Daya Beli Menurun, Apa Dampaknya?

oleh
Aktivitas pasar tradisional di Jalan Peteri IjoTakengon. (Kha A Zaghlul)

Catatan Muhammad Syukri*

“Sudah seminggu belum ada buka dasar,” ungkap Feri (55) pedagang kain di Pasar Bale Atu Takengon.

Bukan hanya Feri, Bobby (40) pemilik cafe di kawasan Mencikey Pinangan juga mengakui lesunya kunjungan pelanggan ke cafenya.

Bahkan Pak Adi (50) pengusaha santan peras mengungkapkan penurunan penghasilan dalam beberapa bulan terakhir.

“Biasanya sampai pukul 10 pagi, saya sudah mengantongi Rp 700 ribu. Sekarang, hanya Rp 60 ribu,” ungkap Pak Adi di kedainya kawasan Bale Atu.

Begitulah fragmen yang dihadapi pegiat UMKM. Apakah pembaca merasakan indikasi itu?

Sesungguhnya itu bukan sesuatu yang normal, tetapi indikasi awal atau semacam alert system. Bahwa di daerah ini sedang terjadi kelesuan ekonomi. Kelesuan itu antara lain disebabkan oleh menurunnya daya beli.

Apa itu daya beli? Daya beli adalah kemampuan individu, rumah tangga, atau masyarakat untuk membeli barang dan jasa dengan pendapatan yang mereka miliki.

Artinya, semakin banyak barang dan jasa yang bisa dibeli dengan pendapatan tertentu, semakin tinggi daya beli seseorang.

Sebaliknya, jika harga barang naik tetapi pendapatan tetap, daya beli akan menurun karena jumlah barang atau jasa yang bisa dibeli menjadi lebih sedikit.

Pemahaman tentang konsep itu sangat penting bagi pemangku kepentingan dalam menjaga stabilitas ekonomi suatu kawasan. Kenapa? Karena indikasi itu mencerminkan trend kesejahteraan masyarakat.

Singkatnya, apabila daya beli meningkat, aktivitas ekonomi cenderung lebih dinamis. Sementara penurunan daya beli bisa menyebabkan perlambatan ekonomi.

Apabila pelambatan ekonomi tak terhentikan, dipastikan target pertumbuhan ekonomi yang direncanakan dalam RPJMD tidak akan tercapai.

Tiada pilihan lain, para pemangku kepentingan perlu mengambil langkah taktis dan strategis untuk secepatnya mendongkrak daya beli masyarakat. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.