Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
SEKULARISME secara terminologi sering didefinisikan sebagai sebuah konsep yang memisahkan antara negara (politik) dan agama (state and religion). Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi tatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan manusia dengan Tuhan.
Turki pada masa kerajaan Turki Utsmani gelora nafas Islam begitu kental, pendidikan yang bernuansakan Islam menjadi daya tarik tersendiri bagi para penuntut ilmu ketika itu. Namun tatkala Turki dikuasai oleh para intelektual sekuler progresif yang gila terhadap ilmu Eropa yang dijuluki dengan Turki Muda/Young Turk maka seketika itu runtuh pula kerajaan Turki Utsmani yang dulu menjadi kebanggaan umat muslim di seluruh belahan dunia.
Para intelektual sekuler progresif ini yang dipimpin oleh Mustafa Kemal atau Mustafa Kemal Attaturk menghilangkan konsep pendidikan agama di Turki dan ia meluaskan wawasan serta pemikiran ilmu Eropa yang jauh dari nilai-nilai keislaman. Salah seorang Ulama muda yang dijuluki dengan ‘Badiuzzaman’ (keazaiban zaman) yaitu Said Nursi mengusulkan reformasi pendidikan dalam bentuk penyatuan tiga pilar yaitu: Pertama, disebut dengan medrese sebagai pilar pendidikan agama, kedua mekteb sebagai pilar pendidikan umum dan yangketiga tekke sebagai lembaga sufi yang menjadi pilar penyucian ruhani. Namun usulan ini ditolak karena lingkungan kerajaan ketika itu telah disusupi para zionis Yahudi serta para inteletual yang sekuler.
Dengan hilangnya konsep pendidikan agama maka muncullah para generasi yang tidak suka terhadap ajaran agama itu sendiri karena ruh agama yang di tanam kedalam jiwanya itu telah hilang karena lebih di utamakan dosis-dosis pendidikan yang bersifat umum daripada agama.
Ibn Khaldun juga yang mengatakan bahwa manusia itu mempunyai tiga potensi yang melekat pada diri seseorang, tiga potensi itu ialah panca indera (anggota tubuh), akal pikiran dan hati. Dari tiga potensi di atas harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerja sama secara harmonis sehingga tidak terjadi kerancuan.
Untuk mendapatkan hasil seperti yang diatas ada tiga disiplin ilmu yang sangat berperan penting. Pertama, ilmu Fiqh yang berperan untuk pembersihan anggota tubuh karenanya Fiqh banyak berurusan dengan dimensi eksoterik (lahiriyah). Kedua ilmu Filsafat berperan untuk meluruskan akal pikiran dan yang ketiga ilmu Tasawuf berperan untuk membersihkan hati karenanya Tasawuf mengarah pada dimensiesoterik (bathin).
Kalau kita menghayati apa yang disampaikan oleh Ibn Khaldun tersebut ialah bahwa sepintar apapun orang dengan mempunyai otak yang cerdas serta menguasai berbagai macam bidang ilmu jika tidak dibekali dengan agama khususnya dengan tasawuf akan ditakutkan jatuh kedalam dunia sekuler tersebut karena lebih mengutamakan akal pikiran daripada agama.
Dalam catatan singkat ini, penulis begitu perihatin apa yang terjadi di Turki masa lalu tatkala konsep pendidikan agama dihapus dan seketika itu pula kerajaan Islam yang merupakan kebanggan umat Islam hilang akibat ulah para intelektual sekuler. Oleh karena itu, kita bisa mengambil hikmah dari sejarah tersebut bahwa tiga konsep dalam pendidikan yang dicetuskan oleh Said Nurisi harus kita miliki agar bisa bersaing di era modern dan tidak juga jauh dari agama begitu juga dengan apa yang dikatakan oleh Ibn Khaldun bahwa akal dan hati harus sehati agar keduannya bisa harmonis.[]
*Penulis: The Student of Theology and Fhilosophy