Oleh : Husaini Algayoni*
“Ilmuwan tak pernah didengar suaranya tentang tekhnologi dan kelestarian hutan. Politisi dan pejabat sangat egois dan hanya mementingkan diri masing-masing, ketika bencana besar barulah tersadar. Politisi pun hadir antara mencari solusi dan tak tahu diri. “
Tere Liye dalam novel Hujan menyebutkan bahwa manusia rakus sekali seperti virus, hanya obat paling keras yang bisa menghentikannya. Obat paling keras tersebut bukan perang atau epidemi. Obat paling keras adalah bencana alam.
Tere Liye menambahkan penjelasannya dalam novel ini, manusia mungkin saja merasa berkuasa dan spesies paling unggul di atas muka bumi, tapi manusia sebenarnya dalam posisi sangat lemah saat berhadapan dengan alam.
Cerita novel ini terjadi pada tahun 2042 ketika keadaan dunia sudah super canggih dan mewah dengan kemajuan tekhnologinya, walaupun kecanggihan tekhnologi telah diraih, manusia tidak bisa lari dari yang namanya bencana alam seperti gunung meletus, banjir, dan perubahan iklim.
Keberadaan tekhnologi menyebabkan segala aktivitas banyak diperankan oleh robot, ketika bencana alam terjadi, tenaga relawan pun sangat dibutuhkan. Dari itu, bencana datang hadir relawan untuk membantu, dengan harta dan tenaga.
Ada yang menggelitik hati dalam kisah novel ini yaitu dalam keadaan bencana pun masih saja mementingkan kepentingan politik. Para pejabat dalam mengurusi bencana alam hanya basa-basi dan omong kosong saja ketika ada pertemuan, para pejabat tidak pernah berbicara soal ilmu pengetahuan dan pendekatan tekhnologi.
Para politisi sangat egois dan hanya mementingkan diri masing-masing, ketika datang bencana alam yang lebih besar barulah sadar dan baru berbicara soal ilmu pengetahuan dan pendekatan tekhnologi.
Bencana alam di Sumatera terjadi di tiga provinsi, bahkan di satu kabupaten pun banyak titik longsor yang mana gunung banyak mengirimkan pohon ke pemukiman penduduk sebagai tanda alam kepada manusia bahwa keadaan hutan sedang tidak baik-baik saja.
Pemerintah menyebutnya sebagai bencana hidrometeorologi, suatu bencana yang disebabkan oleh curah hujan ekstrim. Kenapa pemerintah tidak menyebutnya sebagai bencana deforestasi?
Bencana alam deforestasi yaitu hutan dapat menyebabkan perubahan iklim, serta bencana alam seperti kekeringan, banjir, dan longsor tanah, penyebabnya adalah penggundulan hutan secara besar-besaran dengan tujuan untuk pemusnahan lahan hutan untuk kepentingan tambang maupun pertanian.
Nah, ketika bencana datang ada yang tersadar bahwasanya tekhnologi dan pngetahuan tentang alam sangat penting bagi kehidupan manusia. Politisi pun sadar dan baru mendengar suara ilmuwan yang sebelumnya seolah tuli mendengar suara ilmuwan tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan.
Hutan sangat penting bagi kehidupan manusia, dari itu ia harus dijaga dengan baik agar hutan tak menangis dan manusia pun aman dari bencana. Hutan dengan kesunyianya membawa kesejukan, namun ketika hutan tak lagi ia membawa tangisan.
Tangisan Hutan
Mandi hutan
Ada keheningan dan kesunyian
Pohon-pohon menari dengan rintikan hujan
Mendamaikan jiwa dan memberikan kesejukan
Menyatu dengan alam dan menyapa dari dunia sunyi
Percakapan sunyi seperti sufi falsafi
Percakapan sunyi tak lagi sunyi
Atas ulah manusia yang mengaku khalifah di bumi
Tangisan hutan
Ada tangisan manusia dan penderitaan
Pohon-pohon ditebang dengan monster kerakusan
Membawa malapetaka dan kerusakan
Hutan menjaga bumi
Dia tenang dengan keindahan dan kelestarian alami
Pesona hijau menembus mata rohani
Manusia bertasbih atas keindahan ciptaan Ilahi
Namun semua sirna dihempas bagaikan Tsunami
Ketika hutan tak lagi sebagai percakapan sunyi
Tangisan Hutan Tangisan penduduk bumi []






