[Puisi]
Amna Yunda
Kala itu pagi yang remang masih berselimut kabut
pegunungan sepi dengan kebun-kebun kopi
masih sepi
bagi sepasang capung merah yang bersiap terbang di langit biru
“Sekarang adalah musim kopi”
“Besok pagi singgahlah ke pondok kebun kami,
akan kuhidangkan kopi terbaik tahun lalu”
setelah itu tentunya akan kau ceritakan tentang kebersamaan kita
yang tinggal kenangan
Pagi ini, kau sambut aku di depan pondok kebun kopimu
kau tersenyum, melambaikan tangan dan berkata
“Singgahlah… barangkali ada secangkir kopi
bisa mencairkan kebekuan setelah lama kita berpisah”
Sesaat, semuanya hening
kemudian beranjak riuh oleh suara burung-burung liar
sejenak bertemu pandang, bertukar jejak kenangan
pada pelupuk mata
Engkau tersenyum manis padaku
aku tergetar oleh senyum yang sama tiga tahun lalu
“Bunga-bunga kopi tiga bulan yang lalu telah tersenyum padaku
aku tahu engkau akan kembali”
Aku percaya cinta yang tulus tidak akan terpisahkan
hanya karena ketidakdewasaan kita
kini temanilah aku memetik biji-biji kopi di kebun ini
semoga di musim yang akan datang jika bunga-bunga kopi tersenyum
itu karena kita telah bersama kembali
Sesaat hening, di luar mentari merambat naik
sementara aku larut dalam kegamangan
menunda untuk berkata, berpikir dan merasakan
apa yang terjadi
Sementara, senyumnya tiada putus menghiasi sosoknya
yang anggun dengan cinta yang tulus
Dalam hati aku berkata
“Sialan, kenapa aku harus jatuh cinta lagi?”[SY]
*dikurasi dari judul dan naskah semula “Kala Bunga Kopi Menebar Senyum”