Oleh Gunawan Tawar*
APA itu MBS? Mengapa MBS perlu kita galakkan di sekolah? MBS adalah kependekan dari Manajemen Berbasis Sekolah yang menitikberatkan pengambilan keputusan dan pengelolaan oleh sekolah itu sendiri (pihak sekolah dan peran serta masyarakat/Komite Sekolah). Beberapa indikator MBS diantaranya transparansi (penerimaan dan penggunaan dana BOS/dana lainnya) dan peran serta masyarakat yang aktif.
MBS sendiri sudah didengung-dengungkan diawal 2002 silam. Namun, anehnya sudah diakhir 2014 belum seluruh sekolah menjalankan amanat tersebut. Ada apa? Apakah Negara kita yang kaya akan regulasi atau SDM guru yang harus di upgrade terkait pendidikan? Tentunya ini menjadi pertanyaan kita bersama, sebagai masyarakat pengguna layanan tentunya kita berharap regulasi bukan hanya dilahirkan dengan biaya yang mahal. Namun, hanya untuk tontonan, atau mainan produk Pemerintah Pusat saja!
MBS mengedepankan transparansi dalam pengelolaan sekolah. Transparansi adalah Proses Keterbukaan informasi dalam menyelenggarakan kegiatan publik, bersifat terbuka mudah di pahami dan dapat di akses oleh semua pihak yang membutuhkan, terutama dalam hal laporan keuangan.
Transparansi keuangan merupakan yang paling mendasar dan sumber permasalahan utama antara penyelenggara (pihak sekolah) dan pengguna layanan (wali murid). Hal ini terjadi karena wali murid tidak mengetahui untuk apa saja penggunaan uang oleh pihak sekolah sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sekolah sangat minim dan mereka merasa bahwa sekolah bukan tanggung jawabnya untuk ikut berperan dalam pengelolaan sekolah.
Dalam adat Gayo ada tradisi atau resam (dalam bahasa Gayo) kegotongroyongan sudah semakin pudar bahkan hampir hilang. Tentunya ini sangat miris sekali, dimana resam ini dahulu mejadi kebanggaan masyarakat Gayo. Sebagai contoh, dahulu masyarakat di Gayo dalam membangun sekolah secara sukarela menyediakan lahan dan bahu-membahu membangun sekolah, sedangkan peran pemerintah menyediakan tenaga pendidik (guru).
Di era modern ini tentunya pembangunan dan operasional sekolah (Dana BOS) bukan lagi menjadi tanggung jawab masyarakat mengingat dana yang dikucurkan begitu besar untuk pendidikan. Namun peran serta masyarakat dalam hal pengawasan sebagaimana diatur dalam PP.17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan sangat jelas untuk mendukung, mengawasi, mediator dan menggalang dana dari pemerintah, swasta (dunia usaha/dunia insdustri) serta masyarakat (wali murid), harus dimaksimalkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu.
Menilik masa lalu dunia pendidikan yang ada di Indonesia khususnya di Kabupaten Bener Meriah Pronvinsi Aceh, sebenarnya MBS sudah terlaksana dengan walaupun nama yang berbeda kala itu. Hal ini, terlihat dengan adanya kerjasama, keterbukaan pihak sekolah dan partisipasi masyarakat cukup tinggi dan sangat antusias dalam memajukan pendidikan, sehingga ada rasa memiliki sekolah secara bersama-sama.
Pasca dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dikucurkan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2005, kemudian ditambah tidak adanya transparansi dari pihak sekolah dalam mengelola dana tersebut membuat masyarakat menjadi tak peduli dengan sekolah, apakah tenaga guru, sarana dan prasarana sudah tersedia dengan baik atau belum.
Terkait MBS, jelas regulasi yang mengatur tentang hal ini tertuang dalam Permendiknas No 23 Tahun 2013 Perubahan atas Permendiknas No 15 Tahun 2010 Tentang SPM Pendidikan Kabupaten/Kota Indikator Pencapaian (IP) 27 “setiap Satuan Pendidikan menerapkan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan diperkuat kembali dalam Permendiknas 101 Tahun 2013 tentang Juknis Bos 2014 Poin C, program BOS dan Manajemen Berbasis Sekolah”.
Pasca Tsunami Desember 2004 banyak Negara donor yang masuk memberikan bantuan kepada masyarakat di Aceh, baik yang menjadi korban maupun daerah imbas tsunami. Hal ini terlihat dengan begitu banyaknya dana yang mengalir di Aceh pada masa itu juga dipergunakan untuk revitalisasi dunia pendidikan (fisik dan non fisik).
Dampak dari revitalisasi tersebut tentunya sangat positif namun juga ada yang berdampak negatif, diantaranya semakin berkurangnya partisipasi dan rasa memiliki terhadap fasilitas pendidikan karena segala sesuatunya menggunakan dibayar dengan uang. Hal ini diperparah lagi Sejak pertama kali dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) diluncurkan tahun 2005 sebagai bentuk kompensasi atas pencabutan subsidi bahan bakar minyak. Sehingga persepsi sekolah gratis semakin tertanam dibenak masyarakat karena tidak adanya transparansi.
Dalam kurun 6 (enam) tahun sejak pasca rehab rekon tsunami di Aceh, masyarakat sudah terpatri dengan kata-kata “tidak ada yang gratis” atau “ah, itukan sudah ada dananya”. Tentunya ini sudah memudarkan rasa kebersamaan dan partisipasi dikalangan masyarakat kita karena segala sesuatunya harus dibayar dengan uang.
Manajemen Berbasis Sekolah dalam hal partisipasi masyarakat sebenarnya sudah ada digayo, bahkan di Indonesia secara keseluruhan. Saat ini otonomi daerah dituntut untuk pengelolaan pendidikan secara otonom dengan model MBS.
Dari istilah manajemennya sendiri, fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan.
Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilaksakan pada waktu yang akan datang. Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan. Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsure organisasi agar berfungsi sebagaimana fungsinya.
Pembagian peran antara pihak sekolah dan masyarakat jelas dan saling berketerkaitan antar satu dengan yang lain sesuai porsi masing-masing. Sehingga jika seluruh sekolah yang ada dikabupaten Bener Meriah secara maksimal maka mutu ,pelayanan dan manajemen sekolah semakin baik menuju Indonesia Hebat!
Melihat dinamika ini perlu trik khusus oleh sekolah/madrasah yang ada di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah untuk upaya menumbuhkan kembali resam atau tradisi (partisipasi/rasa kegotongroyongan) yang sudah pudar. Diharapkan, dengan menerapkan MBS pada sekolah/madrasah maka secara sistematis upaya menumbuhkan peran serta masyarakat/partisipasi akan meningkat dalam pengelolaan pendidikan.
*Field Fasilitator PKPM Aceh