[Cerpen] Berkunjung ke Umah Pitu Ruang

oleh

Oleh: Keysha Salsabila*

Suasana di Sekolah Menengah Pertama Atas (SMP) 4 Aceh Tengah terlihat sangat ramai. Semua siswa sudah mengenakan pakaian olahraga.

Wajah mereka penuh dengan keceriaan. Makanan ringan dan air mineral sudah mereka siapkan dari rumah. Hari ini, mereka akan melakukan study wisata ke Umah Pitu Ruang. Rumah ini terletak di Museum Aceh Tengah.

Bus Pemda Aceh Tengah berwarna putih telah tiba di halaman sekolah. Semua siswa yang akan berangkat berbaris dengan rapi. Dengan semangat, semua siswa kelas XI menaiki bus dengan semangat yang membara.

Mereka saling bercanda dan berbagi cerita tentang apa yang akan mereka lihat nanti.

Perjalanan dari sekolah menuju ke museum tidak jauh, hanya butuh beberapa menit saja. Kini mereka telah sampai di museum. Setelah bus berhenti dengan sempurna, kami semua turun dengan penuh antusias.

“Anak-anak, pastikan tidak ada barang bawaan yang tertinggal di bus”, kata ibu Nova, guru yang membimbing study tour ini.

“Baik, bu!”, jawab kami serentak. Semangat kami sangat menggebu.

“Pastikan juga kalian membawa buku sebagai catatan. Karena, kita akan mencatat hal-hal penting terkait rumah Pitu Ruang”, tambah ibu Nova lagi.

“Baik, bu!” kjawab kami serempak.

Dengan penuh semangat, kami memasuki Umah Pitu Ruang. Rumah itu nampak megah dan indah, dengan arsitektur yang mencerminkan budaya Gayo yang kaya.

Di sekitar rumah adat Pitu Ruang, tumbuh bunga-bunga yang rimbun. Bunga itu menambah keindahan tempat tersebut.

“Fira, coba lihat lukisan di dinding yang paling atas, indah sekali ya”, kataku sambil menunjuk ukiran yang menghiasi dinding.

“Benar, baru kali ini kita melihat ukiran secantik ini”, Fira ikut menimpali, matanya berbinar-binar.

Kami melangkah lebih jauh ke dalam rumah. Bu Nova mulai menjelaskan tentang sejarah dan konstruksi Umah Pitu Ruang.

“Pembangunan Umah Pitu Ruang ini dipimpin oleh seorang ahli bangunan. Tugasnya adalah mempersiapkan peralatan kerja seperti beliung, cekeh, rimos, dan pahat untuk membentuk tiang dan tangga”.

Kami semua mendengarkan dengan seksama. Ibu Nova melanjutkan enjeelasannya.

“Bangunan ini dikerjakan oleh keluarga dalam satu dukuh di bawah pengawasan ahli. Bahan bangunan yang digunakan untuk membangun rumah Pitu Ruang adalah rotan dan ijok.

Bahan ini digunakan untuk mengikat semua komponen bangunan, sementara bambu dan pohon pinus menjadi bahan utama untuk lantai dan tiang”.

Kami mendengarkan semua yang disampaikan oleh bu Nova. Hal-hal penting terkait rumah pitu ruang kami catat di dalam buku catatan. Kami selanjutnya menuju ruang tamu. Di ruang ini, aku terpesona oleh detail arsitektur dan ukiran Gayo yang luar biasa.

“Ukuran lantai Umah Pitu Ruang ini juga unik. Ada empat tiang di lebar rumah dan antara tiga hingga empat meter panjang antar tiang”, jelas bu Nova lagi sambil menunjuk tiang- tiang besar pengangga rumah.

“Wah, keren, tiang ini besar sekali”, ucap Fira takjub.

Selanjutnya, romongan kami menuju ke arah bagian depan rumah. Letak tangga naik berada di tengah-tengah bagian timur bangunan, dan ada dua tiang yang dinamakan tiang reje dan tiang puteri.

Bu Nova memimpin rombongan di paling depan.

“Pemasangan kedua tiang ini dilakukan dalam acara kenduri memotong hewan kambing atau kerbau”, bu Nova menunjuk sebuah tiang.

Kami melanjutkan eksplorasi dan memasuki bagian dalam rumah.

“Umah Pitu Ruang ini memiliki tujuh ruang, terdiri dari dua ruangan besar yang disebut lepo dan lima unit bilik yang berjejer dari arah dinding timur”, jelas bu Nova.

Satu persatu, kami mencatat informasi penting dalam buku catatan. Fira kemudian berkata

“Jadi, lepo adalah ruangan yang lebih rendah lantainya dan digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga?”

“Benar sekali”, jawab bu Nova.

“Bagian depan lepo disebut anyong, tempat wanita tua dan anak gadis, dan di sini ada dapur yang digunakan untuk memasak”.

Kami semua sangat takjub melihat rumah Pitu Ruang. Kami mengagumi setiap detail dan fungsi ruangan. Bu Nova juga menjelaskan tentang fungsi bilik yang ada di rumah tersebut, seperti untuk tidur pasangan suami istri dengan anak-anak kecil dan penyimpanan barang pribadi.

“Di atas bilik ada tempat penyimpanan barang-barang penting, namanya parabuang,” tambah bu Nova lagi. Ia menunjukkan sebuah ruangan yang letaknya paling bawah.

Kami semua merasa kagum dan takjub oleh kekayaan budaya dan tradisi yang terdapat di Umah Pitu Ruang. Bu Nova menutup penjelasan dengan mengingatkan kami bahwa rumah ini adalah warisan yang harus dijaga dan dilestarikan.

Setelah puas berkeliling dan mencatat, kami berkumpul di halaman depan Pintu Ruang untuk foto bersama. Hari itu bukan hanya sekadar study wisata, tetapi juga pengalaman berharga yang akan kami kenang selamanya.

Kami pulang dengan rasa bangga sebagai generasi penerus yang siap menjaga dan melestarikan warisan budaya Aceh Tengah. [SY]

*Keysha Salsabila, biasa di panggil Acca, ia siswa SMP Negeri 4 Takengon lahir di Takengon pada Desember 2012 sekarang dia sudah kelas VIII. Cita-citanya ingin menjadi ingin menjadi sastrawan ia suka membaca dan traveling.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.