Oleh : Dr. Jamhuri Ungel, MA*
Keberadaan pemimpin dalam sebuah pemerintahan mulai dari presiden, gubernur, bupati sampai kepada kepala desa adalah wajib. Ini merupakan kesepakatan ahli agama, utamanya agama Islam.
Karena pentingnya ke-ada-an pemimpin sampai-sampai ulama tidak mempermasalahkan siapa yang harus menjadi pemimpin, sampai kepada masalah agama tidak dipermasalahkan.
Hanya saja bila ada orang yang memenuhi kriteria yang melebih orang lain pasti tetap lebih diutamakan.
Ketika dilihat dari segi kelebihan dibanding dengan orang lain, tentu dilihat dari potensi yang dimiliki.
Banyak upaya yang dilakukan untuk melihat potensi diri seseorang yang akan menjadi pemimpin, diantaranya :
Pengenalan diri dari rekam jejak.
Artinya semua orang mempunyai masa lalu dan pengalaman dalam berbuat sebagai hasilnya adalah kebaikan atau ketidak baikan, penilaian kebaikan dan ketidakbaikan seseorang bisa dilihat dari apa yang dikatakan oleh orang lain tentang dirinya.
Orang lain lebih merasakan apa yang menjadi hasil dari sikap dan perilaku seseorang, di samping juga prilaku dan seseorang hanya dapat dilihat dan dinilai oleh orang lain, karena itu nilai moral adalah nilai yang paling tinggi bagi seorang yang akan menjadi pemimpin.
Kendati posisi moral lebih tinggi dari segalanya, tentu untuk dijadikan seorang pemimpin tidaklah cukup hanya dengan moral, karena moral yang baik dapat ditemukan pada setiap orang apakah orang yang bersekolah atau juga orang tidak bersekolah, sedangkan orang yang berilmu lebih terbatas pada orang-orang yang mencari ilmu.
Tidak memadai dengan moral dan ilmu, tetapi calon pemimpin dan juga pemimpin harus orang yang cerdas.
Dengan kemajuan teknologi saat ini orang akan selalu berbicara dengan kecerdasan, karena masalah moral adalah yang adalah masalah fundamental, maka moral yang dibangun adalah moral dalam kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang dicari dan didapat juga harus berhubungan dengan kecerdasan.
Ketiga potensi diri di atas harus ada pada setiap pemimpin, dalam Islam nabi Muhammad mengatakan dengan hadisnya “saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Artinya dengan keadaan masyarakat Arab yang tidak mengamalkan ilmu mereka (jahiliyah) diperlukan adanya sosok yang memiliki moral yang dapat dijadikan contoh (uswah) oleh semua masyarakat untuk menuju kearah kemajuan berkebaikan.
Masyarakat Jahiliyah pada masa sebelum datangnya nabi bukanlah masyarakat yang tidak bisa membaca dan menulis, buktinya mereka memiliki penyair dan syairnya yang sulit ditandingi sehingga turun al-Quran berupa firman Allah yang memiliki syair yang tinggi di samping sebagai tandingan syair-syair masyarakat jahiliyah juga berisikan petunjuk dan ajaran untuk menuju kemajuan berkebaikan untuk umat manusia.
Maraknya kejahatan yang terjadi dalam masyarakat saat ini, seperti , Perzinahan/pelecehan seksual, Pernikahan di usia muda (secara fisik dan pikiran belum matang), Pencurian, Balapan liar, Narkoba, Bunuh diri,. Rentenir, Judi (Urutan kejahatan dalam tulisan ini tidak mempunyai alasan logis dalam pengurutannya hanya diurutkan secara acak).
Secara Keseluruhan kejahatan-kejahatan tersebut sudah dianggap sebagai suatu perbuatan biasa dan tidak ada hukum yang dapat memberi solusi, ini merupakan indikator rusaknya moral.
Karena itu orang yang dapat memperbaiki dan yang dapat memberi solusi adalah orang yang memiliki moral, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas.
Masyarakat terus berubah menuju kesempurnaannya, semakin hari manusia dan masyarakat semakin berkembang.
Perkembangan dan kemajuan budaya manusia tidak dapat dihentikan walau sejenak, cepat lambatnya perkembangan hudaya manusia sangat tergantung kepada pengetahuan manusia itu sendiri, masyarakat yang mempunyai pengetahuan yang tinggi maka kebudayaan juga tinggi tetapi juga manusia mempunyai penyegetahuan yang rendah tentu kebudayaan mereka akan menjadi lamban berkembang.
Bayangkan bila seorang pemimpin yang akan membawa masyarakatnya menuju kemajuan tidak mengetahui apa yang menjadi keharusan masyarakat yakni kemajuan, masyarakat akan merasa apa yang menjadi keharusan bagi mereka tidak didapatkan.
Seperti, masyarakat yang menginginkan kemudahan dalam pemasaran produk mereka, tetapi pemimpin tidak sampai pengetahuannya tentang kebutuhan masyarakat, maka masyarakat akan menjadi malas berusaha dan akan berakibat pada kemiskinan.
Ketika generasi muda tamatan Perguruan Tinggi tida diperhatikan dan menganggap mereka sama dengan masyarakat yang tidak bersekolah maka generasi muda akan menganggap bersekolah tidak ada manfaatnya, sehingga terjadilah kebodohan dalam masyarakat, demikian juga dengan hal-hal lain yang disebabkan ketidak berpengetahuannya pemimpin.
Dunia sekarang tidak lagi banyak berbicara masalah moral sebagaimana disebutkan, demikian juga dengan ilmu.
Karena moral dan ilmu dianggap sebagai bagian dari diri manusia yang tida bisa lepas, sehingga manusia menganggap bahwa yang namanya manusia adalah berilmu dan bermoral, mereka akan menyisih orang yang tidak bermoral dan tidak berilmu dari pikiran mereka, sehingga mereka menciptakan kecerdasan (malah kecerdasan buatan).
Dimana kecerdasan ini akan digunakan oleh mereka yang mempunyai moral dan berilmu pengetahuan.
Lalu mampukan potensi diri pemimpin kita kedepan mampu membawa masyarakat luas ke arah tersebut, bila mereka sanggup maka masyarakat akan menjadi mudah dan apabila pemimpinnya tidak mampu maka masyarakatnya akan terheran-heran melihat kemajuan disekitar mereka.
*Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh