(Memahami Islam dengan Studi Komparatif)
Oleh :Muhammad Ramadhan, S.Pd. I. MA
“Islam itu tinggi, tidak ada yang mampu melampaui ketinggian Islam”, demikianlah isi sabda Rasulullah SAW yang sering kita jadikan hujjah bahwa Agama Islam adalah agama yang paling mulia, yang paling pantas untuk dijadikan sebagai pegangan dan pedoman untuk memperoleh keselamatan dunia dan akhirat sesuai dengan makna kata Islam itu sendiri yang berasal dari kata “salima” yang berarti selamat. Hal ini sejalan dengan Firman Allah SWT “Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah ialah Islam… (Ali ‘Imran: 19). Sangat jelas menegaskan bahwa Agama yang “diterima dan benar” di sisi Allah adalah agama Islam.
Dalam Ayat lain Allah SWT juga menegaskan bahwa “Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang ada dilangit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada-Nya-lah mereka dikembalikan?” (Qs. Ali ‘Imran: 83). Jelas dalam ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa semua yang ada didunia ini tunduk kepada Allah SWT baik suka maupun terpaksa, mengapa ada orang yang mencari agama selain agama Allah (agama Islam)?.
Berdasarkan dari ayat dan hadits yang telah terkemukakan di atas secara normative jelaslah bagi kita bahwa agama Islam itu paling mulia, paling benar dan satu-satunya Agama di sisi Allah tidak akan ada agama lain yang bisa menandingi kesempurnaan dan ketinggian agama Islam meskipun kita hendak mencarinya dengan suka atau terpaksa sekalipun.
Jika Allah SWT telah menegaskan demikian mengapa kita harus ragu?
Namun demikian untuk memperkuat dan menambah keyakinan tersebut yang didasarkan pada dalil (penguat) naqli (nash) tidak salahnya juga kita bisa memperkuat keyakinan kita tersebut dengan didukung oleh dalil-dalil ‘aqli yang secara fitrah tidak pernah bertentangan dengan “kebenaran” yang didasarkan pada keterangan dalil Naqli.
Dalam kajian metodologi studi Islam selain melalui pendekatan normatif atau pendekatan tekstual yaitu menekankan signifikansi teks-teks sebagai sentral kajian Islam dengan merujuk pada sumber-sumer suci dalam Islam, terutama Al-Quran dan Hadits serta sumber syari’at lainnya sebagaimana yang sering kita gunakan dan praktikkan selama ini, masih terdapat berbagai pendekatakan lainnya yang dapat kita gunakan untuk dapat memahami Islam agar pemahaman Islam kita semakin lengkap dan akan lebih mempermudah kita dalam mendakwahkan agama Islam.
Salah satu pendekatan yang bisa digunakan dalam upaya memahami Islam secara komperhensif adalah dengan menggunakan pendekatan komparatif yaitu dengan membandingkan antara satu objek dengan objek lainnya. Dalam konteks kajian Islam dengan pendekatan ini kita akan memahami Islam dengan membandingkan Islam dengan agama selain Islam.
Misalnya dengan membandingkan Tuhan yang disembah ummat Islam dengan tuhan yang disembah oleh penganut agama lain, kitab suci yang dijadikan pegangan oleh ummat Islam dengan kitab suci yang digunakan oleh agama selain Islam, cara beribadah yang berlaku dalam agama Islam dengan cara beribadah yang digunakan oleh Agama selain Islam, tata cara perkawinan yang berlaku dalam Islam dengan aturan perkawinan yang ada dalam agama lainnya, system pewarisan (Faraid) yang di atur dalam Islam dengan system pewarisan yang diterapkan dalam agama selain Islam, hubungan laki-laki dengan perempuan dalam agama Islam dengan hubungan laki-laki dengan perempuan yang berlaku dalam agama lain.
Dalam menggunakan pendekatakan komparatif ini kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana Islam memperlakukan dan memandang semua itu dengan mengacu pada syari’at dan aturan yang ada dalam Islam dengan didasarkan pada sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadits maupun pada Ijma’ ulama (Ijtihad kolektif).
Setelah kita mengkaji dan mengenal Islam dari sumber aslinya baru kemudian kita menkomparasikan masing-masing aspek baik dari keyakinan maupun dalam aspek mu’amalah yang berlaku dalam Islam dengan aturan dan norma yang berlaku dalam ajaran selain Islam, sehingga kita benar-benar menemukan kelebihan ajaran Islam yang selama ini kita yakini dan kelemahan yang ada dalam ajaran selain Islam, sehingga kita semakin yakin akan ajaran Islam bukan hanya didasarkan pada keterangan teks semata, tapi kita juga bisa menemukan kelebihan ajaran Islam atas ajaran agama lainnya secara lebih nyata dalam kehidupan sehari-hari atau secara lebih kontekstual, yang apada akhirnya akan semakin mepertebal keyakinan kita akan kebenaran ajaran Islam yang kita anut.
Pengetahuan yang kita dapat setelah melakukan studi komparatif tsersebut bisa kita gunakan untuk mempermudah pekerjaan kita untuk mendakwahkan non muslim untuk memeluk agama Islam tentunya dengan mengajukan berbagai argument yang dapat meyakinkan mereka bahwa Islam benar-benar merupakan agama yang paling pantas, paling tinggi dan paling kuat kebenarannya yang akan bisa memberikan keselamatan dunia dan akhirat, sehingga non muslim yang akan kita dakwahkan tersebut akan memeluk Islam.
Intinya kebenaran yang didukung oleh dalil ‘aqli (nalar) hasil dari studi komparatif ini akan sangat bermanfa’at bagi kita ketika kita hendak mendakwahkan agama Islam kepada non muslim, bukankah itu merupakan sebuah kelebihan yang akan kita dapatkan setelah membandingkan Kelebihan ajaran islam dengan kelemahan ajaran agama selain Islam?
Dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman: “Serulah kejalan Tuhanmu dengan dengan bijaksana (hikmah) dan mau’idhah hasanah”(Qs An-Nahl: 125). Demikianlah seruan Allah SWT kepada manusia agar senantiasa berdakwah ke jalan Allah SWT dengan bijaksana.
Untuk menyahuti seruan Allah SWT dalam berdakwah tersebut kiranya sudah seharusnya kita terus berupaya mencari pendekatan yang paling tepat agar kita dapat semaksimal mungkin mendakwahkan agama Islam kepada non muslim, sebijaksana dan seefektif mungkin agar seruan Allah SWT untuk berdakwah tersebut bisa kita penuhi secara maksimal dan sebaik mungkin. Intinya Allah SWT memerintahkan agar kita mengutamakan kebijaksanaan dalam berdakwah. Sesuai dengan situasi dan kondisi tempat kita berdakwah.
Dalam konteks Aceh hari ini, kita dihebohkan oleh berita tentang adanya dosen yang mengajak mahasiswanya belajar gender di gereja, meskipun mungkin tujuannya untuk memberikan perbandingan kepada mahasiswa agar para mahasiswanya dapat memahami bagaiman perlakuan laki-laki dan perempuan menurut agama selain Islam untuk dibandingkan dengan pandangan Islam terhadap laki-laki dan perempuan (gender), sehingga dapat menemukan betapa islam jauh lebih bijaksan mengatur hubungan manusia yang berbeda jenis kelamin tersebut, yang pada akhirnya akan memepertebal keimanan kita bahwa islamlah agama yang paling benar serta kita dapat mengetahui kekuarangan (kelemahan) agama lain dalam memandang hubungan laki-laki dan perempuan tersebut, yang pada khirnya menuai kecaman dari berbagai fihak, seharusnya untuk mengkaji hal tersebut bisa digunakan cara atau pendekatan yang lebih sesuai dengan kondisi di Aceh hari ini, namun dikarena kurang tepat dalam memilih metode maka maksud dan tujuan yang diinginkan dari pendidikan tersebut tidak tercapai, yang ada malah sebaliknya fitnah yang di tuai dan hal ini sekiranya sebisa mungkin harus dihindari oleh seorang da’i (pendakwah) atau dengan makna yang lebih kontekstualnya yaitu oleh seorang pendidik baik guru, dosen maupun tenaga pengajar lainnya.
Akhirnya penulis berharap sebagai muslim kita bisa lebih bijaksana dalam berdakwah, bisa lebih bijaksana dalam menyikapi setiap persoalan yang terjadi di sekitar kita, hanya dengan kebijaksaanlah Insya Allah Islam yang rahmatan li’alamin akan dapat kita nikmati bersama dan Islam serta Muslimnya benar-benar akan menempati posisi yang paling tinggi, paling mulia di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam bisshawaab!
*Pemerhati pendidikan yang berdomisili di Banda Aceh