Kelop Didong “Ceh Komputer” Biak Cacak

oleh
Didong Jalu (Foto Aman Renggali)

Darmawan Masri*

Pertandingan Didong Jalu (Foto Aman Renggali)
Pertandingan Didong Jalu (Foto Aman Renggali)

DIDONG, salah satu kesenian khas Gayo ini memang menyimpan sejuta keunikan dalam hal memainkannya, terutama julukan bagi para ceh (pelantun didong), ada yang menyebutnya ceh To’et, ceh Komputer dan lainnya.

Seperti yang disematkan kepada salah seorang Ceh yang kesohor dengan kelop didongnya Biak Cacak asal Kampung Paya Pelu Kecamatan Silih Nara Kabupaten Aceh Tengah bernama Abdus Salam atau banyak orang yang mengenalnya dengan sebutan Ceh Komputer.

Diceritakan anak dari (alm) Abdus Salam, Selamat, disaat mengunjungi pertandingan didong jalu antara Sidang Temas versus Arita Tue beberapa waktu lalu, mengatakan penyematan ceh komputer kepada ayahnya tak lebih karena almarhum ayahnya berdidong tanpa menggunakan buku yang ditulis syair-syair didong.

“Ayah saya tak pernah menulis syair-syair didong kedalam sebuah buku, beliau hanya mengingat nya saja, dan banyak syair yang tercipta saat didong jalu terjadi, karena harus segera dibuat balasan untuk membalas syair dari kelop lainnya”, terang Selamat.

Selamat merupakan anak ke-4 dari (alm) Abdus Salam, yang saat ini aktif menjadi penerus ayahnya di kelop Biak Cacak. Diceritakan ayah 1 anak ini, saat masih menjadi pelajar dirinya tak pernah diberi izin oleh ayahnya untuk pergi berdidong.

“Saya tak dikasi izin oleh ayah untuk ikut menonton didong, padahal saya ingin sekali menyaksikan ayah untuk melantunkan syair didongnya, waktu itu saya sedikit agak kecewa dengan ayah,” ceritanya.

Selamat pun menceritakan, walaupun dirinya tak diberi izin untuk pergi mengikut ayahnya, dia dan satu teman akrabnya membuat sebuah cara dengan cara mengakali ayahnya, asal bisa melihat pertunjukkan didong tersebut.

“Saya dan teman akrab saya akhirnya memiliki ide agar bisa ikut menyaksikan didong, sebelum berangkat sesudah magrib kami langsung saja menaiki atap mobil yang digunakan untuk mengangkut orang-orang yang akan berdidong, begitu sampai ditempat, ayah saya kaget melihat saya sudah bersama dirinya di lokasi dimana dia main, dan ayah hanya sedikit marah kepada saya,” kenang Selamat.

Setelah ayahnya meninggal ditahun 2000 yang lalu, Selamat pun langsung mengambil alih peran ayahnya di kelop Biak Cacak dan eksis hingga saat ini. Selamat mengaku dirinya kesulitan untuk mendendangkan kembali lagu-lagu yang diciptakan ayahnya, beruntung dirinya semasa mengikuti diam-diam ayahnya itu membawa tape mini recorder, sehingga dirinya bisa merekam perkataan ayahnya dalam didong.

“Beruntung saya merekam syair didong ayah, dan saya tulis kembali, jika saya berdidong menghibur keluarga disaat pesta pernikahan ada saja permintaan dari Mpu Sinte untuk mendendangkan kembali lagu-lagu ayah,” terangnya.

Saat ini, kelop Biak Cacak masih saja eksis dalam perhelatan didong jalu di Gayo, sampai-sampai kelop ini sering diundang ke Kabupaten Gayo Lues untuk berdidong disana. Banyak yang menilai kelop didong ini msih memiliki syair-syair yang halus dalam didong jalu, hal ini menunjukkan kelop didong Biak Cacak masih memegang teguh estetika seni dalam berdidong.

“Semoga saja didong tetap terjaga dalam hal berkesenian dan menjaga adat dan budaya Gayo”, tutur Selamat.

Selamat pun mengaku, saat ini persekali nampil didong jalu, kelopnya menerima penayah sebesar 1,5 juta sampai 2,2 juta rupiah persekali mainnya, jika dipanggil ke Gayo Lues penyahnya bisa mencapai 6-7 Juta rupiah.

“Didong menang bukan sumber penghasilan utama kami, ini hanya sebagai seni saja, namun dari itu, kami mengharapkan kepada pemerintah kita, setiap tahunnya membantu kelop-kelop didong yang eksis baiok dari segi perlengkapan dan biaya latihan, sehingga bisa merangsang kembali seniman-seniman didong untuk terus berkarya dalam mempertahankan adat dan budaya Gayo melalui didong,” tutup Selamat. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.