Drs. Buniyamin S*
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, kebutuhan akan Irigasi Teknis dan Normalisasi Sungai Tripe di Kecamatan Rikit Gaib, bukan saja perlu akan tetapi sudah mendesak dilakukan pembangunannya, Semua pihak diyakini memahami akan hal tersebut, akan tetapi kurangnya power injection ditingkat kebijakan, ditambah serapan dana yang cukup tinggi membuat rencana tersebut selalu dikesampingkan.
Irigasi sederhana yang berulang dibangun dalam lima tahun terakhir di Atu Peltak, Desa Penomon Jaya tidak mampu menampung debit air yang masuk, ditambah air pasang yang tidak menentu membuat irigasi tersebut setiap musim penghujan mengalami kerusakan, hal ini disebabkan kurang epektifnya perencanaan, baik untuk hulu irigasinya maupun tali air yang dibuat tidak melintasi persawahan yang ada.
Apabila pembangunannya dalam bentuk irigasi tenis dapat dibangun dengan perencanaan matang serta membuat saluran air kembali kepada saluran terdahulu, yaitu melintasi sepanjang lebih kurang 4 km disepanjang pinggir jalan provinasi antara Desa Penomon Jaya, Tungel Baru, Tungel, dan Desa Rempelam, maka lahan persawahan yang sudah terbengkalai selama ini mampu kembali digarap, baik untuk persawahan, perkebunan maupun perikanan.
Disamping keberadaan lahan yang ada, lahan pertanian masyarakat ini juga setiap tahun berkurang akibat degradasi luapan sungai sepanjang lebih kurang delapan kilometer. Adapun karakter sungai hampir setiap tahun berpindah setiap musim penghujan. Paling lama lahan yang ditinggalkan akibat hantaman banjir, hanya bisa digarap paling lama dua tauhun, setelah itu lahan kembali rusak akibat sungai besar, hal ini terus berulang.
Dengan normalisasi sungai tersebut, lebih kurang empat ribu hektar lahan kembali dapat berfungsi. Yang menjadi pertanyaan berapa dana yang dibutuhkan, siapa yang berkompeten memperjuangkannya, kapan ini bisa dilakukan dan sejauh mana masing-masing kita merasa hal tersebut menjadi satu kesatuan dalam tataran kebijakan bisa di implementasikan dalam sebuah kenyataan?, yang jelas masyarakat amat mendambakan hal tersebut bisa direalisasikan.
Semangat Pemerintah Kabupaten Gayo Lues yang dituangkan dalam sebuah terobosan baru dengan memberdayakan Pemerintah Kecamatan sudah dimulai, berbagai langkah telah diupayakan, termasuk memperbesar anggaran kecamatan di tahun 2016 mendatang. Koordinasi dengan berbagai elemen terus digaraf dalam tatanan regulasi. Denyut pembangunan dalam rangka mempercepat tercapainya visi misi Bupati dan Wakil Bupati Gayo Lues terus akan dipertajam. Yang menjadi pertanyaan kembali adalah keseriusan pihak Pemerintah Provinsi Aceh membantu berbagai kendala yang ada, khususnya anggaran perimbangan dan dana bagi hasil yang perlu terus dialokasikan untuk itu.
Bagaikan jarum tumpul dan lilitan benang kusut selalu menerpa Gayo Lues. Ketidakberdayaan Gayo Lues amat terasa ketika hadirnya ego sektoral provinsi. Keberadaan putra daerah yang ditempatkan menduduki jabatan sebagai perencana pembangunan di Bappeda Aceh belum mampu menjawab tantangan dan harapan itu. Lemahnya perhatian itu tidak membuat Gayo Lues patah arang, namun apabila keselarasan yang diberikan provinsi ke daerah sedikit akan membantu upaya percepatan pembangunan di bumi seribu bukit itu.
Kiranya tulisan singkat anak negeri ini dapat dijadikan renungan bagi kita semua, bukan untuk peminta minta dibagikan kue pembangunan, namun lebih kepada rasa tanggung jawab dan memiliki negeri ini, Kita yakin semua ini tidak harus disuarakan dengan bentuk amarah apalagi tangisan, lagi-lagi karena tuntutan mendesak masyarakat yang mendambakan secuil harapan dimasa datang.[]
*Camat Rikit Gaib