Kekerasan Seksual Marak, Kita Adalah Angkatan Berbahaya

oleh

Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*

Kabupaten Bener Meriah diterpa peristiwa yang tak sedap didengar dan menyayat hati menjelang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-35 Tingkat Provinsi yang akan berlangsung di kabupaten penghasil biji kopi terbaik di dunia, hal ini terjadi karena 8 pemuda melakukan pemerkosaan terhadap 2 orang anak di bawah umur.

Kabupaten islami dan harmoni ini sebelumnya juga telah terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Darwati A Gani pun gusar melihat keadaan ini dan prihatin dengan meningkatnya angka kasus kekerasan seksual terhadap anak di Bener Meriah.

“Kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa,” Darwati berharap para pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Aceh selain dihukum kurungan juga ditambah dengan hukuman cambuk, kata Darwati A Gani. (Serambi).

Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di bawah umur semakin gila dan tak terkendali. Kejahatan-kejahatan lain juga semakin merajalela dan menyasar siapa saja, seperti segitiga emas kejahatan yang dilakukan oleh politisi, pengusaha, dan birokrat yang melakukan korupsi dengan lihai dan Moni Londri (pencucian uang).

Kenapa bisa tejadi disaat dunia sudah berkembang dan maju dengan teknologi dan ilmu pengetahuan? Apakah penyebabnya karena media sosial? Apakah ada hal-hal yang lain? Atau kita hari ini berada di angkatan-angkatan berbahaya?

Pengaruh media sosial (medsos) terhadap perilaku masyarakat membawa dampak positif maupun negatif, dari sisi negatif banyak telah terjadi kejahatan di tengah-tengah masyarakat seperti penipuan, pemerkosaan, dan pelecehan seksual yang dilakuan orang-orang dewasa terhadap anak perempuan di bawah umur.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa dunia hari ini berada di zaman yang kacau karena kedahsyatan media dalam membentuk cara pandang hidup masyarakat dan terlalu banyak informasi justru menyebabkan orang kebingungan, lahir generasi-generasi internet.

Nicholas Carr menyebutnya sebagai the shallows (orang-orang dangkal) yang terbiasa menyantap informasi instan dan tanpa kedalaman.

Kedangkalan berpikir ini pernah dikritik oleh penyair terkenal asal Indonesia W.S Rendra dalam puisinya yang berjudul Sajak Anak Muda. Dalam petikan puisinya, W.S Rendra menyebutkan “Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus, karena tidak diajar filsafat atau logika.”

Kurangnya berpikir kritis dan minimnya literasi-literasi yang bermutu dan filsafat hingga kurangnya penalaran objektif menjadikan ruang publik dan ruang medsos menjadi ajang perang dan permusuhan saling menyebar berita-berita kebohongan, fitnah, menghina, memprovokasi, dan paling cerewet di medsos.

Begitu juga dengan pendapat Marilyn Ferguson, reporter terbaik di bidang ilmu-ilmu kemanusiaan, ia mengatakan “Di penghujung abad ke-20, umat manusia beranjak ke suatu zaman yang disebutnya sebagai ‘zaman aquarian’ di mana suatu zaman hilangnya dahaga spiritual manusia yang dideritanya sejak awal kehidupan.

Kehidupan modern adalah kehidupan yang kompleks dan kompetitif dalam arus globalisasi yang dapat menyebabkan manusia berada dalam kondisi yang labil dan kehilangan arah. Kegersangan dan hilangnya dahaga spiritual dalam diri manusia modern telah terjadi disorientasi, melahirkan jiwa yang rapuh, resah, dan cemas.

Hal ini juga disampaikan oleh Penyair W.S Rendra “Kita melihat kabur pribadi orang, karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.” Pendidikan-pendidikan modern cenderung mengisi isi otak tapi lupa bagaimana caranya mengisi isi hati supaya khusyuk dan cara mengajarkan mata menangis.

Ilmu batin (esoterik) atau ilmu jiwa adalah tasawuf. Dari itu, melihat manusia modern penuh dengan berbagai macam problematika kehidupan, Buya Hamka menawarkan alternatif terapi agar mendalami dan menjalankan praktik tasawuf yang dapat memenuhi jawaban terhadap kebutuhan spiritual.

Generasi hari ini jangan sampai menjadi generasi yang gagap dan jatuh ke jurang angkatan berbahaya seperti yang dikhawatirkan W.S Rendra. Bebas titik nol buku, mengisi isi batin, dan menghidupkan nalar pikiran sehingga tidak mati dan kaku.

Bebas dari titik nol buku adalah dengan membaca buku, hanya dengan membaca buku bisa melahirkan generasi yang memiliki kompetensi dan dengan memenuhi akal pikiran yang jernih lewat literasi bermutu dan meluruskan uraian pikiran dan mengisi asupan gizi spiritual, mudah-mudahan terhindar dari angkatan berbahaya.

Jika pada 1965 di Indonesia adalah masa-masa kehidupan dalam bahaya (vivere pericoloso) karena peristiwa politik yang mencekam, maka hari ini bisa jadi kita kembali kepada peristiwa 1965 hidup penuh bahaya dalam perspektif lain, suatu kehidupan yang mencekam dan penuh dengan bahaya oleh kejahan-kejahatan.

Berbagai peristiwa kejahatan yang tak punya rasa kemanusiaan yang dilakukan oleh manusia semakin gila dan mengkhawatirkan. Apakah kita hari ini berada di angkatan berbahaya? Atau kita sendiri yang menciptakan angkatan berbahaya itu untuk warisan masa-masa yang akan datang? Semoga tidak!
Kita adalah angkatan gagap.

Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar. Daya hidup telah diganti oleh nafsu. Pencerahan telah diganti oleh pembatasan. Kita adalah angkatan berbahaya. Demikian petikan puisi Penyair W.S Rendra, Sajak Anak Muda. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.