Oleh. Dr. Jamhuri Ungel, MA*
Reje dalam pemerintahan masyarakat Gayo mempunyai posisi yang paling tinggi dan sangat dihormati, mempunyai kekuasaan atau otoritas dalam memimpin daerah sehingga disegani oleh semua orang.
Reje mempunyai daerah kekuasaan atau wilayah kekuasaan yang jelas dan perbatasan dengan daerah lain, jumlah penduduk di wilayah kekuasaan mereka terhitung secara pasti, karena bila jumlahnya tidak pasti maka kesejahteraan mayarakatnya tidak pernah tercapai.
Reje dalam masyarakat Gayo pada masa awal sifatnya turun temurun, dari aya kepada anak, anak kepada cucu dan seterusnya kebawah. Keluarga yang mewarisi jabatan reje melahirkan laqab “kuruni reje” atau keluarga keturunan raja.
Masyarakat Gayo awal mempercayai bahwa suatu daerah akan menjadi aman, damai dan sejahtera apabila dipimpin oleh mereka yang mempunyai darah reje.
Demikian juga dengan jabatan Imam (pemimpin keagamaan di kampung), keluarga dan keturunannya disebut dengan kuruni imem.
Dengan berkembangnya zaman dari zaman tradisional menjadi zaman modern, dari masyarakat yang premitif menjadi masyarakat maju, sistem pemerintahan yang ada dalam masyarakat Gayo juga berubah, sehingga tidak lagi menganut sistem pemerintahan yang turun temurun tetapi menganut sistem dengan memberi kebebasan kepada semua orang untuk menjadi reje.
Sampai hari ini kita tidak lagi melihat adanya lewarisan jabatan sebagai reje, da. Kalaupun ada bukan lagi karena garis keturunan tetapi lebih karena kehendak masyarakat.
Perubahan tersebut tidak hanya terjadi dalam masyarakat Gayo tetapi hampir di kebanyakan sistem pemerintahan masyarakat dunia, dan yang menganut sistem turun temurun itu tidak lagi banyak.
Seperti Arab Saudi yang berkuasa sekarang adalah keluarga su’ud secara turun temurun dan Inggris juga menganut sistem kerajaan.
Mungkin tidak terlalu persis sama ketika menceritakan Gayo berbanding dengan negara-negara besar dunia, namun di sini kita hanya melihat sebuah perubahan sistem kepemimpinan dari yang terbesar sampai pada yang terkecil.
Dari perubahan tersebut dapat kita ambil sebuah pelajaran sejarah yang sangat berharga, dimana pada awalnya kekuatan keluarga dalam sebuah suku sangat berpengaruh terhadap kekuasaan, sehingga keluarga yang kuat dipercaya menjadi penguasa yang dipatuhi dan disegani, selanjutnya suku yang kuat akan menjadi penguasa bagi suku-suku yang lain.
Keluarga dan suku inilah yang selanjutnya secara turun temurun menjadi penguasa, untuk kelompok terkecil inilah yang dalam masyarakat Gayo dikenal dengan sebutan “kuru”.
Ketika kuru di dalam masyarakan Gayo berubah menjadi sistem pemilihan yang terbuka, sehingga semua orang diberi hak untuk menjadi pemimpin, maka sistem yang dianut adalah sistem pemilihan lansung dan siapa yang memiliki pemilih yang lebih banyak maka dialah yang berhak menjadi pemimpin atau reje, dan mereka yang tidak terpilih maka harus rela walaipun menjadi masyarakat biasa.
Karena mereka yang mengajukan diri sebagai calon pemimpin mempunyai potensi diri melebihi kebanyakan orang maka tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi bagian dari reje yang memimpin.
Baik reje dalam makna sistem kepemimpinan yang turun temurun atau sistem kuru kamudian juga dalam sistem pemilihan terhadap semua orang yang berhhak, maka yang harus selalu dijaga ada potensi diri yang ada dalam setiap orang yang akan menjadi reje.
Potensi yang harus dimiliki reje adalah musuket sipet, aryinya seorang reje harus adil dalam menjalankan kepemimpinannya. Prinsip ini sudah menjadi tabiat dari seseorang yang akan dan yang sudah menjadi pemimpin.
Bila dipahami makna dari musuket sipet (adil), kita tidak bisa berharap kepada pemimpin dengan “harapan” semoga dapat menjadi pemimpin yang adil, karena kalau masih memberi harapan berarti pemimpin yang kita pilih tidak mempunya rekam jejak.
Seharusnya pemimpin yanb akan kita pilih adalah orang yang mempunyai rekam jejak atau prilaku yang dikenal sebagai orang yang adil atau berprilaku baik di dalam masyarakat kendati tidak menduduki jabatan.
Mencoba melihat sosok Nabi, sebelum umur 40 tahun Muhammad adalah orang biasa sebagaimana halnya orang kebanyakan tetapi semenjak itu semua orang baik itu kawan maupun lawan menyebut beliau dengan sebutan al-amin artinya orang yang jujur, tidak pernah ada sebutan miring atau menjadikan beliau sebagai sebab dari adanya masalah yang tidak disenangi.
Itulah makna musuket sipet dalam kepemimpinan masyarakat Gayo. Sistem bisa berubah namun nilai harus tetap dijaga, karena nilai adalah identitas.
*Ka. Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fak. Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh.