Amal dan Amanah Bagi Pemimpin

oleh

Oleh. Dr. Jamhuri Ungel, MA*

Dua kata amal dan amanah terkadang sulit untuk pisahkan, karena keduanya bisa menyatu dan juga bisa terpisah. Dalam tulisan ini antara kedua kata tersebut dicoba untuk dipisahkan sehingga keduanya mempunyai makna kendati saling mengisi.

Kata amal yang berasal dari bahasa Arab “‘amala” yang berarti perbuatan yang dilakukan secara individu atau dilakukan oleh orang banyak, baik perbuatan itu diperintah atau juga perbuatan itu dilakukan dengan kehendakmpelaku, baik itu perbuatan baik yang dihendaki oleh orang lain ataupun perbuatan buruk yang tidak dihendaki oleh orang lain.

Kata amanah juga berasal dari bahasa Arab “amana” artinya dipercaya, orang yang diberi amanah adalah orang dipercaya oleh pemberi amanah, kalau tidak dipercaya tentu tidak akan diberi amanah.

Harapan dari pemberi amanah adalah sampainya amanah ketujuan yang dikehendaki, dan apabila penerima amanah tidak sanggup menyampaikan harapan pemberi amanah maka penerima amanah tidak salah bila menolak menerima amanah.

Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk beramal, apakah amal itu dalam rangka ibadah mahdah (ibadah yang sudah ditentukan cara dan waktu pelaksanaannya) atau amal ghairu mahda (amal yang tidak ditentukan cara dan waktu pelaksanaannya), sepertierintah tentang shalat, puasa, zakat, haji, menuntut ilmu, makan, berjual beli, mencari nafkah, menafkahi dan lain-lain.

Demikian juga banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menyuruh untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerima amanah. Kita masih ingat ketika Rasulullah isra’ dan mi’raj, Allah mengamanahkan shalat 50 kali sehari semalam namun karena alasan ketidak sanggupan ummat Muhammad melaksanakannya maka nabi Muhammad meminta kurang sampai dengan 5 kali sehari semalam.

Sehingga kewajiban melaksanakan shalat sebagai amanah Allah sampai hari ini dan selanjutnya adalah 5 kali.

Perlu diketahui bahwa amanah tidak harus diterima kalau amanah tersebut tidak sanggup dipikul, namun kalau amanah sudah diterima maka tidak lagi ada alasan untuk ditolak dan tidak lagi ada alasan untuk tidak melaksakannya, dan amanah yang diterima harus disampai ke tujuan sesuai dengan keinginan pemberi amanah.

Dalam keseharian orang-orang sering memahami amal adalah sebagai rutinitas, setiap hari secara terjadwal dikerjakan.

Seperti seorang pegawai yang menganggap pekerjaan kantornya adalah rutinitas yang harus dikerjakan kecuali pada waktu libur, dia boleh jadi memgabaikan apa yang menjadi tujuan dari pekerjaannya.

Seorang guru yang melakukan atau melaksanakan tugas sebagai seorang guru, mengajar anak-anak setiap harinya namun mereka lupa bahwa dalam tugas mengajar melekat adanya amanah orang tua yang menghendaki anaknya menjadi manusia berilmu, yang mampu mengatasi problema kehidupan masa depan.

Namun para guru karena menganggap mengajar adalah sebagai ritunitas maka bagi bagi dia tidak penting anak iti mau jasi apa, yang penting kewajiban mengajarnya terselesaikan.

Bagi manusia amanah yang paling berat adalah menjadi pemimpin, karena semua masyarakat secara politis begantung kepada pemimpin. Amanah yang dibebankan kepada pemimpin tidak hanya satu masalah tetapi memcakup semua kebutuhan masyarakat,  baik pribadi maupun sebagai kelompok masyarakat.

Karena banyaknya kebutihan masyarakat sehingga pemimpin sering lupa dengan apa yang telah diamanahkan.

Karena itu Rasulullah mengingatkan melalui sabdanya : Semua kamu adalah pemimpin dan semua kamu akan mempertanggungjawabkan kepemimpinan kamu, raja memjadi pemimpin terhadap rakyatnya, laki-laki menjadi pemimpin terhadap keluarganya dan perempuan menjadi pemimpin terhadap rumah (harta suami) dan anak-anaknya.

Menjadi pemimpin sangat berat dan pertanggungjawaban pemimpin tidak hanya kepada masyarakat yang mereka pimimpin tetapi juga harus mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah.

Pertanggungjawaban kepemimpinan sangat ditentukan tinggi-rendahnya jabatan kepemimpinan, semakin tinggi jabatan maka semakin sulit pertanggungjawabannya, semakin rendah jabatan kepemimpinan maka sesuai dengan itu juga pertanggungjawabannya.

Dengan ayat dan hadis tersebut memberi arti bahwa pemimpin bukanlah sebuah amal rutinitas bagi seorang pemimpin, yang hanya mencari kesenangan bersama kesenangan masyarakat, tetapi sebenarnya kesenangan yang dicari pemimpin adalah untuk kesenangan masyarakat.

Ketika masyarakat menjadi sejahtera  maka tidak mengharuskan pemimpinnya sejahtera, walaupun secara logika kesejahteraan masyarakat menjadikan pemimpinnya sejahtera.

Untuk itu menjadi pemimpin bukanlah bercita-cita menjadi orang kaya tetapi lebih kepada membuat masyarakat yang kaya. Itulah makna amanah dan amal menjadi seofang pemimpin.

*Ka. Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.