Oleh : Yan Budianto
Seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan baik pribadi maupun kendaraan umum, meningkat pula akan kebutuhan lain, diantaranya keinginan untuk berwisata. Kenapa? karena telah tersedianya sarana transportasi untuk berpergian.
Kondisi ni semakin dirasakan 2 dasawarsa kebelakang ini yang semakin tahun terus meningkat walaupun pernah menurun akibat wabah covid-19 yang melanda Indonesia dan internasional, namun kini bangkit menggeliat kembali.
Peluang pasar ini, mulai dilirik oleh para pegiat pariwisata, yang salah satu contohnya adalah wisata di Bur Telege dan Puncak Leweng yang diinisiasi oleh Desa/ Kampung yang kebetulan merupakan Kampung yang bertangga di sekitar pinggiran kota Takengon.
Kalau kita lihat potensi keindahan dari kedua lokasi wisata ini, memang punya daya tarik yang menawarkan pemandangan kota Takengon dan panorama Danau Laut Tawar dari ketinggian.
Sehingga Desa di sekitarnya ber-inisiatif untuk membangun pariwisata, karena banyak peluang bisnis yang akan bisa diraih untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Namun dalam hal ini penulis bukanlah membahas objek wisatanya tetapi ingin menguji pribahasa orang bijak yang konon katanya Sarana Transportasi merupakan urat nadi dari perekonomian.
Jalan menuju Bur Telage seingat penulispun sudah ada, yang menurut cerita orang tua dulu dibangun tanpa menggunakan alat berat sebagai jalan kendaraan roda empat untuk mengambil getah pinus oleh Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), sebagai bahan baku terpentin.
Namun sejak perusahaan tersebut tidak beroperasi lagi kondisi jalannya terbengkalai.
Diawal tahun 2000-an Pemerintah Daerah mulai meningkatkan pembangunan jalan ke Bur Telege dengan tetap mempertahankan jalur (trase) jalan yang ada.
Dan sejak itu orang mulai melancong ke Bur Telege dan potensi ini dimanfaatkan oleh BUMDes Hakim Bale Bujang menjadikannya sebagai destinasi wisata baru yang kini telah berkembang cukup pesat.
Selain destinasi wisata juga sudah berdiri juga hotel/homestay yang kini cukup di kenal oleh wisatawan lokal maupun secara nasional.
Dengan bercontoh pada wisata Bur Telege, destinasi wisata Puncak Leweng pun mulai digarap dan Pemerintah pun berinvestasi, dengan tujuan ingin mendongkrak wisata dengan ikut membangun jalan baru menuju ke Puncak Leweng.
Alat beratpun turun sehingga selesailah proyek dan fasilitas wisata di Puncak Lewengpun mulai ditata.
Di awal-awalnya mulai pengunjung datang namun sayang walaupun sudah ada sarana jalan tapi pengunjung yang ingin menuju destinasi wisata harus berjalan kaki.
Karena apa, kendaraan roda duapun sulit berjalan apalagi ronda empat sehingga banyak pengunjung mengatakan Dop koro surut (kerbau saja mundur), lambat laun tidak ada lagi pengunjung dan kini tinggal wisata tak bertuan.
Mengapa ini terjadi, karena kondisi teknis jalan yang dibangun tidak mengikuti persyaratan teknis yang ditentukan.
Penyebabnya, apakah jalur jalan yang dibangun tidak direncanakan dan diawasi dengan baik atau hanya mengikuti jalur yang dibuat oleh operator alat berat.
Kita tentu tak tau, tetapi yang yang jelas investasi ratusan juta tidak dapat dimanfaatkan dan keinginan awal meningkatkan perekonomian rakyat jadi nihil.
Dalam hal ini penulis hanya sekedar mengingatkan pentingnya peran teknis dalam sebuah pembangunan. Berizin. []