KUTACANE-LintasGAYO.co : Tim Aceh harus rela meraih medali perunggu dari kelas Head to Head (H2H) R6 Putra dalam lanjutan pertandingan Cabor Arung Jeram PON XXI Aceh-Sumut.
Bermain di Sungai Alas, Ketambe, Aceh Tenggara, tim putra Aceh menatap laga awal melawan tim putra Jambi.
Pertandingan ini dimenangkan tim Aceh, dan selanjutnya di babak semifinal sudah ditunggu tim DKI Jakarta.
Di babak semifinal, tim Aceh bersaing sengit dengan tim DKI Jakarta. Kedua tim bermain seimbang, hingga akhirnya berlomba menuju ke boyan (rintangan) terakhir.
Tim Aceh menempel ketat DKI hingga ke boyan terakhir, dan drama pun terjadi. Boyan terakhir terlepas dari pasaknya yang secara kasat mata saat ditabrak perahu seperti tidak terikat kuat sebagaimana mestinya.
Meski terlepas kedua tim tetap melanjutkan pertandingan. Dan tim Aceh lebih dulu yang mengambil keputusan cerdas dan tepat tidak lagi berambisi mengitari boyan dan berhasil menyentuh garis finish terlebih dulu. Dari sinilah drama di mulai.
Pantauan, tim juri cukup lama mengeluarkan pengumuman pemenang pada pertandingan ini. Akhirnya tim juri memutuskan tim Aceh menang dan telah mengeluarkan pengumuman di papan pengumuman.
Dan soal boyan terlepas, juri memutuskan kedua tim sama-sama dikenakan pinalti waktu 50 detik.
Tak puas dengan keputusan juri, tim DKI Jakarta rupanya mengajukan protes, dengan menyertakan alat bukti video.
Namun yang diprotes bukan terlepasnya boyan, akan tetapi bagian saat kedua tim saling menempel ketat. Disinilah pelajaran berharga bagi tim Aceh, jadikan pengalaman sebagai guru terbaik.
Disana tim DKI beranggapan bahwa, ada pemain tim Aceh yang melakukan pelanggaran.
Dan tim juri menerima protes tim DKI, hingga akhirnya Aceh kembali dikenakan pinalti waktu 15 detik, dan dinyatakan kalah dalam pertandingan itu.
Menurut informasi yang diterima, tim Aceh kini tengah mempertimbangkan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) hasil pertandingan yang diperbolehkan dalam aturan.
Seorang penonton di lokasi pertandingan, Rainal mengaku kecewa dengan keputusan juri yang menerima protes dari DKI dengan menyertakan video.
Menurutnya, harusnya juri kukuh dengan pendirian awalnya dengan menyatakan tim Aceh menang.
“Kalau begini, kredibilitas juri dipertanyakan. Juri saat mengeluarkan pemenang sebelum protes, pasti sudah menganalisis jalannya pertandingan adanya pelanggaran atau tidak,” tegasnya.
“Bukan malah video dari peserta yang diterima. Harusnya, juri juga sudah menganalisis video dari pihaknya terlebih dahulu. Contoh seperti sepak bola kini ada VAR. Ini betul-betul aneh, dan Aceh dirugikan dengan keputusan ini,” tambahnya.
Ia mengatakan, jika sistem penilaiannya seperti itu, maka tim yang tidak memiliki cukup tim pendukung akan sangat dirugikan.
“Bagaimana dengan kontingen yang hadir itu cuman atlet, pelatih dan beberapa orang official, pasti mereka tidak merekam jalannya pertandingan,” katanya.
Menurutnya, hal seperti itu tidak boleh terjadi dalam kompetisi. Keputusan juri harus benar-benar keputusan mutlak.
“Ini kan tidak. Keputusan juri dapat diubah, dengan video yang disertakan oleh pihak peserta. Sangat aneh memang, Aceh dirugikan,” tandasnya.
Atas kejadian ini, Aceh harus rela bermain diperebutan medali perunggu menghadapi Kalimantan Selatan, yang dibabak semifinal kalah dari tim Sumatera Utara. Aceh harus puas dengan medali perunggu.
Kejadian ini protes ini, turut disaksikan Pj Bupati Aceh Tenggara, Drs. Syakir, M.Si dan Sekretaris Umum KONI Aceh, Samsul Bahri.
Amatan, upacara pengalungan medali (UPP) di kelas H2H R6 Putra ditunda. Menyusul, ternyata tim Sumut juga melayangkan protes dibabak final kontra DKI.
Pertandingan H2H R6 ini, penuh drama dengan protes-protes dari peserta.
Pun begitu, penyelenggaraan PON cabor arung jeram sangat layak patut diapresiasi dan banyak dimaklumi jika ada ketimpangan-ketimpangan.
Ini adalah hasil kerja keras dan perjuangan pengurus Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) dari pusat, provinsi hingga Kabupaten/Kota.
Even PON XXI ini adalah yang pertama dipertandingkannya arung jeram.
[Red]