Dr. Joni MN, M.Pd.B.I.
TERM ‘Bahasa’ dengan ‘Berbahasa” memiliki makna yang berbeda. ‘Bahasa’ adalah kajian ilmu bahasa (Language Usage) atau “la-langue” yang lebih fokus kepada sistem dan struktur atau tatanan kalimatnya. Kemudian, pemaknaannya juga hanya berdasarkan pendekatan ‘diadik’ (dyadic). Sedangkan ‘Berbahasa’ (Language Use) atau “la-parole” ialah kajian bahasa yang dikaji berdasarkan pemungsiannya atau penggunaannya dan pemaknaannya berdasarkan pendekatan ‘triadik’ (triadic).
Untuk menimba ilmu dari materi pembicaraan yang dikomunikasikan oleh peserta tutur dapat dilaksanakan melalui pemahaman atas apa yang dibicarakan. Cara ini dalam konsep Islam dapat dilakukan dengan merealisasikan tiga pendekatan, yakni (1) dengan cara qauliyah, (2) dengan cara qauniyah, dan (3) dengan cara nafsiah. Memahami suatu ungkapan yang ada di dalam pembicaraan tidak maksimal jika hanya dilakukan melalui pendekatan konteks internal kalimat atau hanya secara diadik saja. Dalam konteks Al-Ghazali mengungkapkan bahwa ada dua pendekatan yang digunakan dalam belajar menimba ilmu dari apa yang dilihat (baca) dan apa yang didengar, yaitu (1) didaksi dengan manusia (ta’lim insani) dan (2) didaksi dengan bimbingan Allah SWT (ta’lim rabbani). Hal ini dapat meningkatkan pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan berbahasa peserta didik untuk menerangkan atas sesuatu yang mereka saksikan tentang apa yang tersurat dan yang tersirat kepada orang lain. Dan, mengembangkan kemampuan analisis serta berpikir kritis (critical thingking) mereka dengan tidak langsung. Berkaitan dengan hal tersebut, Al-Ghazali berpendapat pembelajaran yang demikian dapat berfungsi sebagai berikut:
- Menciptakan rasa aman, kasih sayang, dan pastikan siswa belajar dengan nyaman.
- Pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kemampuan pemahaman siswa.
- Mengajar dengan contoh (keteladanan).
- Mengajar dengan metode praktek (demonstrasi). Seorang guru hendaknya membiasakan adanya praktek dari pelajaran yang telah dipelajari dan kunjungan (field trip).
- Mengajarkan satu ilmu secara mendalam kemudian melakukan tafakkur (thinking the meaning and thinking the ends).
Merumuskan materi pendidikan harus berisi bahan-bahan pelajaran yang dapat (1) menumbuhkan, (2) mengarahkan, (3) membina, (4) mendidik, dan (5) mengembangkan potensi-potensi rohaniah dan jasmaniah tersebut secara seimbang. Untuk mencapai goal tersebut dapat ditempuh melalui pemahaman, yakni; Surah Al-‘Alaq, ayat: 1-5. Merealisasikan konsep ini ditempuh dengan cara memahami kontekstualitas yang bersifat triadik. Pendekatan triadik merupakan suatu pendekatan yang bersifat luar bahasa (budaya, kondisi dan situasi yang sedang dihadapi, latar belakang pengetahuan mitra tutur) semua ini merujuk pada fakta riil. Hal ini berfungsi untuk memaknai dan memahami kebenaran pembicaraan yang dituturkan oleh orang lain (peserta tutur), yakni penutur kepada mitra tuturnya, serta berfungsi untuk menghindari kesalahfahaman atas maksud yang disampaikan oleh masing-masing peserta tutur. Proses ini dapat dilakukan dengan tiga pendekatan atau dalam ilmu pemungsian bahasa disebut dengan pendekatan ‘triadik’, yakni pendekatan yang meliputi; (1) qauliyah, (2) qauniyah, dan (3) nafsiah. Allah menganjurkan kita untuk membaca tidak hanya yang qauliyah saja tetapi juga yang qauniyah. Oleh karenanya Allah menjadikan kalam sebagai media yang digunakan manusia untuk memahami sesuatu, sebagaimana mereka memahaminya melalui ucapan-ucapan atau tuturan-tuturan yang dituturkan oleh masing-masing para peserta tutur.[]
Penulis adalah pegiat pendidikan, tinggal di Takengon