
Takengon-Lintasgayo.co: Praktisi hukum Amna Zalifa, MH menyebutkan tradisi Meneik tidak sepenuhnya dipersalahkan, karena hidup penuh dengan pilihan, karena membela perempuan juga terkadangtidak obyektif, sehingga perlu melihat tiori sebab akibat.
“Dan Meneik bukan budaya, karena budaya itu dilakukan terus menerus dan turun temurun,” kata Amna Zalifa ketika dihubungi LintasGayo.co, Rabu (6/8/2014) malam di Takengon.
Menurut Amna yang biasa disama Amna Tampeng, ada beberapa sebab yang menyebabkan meneik, seperti perkawinan yang tidak disetujui oleh wali dengan meminta mahar tinggi, sementara pasangan yang mau menikah saling mencintai, karena kesepakatan keduanya memilih meneik yang disetujui oleh keluarga pihak laki-laki.
“Kalau Meneik karena kececalakaan yang menyebabkan keluarga kedua pihak tidak setuju, calon memilih untuk meneik. Namun demikian meneik bukan berarti perkawinan tanpa mahar. Mahar menjadi syarat sah dari sebuah perkawinan, soal jumlah itu disepakati,” ujar alumni SMAN 1 angkatan 2007 ini.
Dijelaskan, Meneik bukanlah menyerahkan diri pada keluarga laki-laki, tetapi menyerahkan diri pada aparat kampung (gecik) pihak laki-laki, begitu pula jika laki-laki yang melakukan ini.
“Kalau pihak laki-laki yang menyerahkan diri di sebut Mah Tabak,” demikian kata Amna Zalifa.[] tarina