Quo Vadis Santri Pesantren

oleh

Oleh : Zarkasyi Yusuf, S. Sos, M. Pd*

Tanggal 22 Oktober menjadi tanggal penting bagi dunia Pesantren, karena diperingati sebagai hari santri, beragam acara digelar mulai dari lembaga Pesantren hingga Pemerintah Pusat. Dampaknya, gaung santri semakin menggema di seluruh Nusantara.

Santri diharapkan mampu menjadi penggerak dan pelopor dalam masyarakat, melakukan transformasi (asimilasi dan akulturasi) nilai dan budaya serta praktik baik yang dipraktikkan mereka selama belajar di Pesantren, sehingga santri tanpil menjadi pelita yang mencerahkan masyarakat menjadi lebih baik dan berkualitas.

Berbicara kiprah santri, maka secara tidak langsung kiprah dan kontribusi Pesantren pasti akan terseret untuk diperbincangkan, Pesantren adalah rumah besar dan utama bagi santri dalam pengembaraan akhlak dan intelektualitas.

Peningkatan kualitas santri akan berbanding lurus dengan peningkatan kapasitas lembaga Pesantren itu sendiri. Ibaratnya, sekali mendayung satu dua pulau harus terlewati.

Lahirnya Undang-Undang nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren memberikan pengakuan yang lebih kuat tentang kedaulatan Pesantren.

Dalam catatan sejarah, seakan telah terjadi legitimasi pada padangan umum dalam masyarakat bahwa Pesantren dan negara adalah dua hal yang berbeda dan hidup saling berlawanan (different corner and pole).

Sehingga negara sering kali memandang Pesantren sebelah mata dan kemudian mengabaikannya, bahkan kadang memandang Pesantren sebagai ancaman atas kedaulatan NKRI.

Sebelum undang undang Pesantren disahkan, pendidikan pesantren dianggap diakui dalam Sistem Pendidikan Nasional, tetapi dianggap tidak setara dengan sekolah berijazah pemerintah. Lahirnya Undang-Undang nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren telah menghapus catatan legitimasi sejarah kelam tersebut.

Kini, Pesantren diakui sebagai bahagian penting dari sistem pendidikan di Republik Indonesia. Sehingga pemerintah perlu mencari langkah dan upaya dalam meningkatkan kualitas lembaga, guru, santri dan kurikulum.

Sebagai implementasi dari undang undang Pesantren, pemerintah terus menaikkan anggaran untuk mengafirmasi pesantren.

Setidaknya pemerintah telah berkomitmen memberikan dana Abadi Pesantren yang telah disiapkan sejumlah Rp56 triliun dari Rp139 trilun, ditambah Dana Kemandirian Pesantren sebesar Rp250 miliar, serta berbagai bentuk bantuan lainnya.

Dalam undang undang Pesantren mempertegas bahwa Pemerintah harus memberikan perhatian penuh kepada pesantren dalam pengembangan infrastruktur dan sarana prasarana pembelajaran

Tidak hanya itu saja, Pesantren harus mendapatkan pengakuan (rekognisi) dan afirmasi atas peran yang telah dilakukan Pesantren dalam membangun dan menjaga negara.

Kini, pesantren memiliki kesetaraan akses dengan lembaga pendidikan lainnya, serta jaminan lulusannya diakui oleh Pemerintah. Akses ini menjadi pintu masuk agar para santri dapat memperluas kiprahnya dan memiliki peluang yang sama dengan alumni lembaga pendidikan lainnya dalam memasuki dunia kerja.

Undang-undang Pesantren juga mendorong pesantren untuk melakukan perbaikan dan pengembangan tata kelola lembaga menjadi lebih baik dan akuntabel.

Sebagai bukti keberkahan, Pesantren telah dapat menyelenggarakan satuan pendidikan formal yang mendapat pengakuan yang sama dengan lembaga pendidikan formal lainnya, baik sekolah, madrasah dan perguruan tinggi.

Hal ini disebutkan secara jelas dalam pasal 17 ayat 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 undang undang nomor 18 tahun 2019, pendidikan Pesantren memiliki status yang sama dengan pendidikan formal lainnya.

Satuan pendidikan formal di Pesantren diantaranya adalah Satuan Pendidikan Muadalah (SPM), Satuan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) dan kampusnya pesantren yaitu Ma’had Aly.

Demi menjaga keberlangsungan dan kualitas jalur pendidikan formal pesantren, dalam undang undang Pesantren juga disebut dengan tegas lahirnya dewan masyayikh dan majelis masyayikh yang salah satu tugas pokoknya adalah menjaga mutu pendidikan pesantren.

Berdasarkan data Education Management Information System (EMIS) Kementerian Agama, di Aceh terdapat 55 Satuan Pendidikan Muadalah (SPM) jenjang wustha dan ulya, 16 Satuan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) jenjang wustha dan ulya, serta 6 lembaga Ma’had Aly. Jumlah ini tentu masih tergolong sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Dayah di Aceh sebanyak 1776 lembaga.

Masih rendahnya jumlah satuan pendidikan formal yang diselengarakan oleh Dayah di Aceh tidak terlepas dari beberapa hal, pertama. Masih rendahnya kampanye dan sosialisasi tentang kelebihan dan keuntungan menyelenggarakan jalur pendidikan formal bagi lembaga Dayah di Aceh.

Kedua, adanya kekhawatiran dari pihak dayah sendiri bahwa kehadiran satuan pendidikan formal akan mereduksi pembelajaran dayah itu sendiri. Ketiga, masih belum meratanya sumber daya manusia yang dimiliki oleh dayah dalam pengelolaan satuan pendidikan formal.

Lebih dari sekedar lembaga pendidikan, pesantren juga berfungsi sebagai lembaga dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Pesantren diharapkan berkontribusi lebih luas dalam pemberdayaan masyarakat.

Menyikapi pengakuan negara terhadap pesantren, seluruh elemen pesantren diharapkan mengambil peran aktif dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pembelajaran pada pesantren.

Sehingga pesantren dapat semakin memperluar kontribusinya bagi Pembangunan dan pengembangan masyarakat, serta mampu menjadi benteng kokoh akidah dan moral bangsa Indonesia.

Memperluas Kiprah

Peringatan hari santri tahun 2024 mengusung tema “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan”. Tema ini menegaskan bahwa santri masa kini memiliki tugas untuk meneruskan perjuangan para pendahulu yang telah berjuang tanpa kenal lelah demi kemerdekaan dan keutuhan bangsa.

Makna sederhananya, melanjutkan juang bukan hanya berarti mengenang, tetapi juga beraksi dengan semangat yang sama dalam menghadapi tantangan zaman modern.

Secara implisit, tema ini mengamanahkan kepada Pesantren dan santri agar memperluas kiprah dan kontribusi, menjadi lebih bermakna dan bermamfaat bagi Republik ini, sebagaimana telah dipraktikkan oleh ulamaPesantren tempo dulu dalam mempertahankan keutuhan Republik Indonesia.

Pesantren dan santri sejatinya menjadi garda terdepan dalam kampanye dan perbaikan kehidupan menjadi lebih baik. Pesantren dan santri tidak hanya bermain pada ruang lingkup pendidikan semata, tetapi juga bergerak pada lingkup dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

Tiga tugas mulia ini adalah amanat dari undang-undang pesantren. Untuk itu, sudah saatnya kita mengapresiasi dan mempersilahkan para santri untuk tampil mengisi kursi parlemen, tampil menjadi kepala daerah, serta mengisi birokrasi pemerintahan.

Biarkan santri berkiprah memperbaiki negeri ini dengan menularkan (akulturasi budaya) praktik baik yang telah ditradisikan di pesantren.

Melejitkan potensi santri, tentu harus didukung oleh dukungan kuat pembenahan pola pendidikan. Pesantren harus siap menyelenggarakan satuan pendidikan formal (hingga jenjang Ma’had Aly) agar alumni pesantren mendapat pengakuan dan legalitas dari pemerintah.

Sebab, di Indonesia legalitas alumni lembaga pendidikan menjadi identitas yang akan menjadikan lembaga pendidikan tersebut berkiprah dalam masyarakat.

Saya sangat yakin, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah Aceh melalui Dinas Pendidikan Dayah pasti memiliki program andalan dan prioritas dalam mendukung santri berkiprah luas, apalagi didukung oleh kenyataan hari ini bahwa beberapa orang pimpinan Dayah di Aceh telah terpilih menjadi anggota parlemen di Tingkat Provinsi (DPRA).

Beberapa kelebihan dan potensi (strengths) yang kini dimiliki oleh dunia Dayah di Aceh dapat terus optimal dimamfaatkan untuk melejitkan potensi dayah memperluas kiprah memperbaiki ummat menuju Ridha Allah.

*Penulis adalah ASN Pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh, alumni Dayah Tgk. Chik di Reung-Reung Kembang Tanjong, Pidie.

 

 

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.