Rindu Abu Kuta Krueng

oleh

Catatan Muhammad Nasril*

Namanya begitu lekat di hati rakyat Aceh, para santri, dan siapa saja yang pernah bertemu atau mendengar nasihatnya. Beliau adalah Tgk. H Usman Ali atau yang lebih dikenal dengan Abu Kuta Krueng, seorang ulama kharismatik Aceh yang kehadirannya selalu dirindukan.

Beliau menjadi tempat bertanya, tempat mencari ketenangan, bahkan tempat menemukan makna dalam kehidupan yang penuh gejolak.

Petuah-petuahnya sangat menyejukkan, bukan sekadar kata-kata, tetapi juga tuntunan hidup yang dijalankan dengan penuh keteladanan.

Sungguh, sosoknya luar biasa, tutur katanya penuh hikmah dan kasih sayang. Sosoknya yang teduh meneduhkan siapa saja yang bertemun dan mendengar petuahnya, kehadirannya selalu membawa ketenangan dan kedamaian.

Pernah suatu ketika pada tahun 2019 di saat kami berkunjung ke Dayah Darul Munawwarah, Kuta Krueng, Pidie Jaya, tempat dimana beliau menerangi ribuan santri dan sekaligus pimpinan dayah tersebut.

Kala itu beliau bercerita kepada kami tentang kisah perjalanan beliau menuju Baitullah dari Aceh dengan menggunakan kapal laut.

Kisah itu diceritakannya dengan penuh semangat, mengenang masa-masa yang telah berlalu, sesekali membuat kami tertawa dalam alunan cerita yang menghangatkan hati.

Sambil menikmati kopi susu di kantin dayah, beliau berbagi kisah tersebut kepada kami. Ternyata saat dalam kapal itu, beliau sering diminta jamaah lain untuk menjadi imam. Beliau sering dipanggil Tgk Cek saat itu.

Pada kesempatan lainnya, pada tahun 2020, usai beliau melakukan Peu Phon Kitab (memulai membaca kitab) untuk santri, kami menunggu beliau di tempat yang sama.

Dengan penuh kehangatan, beliau meluangkan waktu sejenak untuk kami. Dengan senyum penuh ketulusan, beliau menyampaikan nasihat yang menyejukkan hati.

Momen itu menjadi kemuliaan dan kehormatan bagi kami, diberikan kesempatan bertemu dan mendengar nasihat yang penuh hikmah.

Tentu, setiap pertemuan meninggalkan kesan tersendiri, apalagi dengan sosok ulama yang begitu dicintai masyarakat. Pengalaman ini menjadi kenangan berharga yang akan terus membekas dalam hati kami.

Terimakasih Abu yang telah mengajarkan pesan Baginda Nabi kepada kami, bahwa lebih baik diam daripada mengucapkan kata-kata yang tidak bermanfaat dan menyakiti orang lain.

Engkau juga mengajarkan tentang dakwah dengan mau’idhah hasanah, bukan sekadar menyampaikan, tetapi juga tentang menanamkan kebaikan dengan kasih sayang, membimbing dengan kebijaksanaan, dan menginspirasi dengan keteladanan.

Kini, suara lembut itu tak lagi terdengar, nasihatnya tinggal dalam ingatan, dan kami hanya bisa merajut rindu dalam doa. Allah lebih menyayangimu, Abu, daripada kami. Terima kasih, Abu, telah menerangi umat.

Abu telah pergi pada Kamis, 13 Februari 2025. Kepergiannya menyisakan air mata bagi rakyat Aceh. Kabar tentang kepergian beliau beredar cepat dan tentunya meninggalkan duka.

Komplek Dayah Darul Munawwarah disesaki masyarakat yang akan mengantarkan kepergiannya. Masyarakat dari berbagai daerah datang bergantian untuk ziarah dan takziah di hari-hari berikutnya. Sungguh beliau sangat mulia!

Abu, engkau telah pergi, tetapi cahaya ilmu dan teladanmu tetap abadi dalam hati kami. Semoga Allah menempatkanmu di surga yang tinggi bersama para anbiya dan shalihin. Amin. Al-fatihah. []

*Mahasiswa Aceh di Jakarta, Awardee BIB-LPDP S3 Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.