Skandal 7 Pemain Naturalisasi Bodong Malaysia: Mungkinkah AFC Tidak Terlibat?

oleh

Oleh: Win Wan Nur*

Kalau ada konfederasi sepak bola paling tidak kredibel di muka bumi, jawabannya mudah: AFC. Konfederasi Asia ini telah menjelma menjadi simbol bagaimana kekuasaan bisa menelan habis nilai sportivitas.

Fair play, transparansi, dan integritas — semua hanya jargon di spanduk pertandingan, bukan prinsip yang mereka jalankan.

Kita sudah melihat buktinya berkali-kali.
Di Piala Asia Qatar, tuan rumah bukan hanya bertanding, tapi juga diistimewakan dari jadwal hingga keputusan wasit. Di Piala Asia U-23, Indonesia diperlakukan seperti musuh sistemik.

Gol dianulir tanpa alasan, penalti diabaikan, dan kartu merah muncul seperti pesanan. Semua orang tahu: itu bukan kesalahan manusia, itu rekayasa struktural.

Lalu di Kualifikasi Piala Dunia ronde ketiga, India menjadi korban lain. Mereka dirugikan oleh keputusan wasit absurd, namun setiap protes mereka tenggelam dalam diamnya AFC.

Dan di Piala Asia U-17 di Arab Saudi, Uzbekistan hampir disingkirkan oleh kombinasi keputusan kontroversial dan keberpihakan tuan rumah. Namun berkat ketangguhan mereka, Uzbekistan justru keluar sebagai juara — bukti bahwa masih ada tim yang bisa menang melawan sistem.

Semuanya menunjukkan satu pola: AFC berat sebelah terhadap blok Arab, dan di luar blok itu, ada satu anak emas — Malaysia.

Dari Insa Bersaudara ke Naturalisasi Ilegal

Untuk memahami bagaimana Malaysia bisa begitu “kebal,” kita harus mundur ke awal.
Sekitar tahun 2017–2018, dua pemain asing asal Spanyol — Kiko Insa dan Natxo Insa — tiba-tiba mendapatkan status warga negara Malaysia dan langsung dipanggil ke tim nasional.

Masalahnya, tidak ada satu pun bukti kuat bahwa mereka memiliki darah Malaysia.
Tidak ada catatan silsilah, tidak ada dokumen keluarga, hanya klaim sepihak yang entah dari mana asalnya.

Namun, FAM meloloskan keduanya tanpa hambatan. Dan yang lebih mengejutkan, AFC tidak bersuara. Padahal, di kasus lain seperti Timor Leste, yang memakai pemain berdarah Brasil tanpa dokumen kuat, AFC langsung bertindak kejam: diskualifikasi, penghapusan poin, dan larangan bertanding.

Tapi ketika pelakunya Malaysia, AFC bungkam seribu bahasa.

Inilah momen awal di mana publik mulai curiga: ada sesuatu di balik hubungan AFC dan Malaysia.

Karena kalau aturan hanya ditegakkan untuk negara kecil, tapi diabaikan untuk negara tempat AFC berkantor, itu bukan sekadar kelalaian — itu favoritisme yang vulgar.

Kasus 2023: Ketika AFC Menutup Mata

Masuk ke tahun 2023, isu naturalisasi ilegal muncul lagi. Beberapa media di Asia Tenggara menyebut ada kejanggalan administratif dalam proses kewarganegaraan sejumlah pemain Malaysia, termasuk ketidaksesuaian dokumen imigrasi dan status FIFA mereka.

Namun lagi-lagi, AFC tidak pernah membuka penyelidikan resmi.

Sumber dalam FAM bahkan menyebut kasus itu diselesaikan “secara internal.”
Tidak ada publikasi, tidak ada konferensi pers, tidak ada sanksi. Artinya, AFC tahu ada masalah, tapi memilih diam demi menjaga citra anak kesayangannya.

Dan kini, tahun 2025, bom waktu itu meledak. Skandal tujuh pemain naturalisasi ilegal akhirnya mencuat dan diselidiki langsung oleh FIFA.

Tujuh pemain yang terlibat dalam kasus tersebut adalah Gabriel Felipe Arrocha, Facundo Tomas Garces, Rodrigo Julian Holgado, Imanol Javier Machuca, Joao Vitor Brandao Figueiredo, Jon Irazabal Iraurgui, dan Hector Alejandro Hevel Serrano.

Sebagian besar dari mereka tidak memenuhi kriteria dasar FIFA untuk naturalisasi, yaitu bloodline (keturunan) atau five-year residency rule.

Mereka bahkan belum cukup lama tinggal di Malaysia ketika debut — tapi sudah dimainkan dalam laga resmi. Dan lagi-lagi, AFC membiarkan semuanya berjalan sampai akhirnya FIFA turun tangan.

TMJ dan Bocornya Rahasia AFC

Yang paling mengejutkan bukan cuma nama-nama pemain, tapi cara rahasia penyelidikan bocor. Dalam sebuah wawancara dengan gaya khasnya yang arogan, Tunku Mahkota Johor (TMJ) dengan santai mengatakan:

> “Saya sudah bertanya ke AFC siapa yang melapor, dan mereka bilang bukan Federasi Vietnam.”

Kalimat itu terdengar sederhana, tapi implikasinya luar biasa besar. Identitas pelapor adalah informasi rahasia dalam proses investigasi disipliner FIFA dan AFC.
Tidak boleh diungkap ke publik, apalagi kepada pihak yang sedang diperiksa.

Jadi, pertanyaannya: kenapa seorang individu seperti TMJ bisa bertanya langsung ke AFC dan mendapatkan jawaban seperti itu?

Dan lebih parah lagi — kenapa AFC menjawabnya dengan santai, seolah itu bukan pelanggaran etik?

Ini bukan sekadar “kedekatan personal.”
Ini bukti bahwa AFC dan Malaysia punya hubungan informal yang berbahaya, di mana batas antara pengawas dan terlapor sudah hilang.

Jika rahasia penyelidikan saja bisa dibocorkan ke bangsawan klub Malaysia, bagaimana publik bisa percaya pada integritas AFC?

Kasus Justinus Laksana: Reaktif pada yang Kecil, Diam pada yang Besar

Kecurigaan itu makin kuat ketika muncul reaksi berlebihan AFC terhadap Justinus Laksana, seorang pundit Indonesia.
Dalam sebuah podcast santai, Justinus menyebut,

> “Malaysia lagi galau, kabarnya ada masalah naturalisasi ilegal.”

Padahal saat itu belum ada media besar yang menulis isu itu. Namun ajaibnya, AFC langsung menegur Justinus melalui saluran resmi.

Mereka menyebut ucapannya “tidak berdasar” dan “bisa merusak reputasi federasi anggota.”

Pertanyaannya: kenapa AFC begitu cepat bereaksi terhadap seorang komentator kecil dari negara lain — sementara terhadap TMJ yang membocorkan rahasia, mereka diam seribu bahasa?

Itu bukan kebetulan. Itu adalah pola: AFC lembek terhadap kekuasaan, keras terhadap yang tidak punya kuasa. Dan semakin lama, pola ini menjelma menjadi sistem proteksi tidak resmi bagi Malaysia.

Wasit dan Penentuan Tuan Rumah: Sistem yang Dikontrol

Kedekatan ini juga terlihat dalam penunjukan tuan rumah ronde keempat kualifikasi Piala Dunia 2026, yang sarat kejanggalan.

Prosesnya tidak transparan, kriterianya tidak diumumkan, dan keputusan akhirnya justru menguntungkan blok negara Arab dan Malaysia.

Bahkan, dalam daftar wasit, terlihat pola seleksi yang mencurigakan — wasit yang pernah merugikan Malaysia tak pernah dipilih lagi, sementara yang “ramah” pada FAM justru rutin memimpin pertandingan penting.

Dari Qatar sampai Kuala Lumpur, dari Saudi sampai Doha — AFC telah menjadi mesin politik yang menutupi kepentingan segelintir negara, bukan organisasi olahraga.

Penutup: Sebuah Skandal yang Mengupas Wajah Asli AFC

Jadi kalau hari ini kita bertanya,

“Apakah AFC tahu tentang naturalisasi ilegal Malaysia?”

Jawabannya jelas: AFC bukan cuma tahu — mereka bagian dari masalahnya.

Mereka tahu sejak kasus Insa bersaudara.
Mereka diam di 2023. Mereka melindungi Malaysia di 2025. Dan mereka bahkan membocorkan rahasia investigasi kepada TMJ.

Inilah wajah asli AFC hari ini:
sebuah konfederasi yang sudah lama kehilangan rasa malu, kehilangan integritas,
dan kehilangan hak moral untuk berbicara tentang fair play. []

Comments

comments