Cinta Monyet Dalam Diaryku

oleh

Oleh : Kharisma*

KharismaDikala ibuku menjerit menahan rasa sakitnya yang tiada tertahan, namun semua itu terhenti disaat tangisanku mulai terdengar. Wajahnya yang pucat kini mulai tersenyum disaat bidan mengendongku ke hadapannya. Hari itu Jumat 27 Oktober 1995, menjadi hari pertamaku melihat dunia. Sungguh terasa indah kasih sayang ayah dan ibu belum terbagi karena aku menjadi anak yang pertama. Aku dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, rumah berdinding kayu dan atap daun rumbia tapi aku tumbuh besar dan menjadi pemuda yang tegar dan menjadi pemuda yang berkharisma sesuai dengan namaku. Namun aku sedikit pengecut dengan wanita, dimana ada seorang yang menyimpan perasaan namun aku mengabaikannya karena ketidakberanian.

Pada usia 6 tahun pertama kali aku mencicipi pendidikan formal namun aku butuh perjuangan ekstra mengingat keadaan yang tidak bersahabat. Aku sekolah di MIN Indrapuri yang jauhnya kurang lebih 1 km, tidak ada antar jemput seperti anak sekarang. Aku harus berjuang mengayuh sepeda demi meraih cita-cita. Peperangan yang melanda negeri dimana GAM dan TNI berseteru hingga perang pecah menghantam tanah rencong bumi pertiwi. Akibat keadaan ini seringkali sekolah diliburkan demi keselamatan. Hari demi hari aku mulai tumbuh menjadi anak yang tangguh, pendidikanku kini mulai bertambah selain bersekolah pada sore harinya aku harus belajar di TPA (Tempat Pengajian Al-Qur’an).

Pada 26 Desember 2004 sebuah bencana yang melanda Aceh menjadi pukulan bagi kami anak-anak yang masih belajar meski sekolahku tidak hancur namun akses pendidikan terputus dan lumpuh total, mengingat guru-guru kami sibuk mencari keluarganya yang hilang.

Aku ikut merasakan bencana yang menjadi perhatian dunia karena pada saat itu sedang mengunjungi nenek yang berada di Desa Meunasah Tuha Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, namun pada hari Sabtu kembali ke Indrapuri meninggalkan nenek disana tanpa kuduga keesokan harinya bencana yang melanda negeri merenggut nyawa nenek. Dan hari itu aku mulai berfikir aku boleh kehilangan masa lalu namun aku tidak boleh berhenti untuk meraih masa depan.

****

Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar kini aku mulai merasakan nuansa baru dalam pendidikan yang berbasis pesantren dimana aku harus belajar siang malam. Disaat pertama kali sungguh rasanya tak seperti yang kubayangkan, hidup bagaikan dibalik geruji besi dan segudang aturan yang harus dijalankan. Terkadang aku mengeluh tapi jalan ini harus kutempuh untuk membahagiakan orangtua yang ingin melihat senyum.

Aku teringat masa lalu setelah pulang sekolah, terkadang aku berlari menjelajahi sawah bersenda tawa dengan teman-teman dikala musim panen padi layangan menjadi penghibur jiwa, mengikuti perkembangan jiwa yang meranjak dewasa. Tapi kini wajahku mulai buram merasakan sensasi yang tak sesuai dengan batin. Belajar, belajar dan belajar menjadi rutinitas yang terkadang membosankan dan membuat batinku tak tertahan, terkadang aku mengadu pada ibu agar sekolah pada sekolah formal biasa saja.

Disuatu ketika dikala siang menyapa, perut mulai bersuara menjerit untuk diisi, pikiranku akan makanan seperti makan sehari-hari di rumah. Namun sontak jiwaku tertuju dikala aku memasuki bilik makan yang tersedia di bawah tampung pesantren Al-Fauzul Kabir, mata melirik kiri kanan melihat insan yang bernasib sama denganku mulai mengantri dengan sebuah piring di tangannya. Aku pun membayangkan pesantren bagaikan tempat pengungsian yang menampung korban bencana. Perut yang tadinya kosong sejenak aku lupakan melihat asa yang tak pernah terbayang, namun inilah sebuah jalan yang harus diperjuangkan untuk meraih sukses hidup yang akan datang.

****

Hari demi hari menghiasi perjalananku di pesantren, ada yang menyenangkan namun bukan berarti tak ada yang menyebalkan selain belajar siang dan malam. Belajar bahasa Arab dan bahasa Inggris serta kegiatan muhadharah yang rutin setiap minggunya membuat aku merasa ingin meninggalkan pesantren dengan waktu cepat. Setiap minggu aku kembali ke rumah untuk merefresh kepala yang seakan berserabut. Makan antri, mandi terkadang tak ada air, ditambah antrian panjang bagaikan beli minyak yang sedang langka.

Setelah selesai tingkat menengah pertama akupun merangkak naik ke tingkat menengah atas, rasa penat yang kualami 3 tahun kebelakang membuatku tak lagi betah untuk menyambung rasa dilema yang melanda batin. MAN Indrapuri yang jauh dari rumah menjadi tempat berlabuh menjalankan nahkoda pendidikan demi mencapai selembaran kertas yang sangat berharga yang akan menjadi modal untuk menyambung ketingkat yang lebih tinggi dan juga selembaran itu berguna untuk mencari kerja. Itulah lembaran yang disebut ijazah.

Asa dan rasa kini mulai berbeda, kata yang menggambarkan masa SMA masa yang paling indah kini mulai kurasa dengan hadirnya cerita, canda tawa, kecewa, putus asa, bertindak gila bahkan masa yang seperti ini mulai tumbuh dalam hati benih yang dinamakan cinta. Teman dan sahabat melengkapi alur cerita hidupku di masa-masa SMA.

Semua itu tercatat rapi dalam diary yang akan menjadi kisah inspirasi, memberikan motivasi pada generasi selanjutnya. Sebuah kisah yang merenguk hati bila di ingat akan menghadirkan senyum di bibir, sebuah cinta monyet melanda diriku yang crazy. Aku malu bercerita namun untuk menambah bahan tulisan sepertinya patut untuk cantumkan, selain menambah halam tugas juga untuk menghadirkan secuil tawa dan memutar kembali masa lalu yang telah lewat.

Suatu hari ketika guru memberi tugas kelompok dimana kelompok aku terdiri 5 orang, 3 orang cowok 2 orang cewek, namanya tugas kelompok yang bekerja hanya satu dua orang saja. Itu sudah menjadi tradisi dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada hari itu bersama seorang wanita bekerja menyelesaikan tugas kelompok berdua saja, gokilnya sahabatku yang bernama si Aisyah mulai memecahkan suasana “ciiiiieeeeee kharisma………”, teriaknya mempergaduh suasana kelas yang tenang disambut kawan-kawan. Suasanapun mulai riuh, pecah bagaikan ombak dihantam gelombang. Wajahku mulai memerah memandang gadis yang di depanku tersipu malu mendengar arus teriakkan.

Setelah kejadian hari itu teman-teman terus mengejekku dan menjadi bahan gunjingan setiap hari, aku malu tapi aku mau, kecantikan gadis yang menjadi bahan gunjingan meruntuhkan rasa maluku. Sungguh aku terpana, terselip namanya dalam do’a semoga ia merupakan tulang rusukku yang hilang. Hari kini mulai berwarna dengan hadirnya namanya dalam cerita hidupku, setiap kami berjumpa tatapan kami mulai berkurang canda pun mulai tiada ini semua karena perasaan ditambah keadaan yang tidak menentu. Sungguh ironi cerita yang diharapkan manis namun terselip malu yang mengganjal romantisnya cerita ini.

****

Semua itu telah berlalu, aku terus berjalan meningalkan cerita yang menerpa, lembaran putih abu-abu kini selesai sudah. Cerita baru menghampiri di kampus UIN Ar-Raniry, 29 Agustus 2013 menjadi hari pertama menghirup udara kampus biru yang menjadi kebanggaan rakyat Aceh dan pada hari itu aku mulai mengenal budaya dan tradisi yang dibawa oleh insan yang mengejar mimpi bersandar cita-cita. Setelah tiga hari mengikuti Orientasi Pengenalan Akademik dan Kampus (OPAK), setelah itu 2 September 2013 kelas mulai terbentuk meskipun ini sementara, namun cukup bercerita dan kebanyakan dari mereka berlabuh dengan satu nahkoda mengantar kami sampai semester 6 hari ini.

Semester pertama menjadi cerita baru dalam hidupku tantangan pertama harus mengendarai sepeda motor melewati puluhan kilometer menuju Darussalam tempat aku kuliah saat ini. Tidak ada teman yang dekat atau aku sebut sahabat semuanya serba baru. Dahulu temanku hanya berasal dari Aceh Besar saja kini aku mulai punya teman dari berbagai belahan tanah rencong yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda. Misalnya Mursaha dari Aceh Selatan yang memiliki watak bersahabat atau Nonita dari Aceh Timur yang memiliki sifat yang ramah atau Syukrizal dari Aceh Utara yang bersahaja. Semua terlihat imut dalam bingkai persahabatan baru kami. Disanalah awal terbentuk kelompok unit yang kami banggakan bernama KPI unit 7, namun seiring perubahan pengisian KRS dari manual kesistem portal online mahasiswa unit 7 berubah menjadi unit 5.

****

Banyak cerita yang terselip selama kuliah. Salah satunya cerita ketika aku bergabung dengan Arafat dan Jabar, kami gila-gilaan dan seru-seruan di kostnya. Suatu hari tepatnya hari Jum’at karena belum kedewasaan, kami lalai dalam rumah melupakan panggilan Tuhan yang berkumandang, kami malah asyik dengan batu domino sekaligus membuat yang kalah harus dicat mukanya, yang lebih tak beradab kami membuka aib sendiri dengar memposting foto main domino serta menulis statusnya “shalat Jum’at di rumah Arafat”.

Sebuah cerita seru yang kurasakan pada semester 4 sekaligus kutukan, namaku disandingkan dengan nama seorang gadis manis menawan, terpesona lelaki yang memandangnya. Pada hari itu tak kusangka dia membawa setangkai bunga, tak sedikitpun terselip dalam pikiran bahwa bunga ini akan di berikan untukku. Dengan penuh semangat dia maju kedepan dengan setangkai bunga mawar merah, lalu dia menceritakan makna setiap warna bunga yang berbeda.

“merah tanda berani, kalau kuning tanda ceria dan begitu juga warna pink menunjukkan romantis”. Di ujung cerita berkata “bunga ini cuma ada satu gak mungkin aku bagikan ke kalian semua jadi aku serahkan untuk Kharisma aja “.

Mukaku mulai memerah karena malu yang tertahankan, ditambah lagi teriakan dari teman-teman yang memecah suasana hening, semua kalang kalut tak percaya akan keberanian seorang wanita memberikan bunga kepadaku yang sangat lugu ini, ibu Ade Irma yang menjadi pengasuh mata kuliah pun sontak terdiam tak tau harus berbuat apa, melihat anak didiknya yang riuh dan mulai mengganggu kelas lain, kelas sebelah pun datang menegur kami yang sangat ribut, dan ibu Ade pun meminta maaf kepada dosen sebelah.

Itulah cerita yang membuat teman-teman menyebut aku sebagai pasangan Dara yang manis itu, aku suka tapi aku tak berdaya melihat keadaanku yang serba tiada jika dilihat segala sisi ada kekurangan, kurang ganteng, kurang kaya, serta kurang keberanian untuk mengambil kesempatan emas yang terpampang di depan. Banyak orang yang menyukainya namun mereka tak mendapat kesempatan seperti aku, terkadang aku berfikir maju untuk mengambilnya atau mundur untuk merelakannya. Banyak teman-teman yang mendorong untuk menembak Dara, namun aku mengetahui bahwa hatinya sudah ada yang memiliki, meski kecewa aku tetap bersabar dengan selogan ku “sebelum janur kuning melengkung, dia bukan milik siapa-siapa “.

****

Semoga cerita ini dapat memberi motivasi untukku bahwa hidup ini kita akan dicinta serta dicintai orang lain. Perjalanan ini masih panjang namun cerita ini kucukupkan sekian. Bukan karena tak ada lagi bahan, namun waktu mulai di larutkan malam, mata pun mulai sendu. Dalam hati ada rindu, rindu ingin bertemu, menyapa, bercanda tawa serta rindu ingin menyatu dalam mahligai cinta Allah bagaikan Adam bersatu dengan Hawa, Ibrahim bersandar pada Sarah atau Yusuf yang di peluk Zulaikha dan kudambakan romantisnya Nabi Muhammad dengan Aisyah.[SY]

Kharisma adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh dengan Nim 411307145, lahir di Meunasah Tuha, 27 Oktober 1995 kini tinggal di Indrapuri, Aceh Besar.

Tulisan di atas adalah serangkaian tugas akhir mata kuliah “Penulisan Features” pada Jurusan Komunikasi Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.