Zarkasyi Yusuf
SEMOGA Allah memberikan kita umur panjang dan kekuatan agar dapat memetik hikmah yang terkandung dalam Ramadhan, sehingga indahnya hidup dalam bulan penuh berkah akan mampu menyejukkan jiwa, menentramkan hidup, serta memotivasi kita untuk beramal kebajikan. Sebelum masuk Ramadhan, Rasulullah mengajarkan sebait doa melalui sabdanya, “Ya Allah, berilah keberkatan kepada kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikan kami pada bulan Ramadhan”. Ramadhan adalah anugerah terindah yang diberikan Allah kepada ummat Muhammad, Sungguh beruntung orang yang mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah dalam Ramadhan, sehingga kesempatan emas dalam untuk memperbanyaak pundi amal maksimal dimamfaatkan, semoga kita semua menjadi orang orang yang beruntung.
Oleh sebagian Ulama, Ramadhan dijadikan sebagai objek kajian karena begitu besar hikmah yang terkandung dalamnya, beberapa ulama fokus menulis tentang Ramadhan, puasa dan kelebihan kelebihan lainnya. Diantaranya adalah Ittihaf Ahlil Islam bi Khushushiyyat As-Shiyaam yang ditulis oleh Imam Ibn Hajar Al-Haitami, Fadlail Ramadlan karya Al-Imam Ibn Abi Ad-Dunya, Fadlail Syahr Ramadlan karangan As-Syaikh Ali Al-Ujhuri, Fadlail Ramadlan buah karya Al-Imam Ibn Abdil Wahid Al-Maqdisi, Is’af Ahlil Iman yang ditulis oleh Syaikh Hasan Al-Massyath, dan Fiqh As-Shiyam karya As-Syaikh Dr Ahmad bin Abdul Aziz Al-Haddad, tentu masih banyak kitab kitab lain yang membahas tentang Ramadhan, karena keterbatasan ilmu tidak bisa penulis hadirkan dalam tulisan yang singkat ini. Satu hal yang pasti, bahwa Ramadhan memiliki keajaiban luar biasa dengan kelebihan yang terkandung di dalamnya.
Dalam catatan sejarah beberapa peristiwa penting terjadi dalam bulan Ramadhan, diantaranya adalah adalah Perang Badar yang terjadi pada tanggal 27 Ramadhan tahun kedua setelah hijrah, Fathu Mekkah pun terjadi dalam bulan Ramadhan. Fathu Mekkah terjadi pada tanggal 20 (ada yang mengatakan 21) Ramadhan tahun ke delapan setelah hijrah, saat itulah berhala-berhala sekitar Ka’bah dihancurkan. Kemenagan ummat Muslim pada fathu Mekkah dikisahkan Allah dalam surat Al-Fath. Rasulullah menerima wahyu pertama yaitu surat Al-‘Alaq bertempat di gua Hira juga terjadi pada Bulan Ramadhan.
Ramadhan adalah bulan pengobatan, bulan penyembuh segala penyakit, baik penyakit dhahir maupun bathin. Puasa yang diwajibkan Allah dalam Ramadhan juga menjadi media untuk memperbaiki kesehatan manusia, Rasulullah menegaskannya dalam sebuah hadist “Shumu Tashihhu” (berpuasalah niscaya kamu akan sehat), hadist ini diriwayatkan oleh Imam Al-Thabrani, meskipun beberapa pakar mempertentangkan tingkat kesahihannya. Pakar kedokteran Muslim Ibnu Sina (Avicienna) selalu menganjurkan pasiennya untuk berpuasa, menurut Beliau puasa adalah terapi murah-meriah dalam menyembuhkan segala penyakit. Syekh Imam Bahjah Dinul Islam Syekh Daud Bin Syekh Abdullah Al Fathani, dalam kitabnya jam’ul fawaidh wajahiru al qalaid menyebutkan bahwa “siapa yang membaca surat al-Fatihah tujuh kali pada hari pertama Ramadhan, Allah pelihara matanya dari penyakit”.
Terlebih penting adalah Ramadhan sebagai obat jiwa di tengah kegalauan kehidupan ummat manusia, Ramadhan adalah kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas mendekatkan diri kepada Allah, sebab dengan banyak mendekatkan diri kepada Allah akan hilang segala gundah-gulana. Ramadhan adalah bulan memperbanyak amal, memperbanyak shalat, baca al-Qur’an, zikir, sadaqah dan amalan kebaikan lainnya. Jika manusia telah dekat dengan Allah dan selalu dalam amar makruf dan nahi mungkar, hidupnya dalam naungan keridhaan Allah maka dia akan terpelihara dari penyakit bathin, hatinya akan selalu hidup di tengah ummat manusia yang padam hatinya, jiwanya akan selalu tenang dalam menghadapi setiap persoalan kehidupan.
Jangan pernah menyia-nyiakan ibadah dalam Ramadhan, menyiakan ramadhan sama artinya mengabaikan terapi diri, terapi untuk menyembuhkan penyakit bathin yang menjadi penyebab kehancuran ummat manusia. Penyakit bathin tersebut kadang kala berbentuk syirik, dengki, khianat, hubbul jaah (gila kehormatan), hubbul tha’am (rakus), takabbur, riya, dan sombong serta masih banyak lagi penyakit yang diderita manusia, penyakit yang kadang melupakan dirinya bahwa ia adalah hamba Allah yang tidak berdaya dan tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Puasa yang diwajibkan Allah dalam Ramadhan adalah salah satu sendi tegaknya Islam. Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim dari Abu Hurairah Rasulullah berpesan “Allah Azza Wajalla berfirman “Setiap amal anak Adam adalah baginya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai, jika kalian sedang berpuasa janganlah berkata kotor atau menghardik. Apabila seorang mengupat dan atau memusuhimu, katakan “Aku sedang berpuasa”. “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ditangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak kasturi, bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yaitu ketika berbuka puasa ia bergembira dan ketika bertemu dengan Rabbnya ia bergembira dengan pahala puasanya”.
Jika kita terus mendalami tentang Ramadhan, maka akan semakin nampak bahwa Ramadhan adalah anugerah terindah untuk ummat Muhammad. Menyadari betapa besarnya hikmah Ramadhan, sebahagian masyarakat kita mulai “menyesuaikan diri” dengan Ramadhan agar sepadan dan cocok dengan kondisi bulan Ramadhan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menganjurkan agar tanyangan televisi disesuaikan supaya lebih beradab, artis pun mulai menyesuaikan diri ketika Ramadhan tiba. Semoga penyesuaian tersebut membawa berkah, tidak hanya menutup aurat saat Ramadhan tetapi juga diluar Ramadhan, aurat itu tidak hanya butuh penutup saat Ramadhan tetapi juga pada sebelas bulan lainnya. Jika kita ingin meneliti lebih jauh, frekuensi sedekah pun meningkat saat bulan Ramadhan, kedermawanan orang kaya pun meningkat serta kepedulian sosial kepada sesama ikut meningkat drastis.
Seorang Majusi menampar anaknya karena makan pada siang hari di Bulan Ramadhan, meski dia seorang Majusi dia tetap menghormati Ramadhan sebagai bulan penuh berkah bagi kaum Muslim. Jika ada pernyataan yang mengharuskan kita menghormati orang yang tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan, maka sungguh telah melukai keajaiban Ramadhan dan memposisikan diri lebih rendah dibandingkan dengan Majusi yang menampar anaknya karena tidak menghormati orang yang berpuasa dalam Ramadhan.
Ramadhan diciptakan Allah dengan berbagai keajaibannya, namun akan lebih ajaib lagi jika usai Ramadhan kita semua mampu menjadi manusia sejati, manusia yang tahu diri. Manusia sejati akan lahir dari pribadi yang taqwa sebagai hakikat dari puasa. Berdampak tidaknya Ramadhan dalam hidup kita akan dapat terlihat ketika Ramadhan berlalu, apakah hidup kita sama kondisinya dengan bulan Ramadhan atau kembali seperti semula dan kembali “menyesuaikan diri”. []
Penulis adalah Alumnus Dayah Teungku Chik di Reung-Reung Kembang Tanjong, Sigli. ASN Pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh.