Bejamu

oleh

Oleh. Jamhuri Ungel

Bejamu mujelbang

BEJAMU adalah bekerjasama dalam melakukan pekerjaan dengan tidak berharap kepada bayaran atau upah, diantara sesama anggota kerjasama mempunyai kedudukan dan hak yang sama, baik sebagai orang yang bekerja atau sebagai pemilik pekerjaan. Bekerja sama dalam melakukan pekerjaan mengandung nilai social yang tinggi dalam masyarakat Gayo, diantara bentuk kerja sama tersebut  adalah : Mango lo, tung upah dan bejamu.

Mango lo : Kata mango lo secara sederhana dapat diterjemahkan dengan mango artinya memanggil, mengundang atau mengajak dan lo artinya hari. Jika kedua kata tersebut digabungkan maka bisa berarti mengajak sesorang untuk bekerja di kebun atau di sawah miliknya dengan bayaran nanti yang mengajak akan membalas bekerja di kebun atau sawah mereka yang diajak bekerja. Standar yang digunakan dalam mango lo bukan pada bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan tetapi lebih kepada jasa jumlah hari. Seperti seseorang yang membantu orang lain memetik kopi dapat dibalas dengan memotong padi atau menyangkul di sawah. Mereka yang tidak mempunyai kerbau atau kuda dapat membatu menghalau kerbau atau kuda (ngoro) di tempat mereka yang mempunyai kerbau atau kuda dengan ganti memberi pinjam kerbau atau kuda sebanyak hari bantuan yang telah diterima.  Untuk kebutuhan seperti  makan, rokok dan minum selama dalam masa mango lo disiapkan oleh masing-masing dan tidak dibebankan kepada yang punya pekerjaan.

Memasak, peran kaum wanita dalam prosesi Munoling. (LGco | Kha A Zaghlul)

Tung upah : Kata tung upah sering juga disebut dengan man (mangan) ongkosen, artinya bekerja di tempat orang lain dengan mengharap bayaran upah atau ongkos dari pemilik pekerjaan. Hal ini biasa dilakukan oleh mereka yang mempunyai kehidupan ekonomi lebih rendah (miskin) dari mereka yang memiliki pekerjaan, atau karena kebutuhan yang mendesak lalu mencari pekerja upahan guna memenuhi kebutuhan.

Bejamu : adalah bentuk pekerja pribadi yang dikerjakan secara bersama dengan tidak mengharap pembayaran baik jasa ataupun materi, orang yang memiliki pekerjaan berkewajiban memenuhi apa yang dibutuhkan para tamu untuk satu hari atau lebih selama melakukan pekerjaan. Cara yang digunakan untuk mengajak orang untuk menghadiri undangan mengerjakan suatu pekerjaan biasa dipadai dengan memberikan satu batang rokok (pemango), atau dengan menitipkan satu atau dua bungkus rokok kepada ketua pemuda atau tokoh yang dianggap dapat mengajak orang lain,  selanjutnya rokok tersebut dibagikan kepada orang-orang yang ada di kampong. Mereka yang telah menerima sebatang rokok dan mengisapnya  berkewajban secara adat untuk datang membantu orang yang mengundang.  

Jamu atau tamu yang diundang untuk kegiatan bejamu tidak hanya berasal dari satu kampong atau kampung bersebelahan, tetapi juga sering mengundang kampung yang jauh, biasa dari kampung asal orang tua perempuan sebagai silaturrahmi keluarga. Karena Ibu sudah jauh dari keluarganya disebabkan system perkawinan juelen. Hal ini dapat melahirkan nilai lain dari kebersamaan (bejamu). Nilai lain tersebut adalah pertemuan antara gadis kampong yang punya hajatan dengan pemuda kampong lain yang datang sebagai tamu. Kata-kata canda, tamsilan dan sindiran muncul selama berlangsungnya pekerjaan, sehingga tidak jarang pertemuan antara gadis dan pemuda ini dilanjutkan dengan pendekatan kekeluargaan yang disebut dengan telangke,  dan berakhir dengan pernikahan.

Kendati tiga bentuk kerjasama seperti telah disebutkan di atas ada dalam masyarakat Gayo, yang paling dominan dilakukan adalah bejamu, artinya saling membantu yang berlaku dalam masyarakat dengan tidak berharap pada adanya balasan jasa apalagi materi. Namun karena kemazuan zaman dan banyaknya kebutuhan hidup, kerjasama sudah berpindah kepada mangan ongkosen.[]

Ilustrasi Resam Munoling. (Foto : Reny)

* Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.