Oleh : Win Wan Nur*
Beberapa waktu yang lalu penulis berkenalan dan berbincang dengan Edouard Fellay, Presiden Municipality Fully. Sebuah wilayah setingkat kabupaten di Swiss yang berpenduduk 8000 jiwa.
Kota Fully yang terletak di daerah pegunungan dan dibelah oleh sungai Rhône , secara jumlah penduduk dan kondisi geografisnya sangat mirip dengan kota Takengen yang dibelah sungai Peusangan di Tanoh Gayo. Bedanya kalau di Gayo di sepanjang lereng gunungnya ditumbuhi Kopi. Di Fully, ditumbuhi anggur.

Menariknya, sistem pemerintahan di sana juga sangat mirip dengan pemerintahan di Gayo pada zaman pra kemerdekaan.
Dalam hirarki pemerintahan di Swiss, Fully masuk ke dalam Canton (di baca Kantong) Valais yang merupakan satu dari 26 Canton, yang ada di Negara Swiss.
Secara harfiah Canton yang diambil dari bahasa Prancis ini, memiliki arti yang kurang lebih sama dengan kantong dalam bahasa Indonesia.
Di Swiss, sebagaimana di Gayo dulu. Setiap Canton ini memiliki konstitusi, legislatif, pemerintah dan pengadilan sendiri. Persis seperti Sarak Opat di Gayo dulu. Di bawah Canton, ada wilayah administrasi yang disebut District. Di bawah district terdapat wilayah administrasi yang disebut municipality. Fully yang dipimpin oleh Edouard Fellay, adalah satu di antara 11 municipality yang dengan jumlah penduduk nomer dua paling banyak dari seluruh district yang ada di Valais.
Tiap-tiap municipality ini memiliki pemerintah yang dipilih oleh rakyat. Untuk pemimpin pemerintahannya, ada dua macam sebutan. Ada municipality yang menyebut pemimpin pemerintahannya sebagai Major (Walikota/Bupati) ada yang menyebut Presiden. Untuk Municipality Fully, kepala pemerintahannya disebut Presiden. Dan yang menjadi Presiden di Fully adalah Edouard Fellay yang saya kenal.

Hal menarik dari status Presiden di Swiss ini juga sangat mirip dengan status Reje di distrik-distrik Gayo jaman dulu, seperti di Isak misalnya. Seperti Reje di Isak dulu, status sebagai Presiden di Swiss bukanlah pekerjaan dan sumber penghasilan utama. Seperti Reje di Gayo dulu yang tidak menggantungkan penghasilan dari statusnya sebagai Reje, demikian pula Presiden di Swiss.
Sebagai seorang Presiden yang membawahi wilayah dengan 8000 orang penduduk dan APBD sekitar 600 Milyar setahun. Edouard Fellay digaji sekitar 60 juta per bulan. Mungkin ini terdengar besar untuk ukuran kita. Tapi penghasilan sebesar itu adalah penghasilan rata-rata penduduk Fully. Jadi gaji yang diperoleh Presiden ini setara dengan gaji seorang sopir bis atau tukang sampah.
Angka 60 juta itu adalah penghasilan total Edouard sebagai seorang Presiden. Tidak ada penghasilan tambahan apapun lagi di luarnya, entah itu namanya tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan BBM, fee proyek dan lain sebagainya. Bahkan, mobil dinas juga tidak ada. Dalam menjalani fungsinya sebagai Presiden, Edouard menggunakan mobil Pribadi.
Karena itulah, disamping statusnya sebagai presiden. Edouard memiliki pekerjaan utama sebagai seorang notaris. Tapi, karena statusnya adalah presiden di Fully. Dalam kapasitasnya sebagai notaris, Edouard tidak boleh menangani segala macam proyek yang berkaitan dengan pemerintah. Swiss sangat ketat dalam urusan konflik kepentingan (conflict of interest) seperti ini. Pernah pula Edouard dan istrinya Laurence membuka restoran di kota ini. Tapi sekarang terpaksa tutup, karena sang istri lebih sibuk di rumah.
Jadi sebagai presiden, yang didapatkan oleh Edouard lebih kepada tingginya status dan rasa hormat dibandingkan keuntungan dari segi ekonomi. Persis seperti reje di Gayo pada zaman dulu.
Sebagai Presiden, Edouard membawahi kepolisian, departemen PU dan perencanaan, dinas sosial dan berbagai departemen lainnya.
Mungkin kita membayangkan, dengan APBD ‘Cuma’ 600 Milyar dan penghasilan rata-rata 60 juta sebulan. Apa dana itu hanya dihabiskan untuk menggaji PNS?. Di sinilah letak bedanya Swiss dengan kita. Di Swiss pemerintahannya sangat efektif, pegawai negerinya hanya sedikit tapi menguasai banyak hal.
Contohnya di departemen PU hanya ada satu orang yang bertanggung jawab atas semua proyek dan manajemennya. Dan ini adalah pekerjaan penuh. Seorang kepala PU di Fully, digaji dua kali lipat lebih banyak daripada Presiden.
Polisi hanya ada lima orang, kepala polisi digaji sekitar 90 juta per bulan dan 4 orang sisanya sekitar 80 juta. Tapi meskipun polisi hanya ada lima orang saja, tingkat kejahatan di Fully sangat rendah. Sepanjang masa jabatan Edouard sama sekali tidak pernah terjadi tindak kejahatan apapun di Fully.
Selain membawahi departemen-departemen. Segala proyek pemerintah dan segala macam tender juga harus sepengetahuan dan sepersetujuan serta harus ditanda tangani oleh Edouard.
Berbeda dengan di Gayo saat ini dimana umum diketahui kalau pemenang tender harus berbaik-baik dengan penguasa. Di Swiss pola seperti ini adalah mustahil untuk diterapkan. Tender proyek pemerintah dilakukan terbuka dan transparan. Kalau ada pihak yang kalah, dia tahu persis kenapa dia kalah. Sama sekali tidak ada yang namanya fee atau uang terima kasih. Kalau misalnya dia melihat kejanggalan dalam proses kekalahannya dia bisa melakukan langkah hukum dan dijamin siapapun yang bermain akan langsung masuk penjara.

Swiss adalah Negara yang menerapkan demokrasi langsung dimana rakyat lah yang menentukan apapun keputusan pemerintah, termasuk soal pembuangan sampah, pembuatan jalan tembus dan lain -lain. Persis seperti di Gayo dulu, Reje hanya menjalankan mandat. Karena itulah tugas lain Edouard yang tertulis di dalam rincian tugasnya sebagai presiden adalah menerima demonstran.
Ternyata sistem pemerintahan lokal Gayo yang dulu kita pakai dan sekarang kita campakkan, bukanlah sistem pemerintahan kampungan. Karena Swiss yang negaranya jauh lebih maju dibandingkan Indonesia pun menerapkannya dengan sukses.
Jadi tidakkah kita Urang Gayo, tertarik untuk kembali menggali segala kekayaan adat dan budaya kita?
*Penulis adalah anggota Dewan Adat Gayo