REDELONG-LintasGAYO.co : Perilaku Lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) kini menyasar anak-anak di bawah umur di Kabupaten Bener Meriah.
Dalam beberapa hari terakhir, sebuah video beredar menunjukan aksi tak senonoh yang dilakukan sekelompok anak perempuan yang masih di bawah umur lewat live TikTok.
Kondisi ini sangat begitu miris. Diduga, aksi sekelompok remaja tersebut berada di daerah Bener Meriah.
Seorang Psikolog Bener Meriah, Ismi Niara Bina mengaku juga sudah mendengar aksi LGBT melibatkan anak dibawah umur dalam video berdurasi 50 detik itu.
“Sudah saya lihat, sangat begitu miris. Memang kasus serupa sudah terjadi di Kabupaten Bener Meriah, ada beberapa kasus yang kita tangani,” ungkap Ismi Sabtu, 3 Mei 2025.
Ismi mengatakan, terjadinya kenakalan remaja bermula dari kurangnya pemahaman orang tua terhadap tahap tumbuh kembang seorang anak.
Seharusnya kata dia, orang tua harus paham bahwa anak yang masuk ke fase remaja akan banyak perubahan dan banyak gejolak yang dialami.
“Kenapa harus paham, supaya bisa mengarahkan anak ke masa berikutnya. Dimasa remaja, anak-anak sudah bisa memilih apa yang dia suka, tidak terlalu bergantung kepada orang tua,” katanya.
Sambung Ismi, dalam kondisi masa remaja, orang tua harus paham bahwa itu adalah tahapan perubahan, bukan tahapan anak membangkang kepada orang tua.
“Jadi orang tua jangan menganggap negatif dengan cara memarahi anak yang dapat berefek seorang anak menjauh dari orang tua,” kata Ismi.
Dia menegaskan, anak dimasa remaja telah disibukan bermain bersama teman-teman sebaya mereka. Maka, kata Ismi, hubungan anak tidak boleh menjauh dari orang tua.
“Jika sudah menjauh dari orang tua, maka anak akan lebih memilih mendengarkan teman – temanya, karena temannya lebih cenderung menerima dia apa adanya. Temannya juga tidak pernah marahin dia, efeknya apa? Si anak akan terjerumus ke arah kenakalan remaja,” ungkapnya.
“Jadi para orang tua harus merangkul anakzanaknya. Ajak mereka berbicara, jangan menjauh dari mereka,” ujarnya.
Faktor kenakalan remaja selanjutnya, kata Ismi, anak yang berasal dari keluarga broken home atau istilah yang merujuk pada keluarga yang tidak lagi utuh karena berbagai alasan seperti perceraian.
Namun menurutnya, broken home tidak hanya istilah perceraian, tapi ada orang tuanya yang masih bersama – sama, namun kondisinya tidak harmonis. Kondisi ini juga dapat berdampak signifikan terhadap perkembangan psikologis anak.
“Jadi, meski kita sebagai orang tua ada masalah, tolong jangan kesampingkan hak anak, jangan sampai anak kehilangan orang tua,” harap Ismi.
Selain itu, dirinya beharap kepada para orang tua juga tetap menjaga lingkungan tempat anak bermain. Menurut Ismi, tumbuh kembangnya anak di usia remaja berpengaruh dari faktor lingkungan.
“Nah, yang perlu digaris bawahi adalah seorang remaja dapat pengaruh orientasi seksual yang menyimpang awalnya tidak menerima, pasti ada kejolakan batin, ia anggap hal itu benar atau tidak,” katanya.
Di fase itu, sambung Ismi, jika anak tersebut dekat dengan oran tua, maka kehangatan, penerimaan serta kasih sayang orang tuanya bisa menjauhkan anak dari orientasi seksual yang menyimpang.
“Tapi, kalau hubungannya tidak dekat dengan orang tua, maka ia lebih memilih mendengar lingkungan yang mengarah ke penyimpangan. Jadi, kondisinya murni pengaruh lingkungan dan dipersulit lagi dengan kondisi komunikasi yang tidak baik bersama orang tua,” tutup Ismi.
Sementara itu, terkait video LGBT, dirinya belum mengetahui alamat keberadaan anak-anak yang ada dalam video tersebut. Padahal Ismi mengaku akan melakukan pendampingan kepada anak yang menjadi korban.
[Darmawan]