Oleh: Husaini Algayoni*
“Penderitaan berupa kekurangan logistik makanan hingga menempuh jalan kaki yang berlumpur untuk menjemput asa, kehilangan harta benda, hasil pertanian tak lagi membawa senyuman serta penderitaan manusia modern berupa hilangnya jaringan internet.”
Hujan November datang bernostalgia dengan suasana khas dinginnya Datarang Tinggi Gayo, rintikan hujan dan secangkir kopi menambah kesyahduan senja. Petani kopi setiap sore seperti biasa pulang dari kebun dengan baju basah berbalut plastik.
Hujan November menuju Desember Kopi menandakan panen kopi diakhir tahun. Hujan di malam itu ternyata memberi sinyal kepada penduduk bumi bahwasannya akan ada bencana alam.
Hujan yang tak henti hingga tepat pada 26 November 2025 Dataran Tinggi Gayo lumpuh total dan mencekam. Gunung mengirimkan pohon dan bebatuan ke pemukiman penduduk, air mengalir tak lagi bersahabat, hujan turun tak lagi dengan rintikan hening, malam menjadi gelap gulita.
Beras dan minyak kereta menjadi barang langka, posko dan dapur umum didirikan di desa-desa dan pesawat pun terus mendayu di atas langit.
Tak pernah terbayang bencana alam sedahsyat ini dan kelangkaan logistik makanan di depan .mata. Biasanya berita di televisi mengabarkan bagaimana rakyat Gaza menderita karena lapar? Negara-negara Afrika busung lapar? Tsunami Aceh 2004 daratan diratakan dengan air? Dan masih banyak bencana-bencana alam yang kita saksikan di televisi. Namun hari ini, bencana itu telah berada di depan mata dan di daerah sendiri.
Penderitaan berupa kekurangan logistik makanan hingga menempuh jalan kaki yang berlumpur untuk menjemput asa, kehilangan harta benda, perekonomian masyarakat terganggu, hasil pertanian tak lagi membawa senyuman serta penderitaan manusia modern berupa hilangnya jaringan internet. Penderitaan telah dirasakan sejak bencana alam melanda.
Petani cabai dari Ketol Takengon dengan kuat, sabar dan tetesan keringat membawa cabai di atas pundak di Jembatan Umah Besi Bener Meriah atau di perbatan Bener Meriah dan Aceh Utara tepatnya di jalur pendakian berlumpur dan bebatuan di Kecamatan Permata.
Di sini hadir orang-orang kuat dan tangguh membawa beban di atas pundak dengan puluhan liter minyak dan beras di atas pundak.
Dalam ranah filsafat, penderitaan merupakan bagian yang erat dengan eksistensi manusia itu sendiri yang mana penderitaan bisa membawa pada pertumbuhan, berkembang lebih baik dengan nilai-nila yang ada didalamnya. Penderitaan tidak bisa ditolak oleh manusia, karena itu ia harus dihadapi.
Sementara itu dalam diskursus teologi setiap tokoh dan aliran Islam mempunyai pendapat masing-masing. Pendapat umum diyakini umat Islam bahwasannya penderitaan merupakan keniscayaan Allah, Kemahakuasaan dan Rasa Kasih Sayang dan Keadilan Allah.
Penderitaan yang dialami manusia ada dua hal, pasrah atas ketentuan Allah sehingga bersikap fatalistik atau berusaha mengubah keadaan yang telah ditentukan Allah.
Penderitaan sebagai ujian dan pengukuran nilai keimanan seseorang, diterima dengan tabah dan sabar. Di setiap penderitaan yang datang ada hikmah yang tersembunyi dan orang-orang yang berhati bersih dan kesadaran yang luas dapat merasakannya. Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna lillaahi wa innaa ilaihi rajiún”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Segala penderitaan yang dialami selama bencana alam dijawab dengan hati yang suci, hati yang bersih dan diterima dengan hati yang tabah. Ada hikmah yang tersembunyi, ada ribuan tangan yang membantu secara sunyi donasi serta untaian doa yang datang tanpa henti. Terus melangkah dan bangkitlah!
Siap Siaga Ketahanan Pangan
Salah satu penderitaan terberat yang dialami masyarakat adalah mahalnya harga beras dan langkanya tabung gas sehingga tidak bisa memasak. Dari itu, kembali pada lembaran nasihat-nasihat orang tua Gayo terdahulu yang selalu mengedepankan dan mempersiapkan ketahanan pangan serta bertahan hidup dalam keadaan apapun.
Di kebun maupun di persawahan tumbuh berbagai macam tumbuhan dan sayur-sayuran. Baik itu pohon nangka, alpukat, pepaya, ubi jalar, singkong, cabai, bawang, dan lain-lain. Dengan adanya ketahanan pangan tersebut maka ketika bencana alam melanda dan menyebabkan kekurangan logistik bisa membantu masyarakat dalam menanggulangi krisis pangan.
Bahkan di Sri Lanka pohon nangka disebut sebagai beras rakyat karena ketika krisis makanan melanda maka nangka dianggap sebagai penyelamat dapur. Pohon berasnya dikenal sebagai survival food mulai dari buah matang, buah muda, biji, pohon, daun dan getahnya mempunyai manfaat sehingga Sri Lanka menetapkan nangka sebagai buah nasional.
Tak Cuma itu survival life atau kehidupan bertahan hidup dalam keadaan harus siap dihadapi di masa-masa yang akan datang. Kelangkaan tabung gas maka kayu bakar dan menyediakan dapur untuk memasak dengan kayu adalah solusi terbaik dan di saat krisis melanda.
Dari bencana alam November yang dahsyat menghadirkan penderitaan, semoga mengambil pelajaran terpenting bahwasannya manusia tidak bisa menolak yang namanya penderitaan. Dari itu, manusia harus siap menerima dengan sabar dan tabah serta mencari solusi untuk keluar dari penderitaan tersebut sehingga hidup terus berjalan dan tidak dinamis.
Begitu juga dengan manusia agar tidak merusak hutan dengan kerakusan yang ada. Sama-sama menyayangi alam dan mencintai hutan agar gunung tak lagi marah, alam dan manusia adalah satu kesatuan yang saling menjaga agar kaharmonisan dan kelestarian terjaga hingga masa-masa yang akan datang. []







