Jenis ‘Jangin’ Yang Harus Dikuasai Ceh Didong

oleh
Klub Didong Teruna Jaya Toweren di Wapres Takengon. (LGco_Khalis)

Darmawan Masri dan Alfiansyah*

Didong merupakan kesenian urang Gayo yang dimainkan satu oleh dua kelop (klub) dengan irama tepukan tangan dan bantal, mengikuti lirik yang dilantunkan oleh penyanyi didong (Gayo : Ceh).

Menurut Ceh generasi ketiga dari Klop Kemara Bujang, Syukri S Gobal, didong pertama kali di pelopori oleh Ceh Hasin dari Gelelungi yang kemudian dipopulerkan oleh Ceh To’et.

Awalnya klop hanya ada satu kelop didong yakni gabungan kelop Siner Pagi dan Kemara.

“Dulu waktu pertama kali didong ada Ceh Hasin lah yang pertama kali membuat lirik-lirik didong, kemudian tak lama berselang di populerkan oleh Ceh To’et,” kata Syukri didampingi Ceh Kelop didong Sriwijaya, Ali Amran, beberapa waktu lalu kepada LintasGayo.

Dilanjutkan, kedua ceh ini, awalnya kelop didong belum terbentuk, ceh To’et dan Sali Gobal masih bergabung, kemudian memutuskan membuat kelop masing-masing dengan nama Siner Pagi Gelelungi dan Kemara Bujang, Kung.

Dilanjutkan, setelah ada dua kelop didong kemudian terbentuk satu kelop lagi dari Kampung Kute Lintang, Pegasing yang dikomandoi oleh Ceh M. Basyir dengan nama kelop Lakiki.

“Setelah ada tiga kelop didong, barulah didong mulai di jalu (pertandingkan),” kata Syukri, sambil menambahkan, baru setelahnya muncul kelop-kelop dari Kebayakan seperti, Dewantara, Kuala Laut dan Teruna Jaya Toweren.

Ditanya terkait jenis suara yang harus dimiliki seorang ceh, Ali Amran menambahkan, setiap ceh di Gayo harus memiliki delapan jenis karakter suara yang merupakan khas dari didong itu sendiri.

“Saya belajar dari beberapa ceh generasi awal, ada beberapa jenis suara yang membuat seni didong itu menjadi indah,” terangnya.

Delapan jenis suara yang harus dimiliki, kata Ali Amran terdiri dari tuk, sarik, geldok, geger, surak, guk, denang dan jangin. “Kedelapan jenis suara tersebut harus dimiliki oleh ceh didong, jika belum berarti mereka belum dikatakan sebagai ceh,” ucapnya.

Hal berbeda disampaikan oleh ceh generasi kedua asal kelop Kala Laut, (alm) Mustafa AK, yang diceritakan oleh anak bungsunya Ilham Sapta.

“Dulu ama (ayah) alm. Mustafa AK pernah bilang ke saya, bahwa jenis suara didong itu disebut ‘Jangin’, yang mencakup tujuh jenis suara yakni tuk, saril, geldok, geger, surak, guk dan denang. Ketujuh jenis itu disebut Jangin,” kata Ilham Sapta.

Dia juga sepakat apa yang telah dikatakan ceh generasi ketiga, Syukri S Gobal dan ceh generasi keempat, Ali Amran tersebut.

“Almarhum ama (Mustafa AK) juga pernah bilang ke saya, bahwa seorang ceh harus bisa menguasai jenis-jenis suara yang dijelaskan tadi,” tandas Ilham Sapta menimpali Syukri S Gobal dan Ali Amran. []

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.