 sampai sekarang.
Tonton video es Kutub Utara mencair : disini
Ini sama seperti tambang emas di Linge, ketika kita katakan itu bahaya. Buktinya tidak mungkin bisa kita tunjukkan sekarang. Bukti betapa berbahayanya tambang itu bagi kehidupan, baru bisa kita tunjukkan puluhan tahun dari sekarang. Ketika anak-anak yang terpapar polutan sudah melahirkan anak-anak cacat. Ketika masyarakat di sekitar tambang dan aliran sungai yang tercemar mulai mengidap gejala impotensi massal.
Berbeda dengan hasil yang didapat dari pertambangan itu. Hasilnya instan, nyata di depan mata, langsung bisa dinikmati saat itu juga.
Karena itulah, kalau kita berkaca pada apa yang terjadi dalam pembukaan tambang emas yang diawali dengan polemik dan penolakan dari warga. Pejabat pemerintah setempat yang mendapat jatah remah-remah tambang tapi kalau diuangkan cukup untuk menghidupi anak cucu dengan standar kaum elit. Biasanya membenturkan masyarakat setempat, antara yang menolak dan yang mendukung secara horizontal.
Persis seperti dulu para pejabat lokal yang menjadi antek penjajah Belanda untuk menindas penduduk lokal. Para pejabat modern inipun masih memakai pola yang sama untuk menyenangkan para penjajah baru buat menindas warganya sebagai jalan agar dirinya hidup nyaman.
Para pejabat pemerintah ini, entah dilakukan secara langsung atau menggunakan mulut anjing-anjing lapar yang dia pelihara, menggiring isu tambang ini pada kemiskinan masyarakat di sekitar tambang. Pemerintah setempat kemudian mem-frame kalau seolah-olah urusan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi tambang adalah tanggung jawab masyarakat yang menolak dibukanya tambang. Bukan tanggung jawabnya sebagai pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh undang-undang.
Ketika dua isu ini dibenturkan, jelas para penolak tambang akan kalah. Ya bagaimana mungkin bisa menang beradu argumen dengan bukti di depan mata (manfaat ekonomi dari tambang) melawan bukti malapetaka yang baru akan datang sekian tahun kemudian.
Saat para penolak eksploitasi tambang berhasil digiring ke diskusi semacam ini. Jelas, perjuangan mereka pun selesai. Apa yang bisa dijawab oleh masyarakat penolak tambang ketika masyarakat di sekitar lokasi bertanya ” Jadi apa solusi yang bisa kalian tawarkan untuk meningkatkan kesejahteraan kami?”
Si pejabat pemerintah yang oleh undang-undang diberi tanggung jawab untuk memberikan solusi itu, jelas tak akan mungkin bilang “Oh, pertanyaan anda salah alamat. Solusi untuk persoalan itu adalah tanggung jawab saya sebagaimana diamanatkan undang-undang. Bukan tanggung jawab masyarakat yang menolak dibukanya pertambangan.”
Si pejabat dibantu anjing-anjingnya yang kelaparan, biasanya semakin bersemangat memojokkan kelompok yang menolak tambang. Alhasil, tak berapa lama kemudian. Tambang di buka. Uang masuk ke kantong si pejabat, keluarga dan anak cucunya hidup nyaman, jauh dari daerah yang terpapar akibat buruk pembukaan tambang.
Masyarakat sekitar mendapat sedikit remah-remah ekonomi dari pembukaan tambang, sambil menunggu bom waktu, beberapa tahun ke depan, anak cucunya lahir autis, idiot dan berbabagai cacat fisik yang bersifat genetis.