Oleh : Prof. Dr. Lukman Hakim, M.Ag*
Minggu lalu dan Prof. Dr. Salman Abdul Muthalib, Lc. M.Ag. berkesempatan berkunjunng ke Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah dalam rangka Survey Indek Pembangunan Syariat, penelitian kerja sama Pusat Kajian Pendidian Masyarakat (PKPM) Aceh dengan Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh.
Dalam rangkaian penugasan itu kami berkesempatan mengobservasi secara langsung dinamika sosial keagamaan di dataran tinggi yang terkenal dengan suhu alam yang dingin dan menyejukkan itu.
Secara umum nampak jelas bahwa kehidupan sosial keagaman di dataran tinggi berjalan dengan baik dan harmoni, seharmoni bahasa dan pemandangan alamnya yang adem. Namun kondisi ini tidak bermakna bahwa semua berjalan sempurna sehingga tidak memelukan sentuhan dan polesan bijak semua pemangku kebijakan disana.
Pembangunan berkelanjutan dalam sosial keagaman, budaya dan pendidikan masih perlu terus diperkasakan.
Selama ini kita mengenal masyarakat Gayo adalah masyarakat religius dalam artian bahwa nilai-nilai agama menjadi panutan yang hidup disana.
Nilai-nilai agama juga kemudian menyatu dalam konstruksi adat masyarakat Gayo seperti adat sumang opat yang didalamnya memuat tuntunan etika yang cukup islami. Selanjutnya keberadaan sarak opat yang memastikan ketegasan norma dapat berjalan juga perlu dilestarikan.
Dengan demikian integrani nilai agama dan nilai adat ini dapat menjadi modal dalam membangun tatanan masyarakat Gayo yang berperadaban.
Dari Komitmen Para Tokoh ke Gagasan Wisata Islami
Dalam kunjungan penelitian ini kami juga sempat menjumpai beberapa tokoh untuk sekedar bersilaturahim sembari menyeruput segelas kopi Gayo yang beraroma khas.
Dari beberapa tokoh yang sempat kami temui kami menemukan adanya satu kesamaan tekat untuk memberikan khidmat terbaik bagi pembangunan dataran tinggi terutama Kabupaten Aceh Tengah.
Disela penugasan kami untuk mengumpulkan data penelitian kami menyempatkan diri berkunjung ke kampus Institut Agama Islam Negeri Takengon. Kami merasakan adanya dinamika dan aura berbeda dari kunjungan kami sebelumnya.
Hal ini nampak jelas dari suasana keakraban, jalinan ukhwah dan senyuman semua civitas akademika yang semakin menyerlah. Bahasa tubuh mereka telah mengambarkan bahwa semua siap bahu membahu membawa perubahan bagi lembaga pendidikan keagamaan tersebut
Dalam kunjugan ini kami disambut oleh Bapak Rektor, Prof. Dr. Ridwan Nurdin, MCL dengan segala kemulian. Dari bincang-bincang santai dibumbui selera humor yang menjadi penciri kepribadiannya Prof. Ridwan benyak bercerita tentang dinamika kampus, rencana pembangunan kampus kedepannya. Dalam rencananya bapak rektor telah memikirkan tentang kemandirian kampus dan kepengembangan program studi dengan rencana penumbuhan prodi Ilmu Syariah.
Dari banyak hal yang dibicarakannya, menurut Prof. Ridwan ada satu hal menjadi fokus pengembangan pendidikan yang ingin beliau wujudkan yaitu perbaikan ruh keagaman dan etika masyarakat. Semangat ini harus menjadi tujuan pendidikan yang harus digerakkan bersama sehingga akan mewujudkan masyarakat islami dan beradap. Masyarakat yang secara kolektif miliki kesadaran amar makruf nahi mungkar.
Selain bersilaturrahim dengan bapak Rektor, kami juga sempat dijamu oleh Bapak Haili Yoga sebagai bupati Aceh Tengah terpilih untuk menyeruput segelas kopi di kediamannya.
Dalam obrolan santainya Bapak Haili Yoga sempat menyampaikan beberapa rencana pembangunan yang akan beliau laksanakan pasca pelantikannya nanti pada Februari 2024.
Dalam beberapa hal beliau akan menduplikasi beberapa program yang pernah beliau lakukan selama menjadi PJ Bupati di Bener Meriah seperti menggalakkan kebiasaan membaca al-Quran bagi seluruh masyarakat Aceh Tengah, harapan mewujudkan kampung Qurani dan mengerakkan masyarakat untuk shalat berjamaah.
Bapak Haili Yoga mengatakan bahwa beliau akan memulai perbaikan masyarakatnya berbasis masjid. Menjadikan masjid sebagai titik awal menggerakan komitmen, kesadaran untuk membangun bersama.
Tentunya ide ini, mungkin teradopsi dari sirah Rasullullah yang berhasil membangun masyarakat Madinah berbasis masjid. Capaian Rasullah ini kemudian menjadi referensi cita-cita masyarakat madani hingga hari ini. Mungkin cita-cita inilah yang ingin diejawantahkan oleh bapak Haili Yoga dalam perannya sebagai bupati Aceh Tengah nantinya.
Dalam diskusi singkat beliau sempat menyebutkan visi besar yang ingin diwujudkan adalah menjadikan Takengon menjadi Kota Wisata Religi.
Beliau memaparkan bahwa potensi alam mulai suhu dingin, danau Lut Tawar yang eksotik, pemandangan alam indah, berikut tradisi lokal yang unik akan menjadi daya tarik wisata jika dikembangkan secara baik. Potensi alam dan modal budaya inilah yang menurut beliau harus dipoles dengan sentuhan agama untuk mempertegas karakteristik masyarakat Takengon yang religius dan berbudaya.
Mengenai apakah memilih istilah “wisata religi” atau “wisata islami” memang masih membutuhkan kajian akademis yang memadai. Namun dalam penggunaannya istilah “wisata religi” diberikan kepada daerah atau wilayah yang memiliki objek wisata berupa tempat ibadah dan monumen keagamaan.
Namun penyebutan religi lebih kepada nisbah keagaman secara umum baik Islam, Kristen Hindu, Budha dan lain lain. Jika kita mengacu kepada pendefinisian ini mungkin tidak terlalu cocok untuk Takengon yang Islami. Jika yang dimaksudkan membangun wisata Takengon dengan sentuhan nilai Islam maka istilah yang lebih bersesuian adalah “wisata islami”.
Bapak Haili Yoga memiliki azam yang kuat untuk mengembangkan segenap potensi wisata di Takengon menjadi lebih islami. Dalam artian nilai-nilai Islam harus menjadi ruh bagi pengembangan wisata dalam berbagai dimensinya.
Misalnya tradisi pacuan kuda yang kini menjadi sebuah tradisi lokal harus diperkenalkan sebagai sebuah tradisi islami bahwa dalam hadist Rasullah menganjurkan umat Islam mengajarkan anak-anaknya berkuda dan memanah. Selanjutkan dalam simbol2 kerawang Gayo juga harus mepresentasikan seni Islam yang di dalammnya ada pesan ketauhidan.
Selanjutnya pesona alam Gayo yang eksotik harus dibungkus dalam sebuah kesadaran kreasi Allah yang maha Agung. Perenungan bahwa alam ini adalah ciptaan Allah yang harus dihayati dan dilestarikan.
Menumbuhkan penghayatan bahwa potensi alam yang memukau ini adalah anugerah Allah yang harus disyukuri dan karenanya kita harus selalu menunjukkan kebersahabatan bersama alam dan kehambaan di hadapan Allah.
Semoga dengan kolaborasi segenap sumber daya insani di dataran tinggi Gayo sebuah Cita Mewujudkan Takengon sebagai Kota Wisata Islami akan segera menjadi kenyataan. Amin Ya Rabbal Alamin…!
*Dosen Teologi Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh dan Pengurus Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) Prov Aceh.