[Puisi] Besok Kita Merdeka

oleh
Ali Syamsudin Arsi

[Puisi] Besok Kita Merdeka

Ali Syamsudin Arsi

bendera boleh naik ke puncak tiang besok kita merdeka

betapa berat meneteskan air mata luka lesap ke tulang-tulang terkubur ke dasar bumi masih terbungkus baju penuh lubang peluru di bahu tembus paru-paru di pelipis mencium syaraf mata di telapak tangan hilangkan satu jari telunjuk luka tembak dalam kepung asap dan pecahan granat

hari ini kita masih perang

lawan kita berkali-lipat bahkan sesak oleh bayang-bayang kemiskinan sebagai santapan, ketidak-adilan jadi mainan anak-anak, kesewenangan jadi bom waktu di hunus belati ketidak-pastian, di ketiak kursi kekuasaan semua terkungkung angka hitung dagang, ” Mereka sudah punya batasan angka setiap bulan tapi mereka memainkan nama bulan ke dalam pundi angka-angka jelmaan, ” ucap pedanggang sayur pucuk daun singkong, ” Mereka sangat sibuk meracik laporan agar tetap aman baik-baik saja dengan titipan bahwa kerja adalah upah, sedang gaji adalah sandaran bukan karena pengabdian, ” kata teman seragam lengkap aksesoris bahan emas kuning senja temaram, “Gaji tetap gaji, uang jalan, uang makan, uang minum, uang rapat, uang jajan, uang datang tentu jadi keharusan setor tilang akh perampasan terstruktur dalam kebijakan sama halnya dengan barang dagangan merencanakan sama nilai dua kardus minyak goreng upaya menghadirkan narasumber sama nilai dengan tiga bungkus mie goreng kuwah cap beruang cakar ayam di lokasi telur berhamburan acara usai tinggal main sulap angka menjadi mesin cuci main sulap angka jadi lantai kramik dapur ukuran 7 x 10 meter sisa tanah rumah cicilan besok kita merdeka lantang suara kokok ayam jantan kita hari ini masih perang: kemerdekaan ayam kandang kemerdekaan panggung kosong tanpa isi kepala kemerdekaan sulap kain tudung saji kemerdekaan sari tebu penuh debu kemerdekaan buruh pemecah batu aspal perut lapar tangis anak di pangkuan susu ibu kemerdekaan tanda silang jerit melulu kemerdekaan pada lumpur darah angka-angka siluman kemerdekaan tepuk tangan banjir lubang babat bongkar tanah nenek moyang besok kita merdeka

besok kita merdeka besok
kita merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka besok kita
merdeka [SY]

Ali Syamsudin Arsi. Lahir di kampung Tubau, Pantai Hambawang, Labuan Amas Salatan, Hulu Sungai Tengah, Kalsel. Penulis puisi, gumam asa, cerpen, pantun berkait, esai, dan naskah drama. Ikut dalam pementasan di Teater MAHI Yogyakarta (semasa Sma Muhi, asuhan Awer = Agung Waskito Endah Rasio). Sebagai sutradara tampilan dalam acara perpisahan Sma Muhi (1984), sutradara dan penulis naskah adaptasi/visualisasi cerpen “Petaka Teluk Mendung” (cerpen karya Ajamuddin Tifani, Penyair, Pelukis, Budayawan Kalsel) di even “Malam Sastra Tutup Tahun 2003” sutradara pementasan teater Sanggar Satu Satu (siswa Smpn 11 Banjarbaru: tampilan Mamanda). Koordinator Kalsel Federasi Teater Indonesia ( FTI) di bawah komando Radhar Panca Dahana.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.