Oleh: Darmawansyah, S.Pd.I*
[highlight]Semenjak[/highlight] tabuhan genderang pendidikan karakter di mulai, elemen-elemen pemangku penanggung jawab bidang ini mulai melakukan kajian dan strategi dalam membentuk kebijakan menjadi aplikasi yang dapat dijalankan di setiap elemen-elemen pelaksana, mulai dari tingkat tertinggi sampai ketingkat terendah. Hasil kebijakan berdasar analisis panjang pada konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang terpotret kurang baik. Analisa-analisa pakar menggugah pemangku kepentingan untuk membentuk suatu kebijakan yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan analisa tersebut.
Kondisi karakter bangsa hari ini seperti ‘pohon gundul tak berdaun’, berdiri kokoh namun tidak mampu melindungi siapapun berteduh di bawahnya. Gersang, itulah kalimat yang mungkin diberikan kepada bangsa ini. Krisis ekonomi, sosial, politik, hukum, kepercayaan, bahkan moral telah terkikis dari nilai-nilai kebangsaan. Krisis multidimensi tersebut telah merambah pada setiap lini kehidupan masyarakat bangsa Indonesia, tidak hanya pada tingkat penyelenggara Negara namun telah merambah pada ranah terkecil dari kehidupan masyarakat yakni keluarga.
Masalah tersebut menjadi bumerang bangsa Indonesia, para pakar saling menyalahkan dalam menyikapi fenomena tersebut. Berbagai elemen penanggung jawab menjadi sasaran anak panah kecurigaan dan ketidakpuasan berbagai pihak. Lembaga pendidikan misalnya, sering menjadi sasaran empuk komentar dan tanggapan para pihak tentang fenomena yang terjadi. Satu pertanyaan dapat dilontarkan, apakah lembaga pendidikan menjadi penanggung jawab penuh terhadap fenomena yang berlangsung? Jawabannya adalah mungkin ia dan mungkin saja tidak.
Fenomena yang terjadi hari ini bukanlah semata output dari lembaga pendidikan, tetapi banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya krisis multi dimensi yang berlangsung saat ini. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu factor dalam merubah kehidupan sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia, di tambah rendahnya daya filter dalam menyaring budaya asing disertai juga budaya konsumeris dan materialis yang telah melekat pada individu bangsa ini.
Orientasi kehidupan individu telah merubah karakter masyarakat bangsa Indonesia, kerusakan moral generasi bangsa menjadi poin penting yang membutuhkan perbaikan cukup ekstra. Melirik Undang-undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan nasional Adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Melihat isi pasal 3 UU sisdiknas no 20 tahun 2003 tersebut tidak lain mengacu pada lembaga pendidikan yang menjalankan proses pendidikan nasional. Oleh karena itu, wajar jika komentator selalu mengarahkan arah kritikan kepada lembaga pendidikan dengan output nyata saat ini. Tetapi, perlu juga menjadi pikiran bersama saat output lembaga pendidikan menjadikan bangsa ini krisis terutama krisis moral bukanlah kesalahan lembaga pendidikan belaka.
Hari ini, saat gaung pendidikan karakter menjadi poin penting dan menjadi bahan kajian di setiap lini kehidupan bangsa terutama dalam dunia pendidikan, sehingga kementerian pendidikan dan lembaga terkait lainnya mulai dari pusat sampai daerah mengintruksikan kepada satuan pendidikan yang berada dilingkungannya untuk menjalankan pendidikan karakter pada lembaga masing-masing. Pendidikan karakter mulai dimasukkan dalam administrasi pendidikan, mulai dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sampai pada materi pelajaran.
Satu pertanyaan mungkin dapat diutarakan, apakah dengan RPP dan materi pelajaran mampu membentuk karakter anak didik? Materi pelajaran diberikan dalam bentuk klasikal dengan beban tertentu pada setiap harinya dengan materi yang terus bertukar setiap jamnya dalam perhari. Tidak semua karakter yang diinginkan dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran, apalagi karakter yang telah diklasifikasikan berjumlah delapan belas dan bahkan lebih.
Menuntut kedisiplinan atau kejujuran misalnya, di sekolah atau di ruang kelas, guru menagih kedisiplisan siswa dan kejujurannya, mungkin saja karena ketakutan siswa akan guru yang mengampu pelajaran siswa bersikap jujur dan berusaha untuk disiplin sedangkan di rumah, dilingkungannya, siswa tersebut tidak pernah bersikap disiplin dan jujur dan bahkan kedua orang tuanya sendiri dibohongi. Apakah karakter disiplin dan jujur (ditunjukkan kepada guru di sekolah) yang demikian dapat dikatakan telah berhasil?
Melihat pada wilayah pendidikan di mana manusia meraih pengetahuan dan membentuk dirinya dari wilayah tersebut, tidak dapat dikatakan lembaga pendidikan menjadi lembaga yang bertangung jawab atas perubahan karakter generasi bangsa hari ini. Tiga ranah pendidikan menjadi wilayah yang bertanggung jawab penuh dalam perubahan generasi bangsa yakni keluarga (informal), sekolah (formal) dan masyarakat (nonformal), dari ketiga ranah tersebutlah generasi bangsa meraih pengetahun dan perubahan karakter sepanjang hari. Keluarga misalnya menjadi ranah pertama yang mensosialisasikan pengetahuan dasar kepada anak, namun saat pengetahuan yang disosialisasikan tersebut salah dan menjadi pengangan anak, maka karakter anak juga menjadi salah dikemudian hari. Bukankah pengetahuan yang ditanamkan dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari menjadi sebuah karakter yang melekat pada anak. Sekolah juga memiliki peranan penting, tetapi sepentingnya lembaga pendidikan, lembaga pendidikan hanya sebagai lembaga yang mentransfer pengetahuan kepada generasi bangsa. Pembiasaan yang dijalankan di sekolah hanya sekedarnya dan berjalan beberapa jam saja, tidak akan mungkin hasil yang diharapkan sempurna. Lain halnya dari lingkungan masyarakat, di mana lingkungan ini berperan penuh dalam membentuk generasi bangsa. Dari lingkungan inilah timbul media yang menghasilkan pengetahuan yang baik maupun buruk.
Peran serta masyarakat, keluarga dan sekolah dalam membentuk karakter bangsa akan menjawab krisis yang selama ini berjalan di Negara ini. Keluarga tidak hanya sebagai wadah dalam melanjutkan kehidupan spesies manusia tetapi betul-betul menjadi wadah yang bertanggung jawab dalam membentuk generasi bangsa di awal dan menanamkan nilai-nilai yang baik serta pembiasaan yang baik sehingga saat masuk dalam lingkungan masyarakat akan menjadi manusia yang baik dan berkarakter. Masyarakat juga bukan menjadi tempat berkumpulnya manusia dengan berbagai tujuan pribadi, tetapi menjadi sebuah wadah dalam melindungi generasi bangsa dari krisis yang dapat merusak masa depan bangsa serta menyuguhkan informasi dan pengetahuan yang dapat melindungi karakter bangsa dari kerusakan. Jika kedua ranah tersebut (keluarga dan masyarakat) telah bersatu dalam membentuk dan menjaga generasi bangsa dengan baik, maka sekolah sebagai lembaga yang menjalankan tugas dalam meraih tujuan pendididikan nasional akan berjalan dengan baik dan menghasilkan generasi bangsa dengan karakter yang sempurna, karena sekolah merupakan lembaga terakhir dalam pembentukan karakter generasi bangsa.
Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an menyatakan “Al-Qur’an menuntut keterpaduan antara orangtua, masyarakat dan pemerintah. Tidak mungkin keberhasilan dapat tercapai tanpa keterpaduan itu, tidak mungkin kita berhasil kalau beban pendidikan hanya dipikul oleh satu pihak, tanpa melibatkan seluruh unsur pendidikan”. Wallahu A’lam
*Penulis adalah guru Pada MTs Negeri Jagong Kabupaten Aceh Tengah