Selain Tari Saman, Sere Wangi juga ‘icon’ Gayo Lues

oleh

Catatan: Nasril*

Areal perkebunan Sere Wangi Gayo Lues. (LGco_Nasril)
Areal perkebunan Sere Wangi Gayo Lues. (LGco_Nasril)

Setelah beberapa hari berada di Gayo Lues, Minggu (08/02/2015) sekitar pukul 07.00 WIB  dalam suasana yang sangat dingin, saya ingin mengunjungi beberapa daerah di kabupaten ini khususnya perkebunan warga yang membuat saya penasaran cara mengambil minyak sere.

Dingin yang menempus lapisan baju  tidak menyurut niat saya untuk menuju ke tempat-tempat yang ingin saya kunjungi. Setelah sampai di tujuan pertama yaitu Blang Sere saya melihat ada beberapa orang ibu-ibu baru turun dari sebuah angkot menuju ke perkebunan yang didalamnya dipenuhi dengan Sere wangi. Saya sapa, mereka menyambut dengan ramah walaupun menyapa mereka bukan dengan bahasa Gayo.

Saya mulai menanyakan perihal sere dan upah memotong sere. Menurut saya, mereka para wanita tangguh, bekerja untuk mendukung kehidupan mereka sehari-sehari dan juga untuk mendukung pendidikan anak-anaknya. Rusniah salah seorang dari mereka yang telah menekuni profesi tukang potong daun sere sejak puluhan tahun lalu, wanita 56 tahun ini tetap semangat melawan dinginnya suhu pagi hari di kota Seribu Bukit.

“Sudah lama, saya mengambil upah dari pemotongan sere ini, pagi-pagi kami harus sudah ada di tempat, tidak terasa dingin lagi karena ini sudah menjadi rutinitas kalau ada yang mengajak potong sere, jadi kita harus semangat  sore baru pulang ke rumah“ ujar Rusniah

Sambil bersiap terjun untuk memulai pemotongan, saya terus menanyakan berbagai informasi pada mereka, disitu saya menangkap  kalau sere ini bisa dikatakan produk langka, hanya ada di beberapa daerah saja di seluruh Indonesia,  mereka sangat berharap ada perhatian khusus dari pemerintah Kab. GayoLues untuk Sere Wangi ini, karena  bisa menjadi produk khas dari Gayo Lues.

Sere wangi sangat banyak manfaatnya dan hanya ada di daerah-daerah tertentu saja, ia salah satu komoditi unggulan di Kabupaten ini, sehingga menjadi mata pencaharian andalan sebagian masyarakat petani untuk menopang kebutuhan hidupnya.

Sekarang harga minyak sere sudah lumayan tinggi dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, sehingga masyarakat sudah mulai banyak fokus ke pertanian ini, namun dalam penjualannya selama ini mereka hanya menjual ke penampung minyak sere yang ada di daerah Gayo Lues setelah di panen sehingga pengaturan harga minyak ini dengan mudah bisa diatur.

Semestinya untuk katagori daerah penghasil minyak sere pemerintah membangun sebuah badan penelitian khusus minyak sere untuk mengetahui kualitas minyaknya sehingga harga bisa ditentukan disini, harga tidak mudah anjlok apalagi pada saat ramai yang mengukus sere, hal ini seperti disampai Zulanshari salah seorang petani Sere di Gayo Lues pada saat saya menjumpainya dan meminta izin untuk melihat proses mengukus minyak sere.

“Sebenarnya kualitas sere kita sangat bagus, cuma selama ini tidak ada yang meneliti itu disini, kalau seandainya kualitasnya di uji dulu disini baru di jual keluar dari penampung akan sangat terbantu para petani dari segi harga, karena harga tidak tergantung sama mereka (red. Medan)  contoh paling dekat kalau Ramadhan, itu sangat banyak orang yang ngukus sere, jadi harga suka-suka mereka disana,” jelas Zul alumni Universitas Islam Sumatera Utara .

Banyak petani sere wangi di kabupaten Gayo Lues selama ini masih menggunakan cara-cara manual dalam mengambil minyak sere, tentu cara seperti ini sedikit banyak akan berdampak pada kerusakan lingkungan yaitu penebangan kayu dan pembukaan lahan baru di hutan-hutan.

Untuk mendukung  para petani sere ini dan tetap menjaga kelestarian lingkungan pemerintah harus segera mencari upaya pengganti bahan bakar kayu yang selama ini dijadikan oleh masyarakat. Tidak sekedar melarang mereka menebang kayu akan tetapi dari pemerintah juga memiliki solusi, kalau ini tidak segera ditangani, tidak menutup kemungkinan penebangan kayu di Gayo Lues semakin merebak dan juga akan menimbulkan efek yang lebih besar seperti longsor.

Dalam hal ini apresiasi untuk Wakil Bupati Gayo Lues, Adam, SE mengutip berita media LintasGayo.co berjudul [highlight]Wabup Gayo Lues Uji Coba Batu Bara Jadi Bahan Bakar Penyulingan Sere[/highlight]. Mudah-mudahan upaya orang nomor 2 di negeri asal tari Saman ini berhasil dan benar-benar diterapkan..

Keberadaan sere wangi di Gayo Lues menjadikan ekonomi sebagian masyarakan disini cerah, bahkan masyarakat memiliki harapan agar minyak sere yang langka ini dijadikan maskot “ikon” daerah selain tari Saman, sehingga orang-orang yang butuh minyak sere langsung ingat dengan Gayo Lues. Bahkan berkah dari minya sere wangi ini telah melahirkan warna baru perekonomian masyarakat kota Seribu Bukit, juga telah banyak  melahirkan sarjana-sarjana dari anak petani sere wangi ini.

Ketika Sere menjadi andalan masyarakat Gayo Lues, berharap pemerintah secepat mungkin mencari solusi untuk pengembangan sere ini dengan harapan tidak merusak lingkungan, pemerintah juga harus memberikan perhatian khusus terhadap tanaman langka ini, kelak akan menjadi pewaris bagi generasi kedepan akan kekayaan alam kota Seribu Bukit.

Anugerah Allah untuk Tanoh Gayo Lues karena disana tumbuh subur tanaman Sere, akankah minyak Sere Wangi akan menjadi Icon daerah  Gayo Lues? Semoga!. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.