Menyoal Anak di Peringatan Hari Anak

oleh

Oleh : Ita Safitri, S.Pd*

Pada tanggal 23 Juli 2024 kemarin diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Tahun ini merupakan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang ke-40.

Melansir dari situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA), tema Hari Anak Nasional 2024 ini sama dengan tahun lalu yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.

Pada kenyataannya, semakin bertambah hari kita menyaksikan bahwa problematika anak semakin terlihat komplek.

Dari Databoks menyebutkan bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjantoe menyebutkan, ada sekitar 4 juta orang yang terdeteksi melakukan judi online di Indonesia. “Sesuai data demografi pemain judi online, usia di bawah 10 tahun itu ada 2%, totalnya 80 ribu orang yang terdeteksi,” kata Hadi dalam konferensi pers, Rabu (19/6/2024).

Kemudian yang berusia 10-20 tahun ada 11% (440 ribu pelaku), usia 21-30 tahun 13% (520 ribu pelaku), usia 31-50 tahun 40% (1,64 juta pelaku), dan usia di atas 50 tahun 34% (1,35 juta pelaku.

Belum lagi masalah stunting, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen.

Sementara itu, di sepanjang tahun ajaran 2022/2023, jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.

Ditambah dengan kasus kekerasan terhadap anak yang kian menjadi-jadi, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per Januari hingga November 2023, kata dia, terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak.

Sementara itu, dikutip dari Tribunnews.com, pelaku kekerasan terhadap anak banyak terjadi di rumah dengan jumlah 2.132 kasus, fasilitas umum 484 kasus dan sekolah 463 kasus.

Kondisi yang kian genting ini, diperparah dengan situasi lingkungan yang bercorak kapitalistik yang turut mewarnai kepribadian anak sehingga anak memiliki pemikiran dan perilaku yang buruk. Anak menjadi pelaku bullying, kekerasan, pelecehan, terlibat dalam narkoba, miras, gaul bebas hingga judi online.

Sesungguhnya, pemerintah telah membuat dan menjalankan berbagai program dalam menangani persoalan terhadap anak ini, seperti menjalankan peran ibu dan keluarga dalam masalah pengasuhan atau pendidikan anak, menyediakan layanan kepada anak yang membutuhkan perlindungan khusus, merintis Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) hingga negara ramah anak.

Namun, semakin jauhnya anak dari kesejahteraan, keamanan, dan pribadi bertaqwa membuktikan bahwa upaya-upaya tersebut telah gagal dalam menangani persoalan tersebut.

Harus diakui bahwa pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan persoalan anak, maka tak heran peringatan yang setiap tahunnya di adakan hanyalah bersifat seremonial tanpa ada perubahan yang bermakna.

Sebenarnya, yang menjadi dasar persoalan anak ini adalah karena penerapan sistem sekularisme kapitalisme liberal.

Dimana sistem sekulerisme mengabaikan peran agama dalam kehidupan dan mengagungkan kebebasan yang menyebabkan tingkah laku masyarakat kian buruk, yang cenderung didorong oleh hawa nafsu dan jauh dari ketaqwaan.

Hal ini lah yang memicu munculnya manusia-manusia bejat yang dengan teganya melakukan kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun seksual.

Sedangkan sekulerisme telah menjadi asas kurikulum pendidikan anak di sekolah-sekolah yang diterapkan dinegeri ini sehingga kemudian menghasilkan generasi-generasi yang berfikir bebas dan bertangkah laku bebas.

Sekulerisme liberalisme ini juga telah mencabut peran dan fungsi keluarga dalam membina anak dengan sebenarnya. Terbukti, dengan banyaknya kaum ibu yang keluar rumah untuk bekerja, mengalihkan fungsinya sebagai ibu yang melindungi, mendidik, dan membina anaknya didalam rumah, karena sibuknya ibu bekerja hingga anak luput dari pengasuhan dan pendidikan utamanya sehingga dengan mudah dijadikan target oleh pelaku kekerasan.

Diterapkannya sistem kapitalisme dalam hal ekonomi di negeri ini menjadikan negara gagal dalam menyejahterakan rakyatnya termasuk menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis dan berkualitas.

Peran keluarga dalam membina anaknya semakin lemah, sementara pendidikan hari ini yang bersumber dari sekulerisme ditambah sistem ekonomi kapitalis semakin membuat runyamnya persoalan di tanah air ini, ini lah buah dari penerapan sistem sekulerisme, kapitalisme.

Berbeda dengan cara Islam dalam memandang anak. Dalam Islam, Anak adalah anugerah terindah sekaligus amanah (titipan) yang Allah Ta’ala berikan kepada setiap orang tua, anak adalah aset yang sangat tinggi nilainya, karena ia akan menjadi generasi yang akan menerus peradaban.

Negara Islam akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar anak, memfasilitasi pendidikan gratis dan berkualitas, layanan kesehatan, dan keamanan di setiap aspek kehidupan.

Negara Islam juga akan mewujudkan peran dan fungsi keluarga kembali kepada fitrahnya masing-masing, yakni mewajibkan mengasuh dan mendidik anak sesuai dengan ajaran Islam agar terhindar dari siksaan yang pedih, sebagaimana firman Allah SWT :

_“Hai orang-orang yang beriman, pelihara lah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-tahrim:66)_

Hal ini didukung pula dengan penerapan pendidikan Islam, yang menjauhkan pemikiran anak-anak dari hal-hal yang rusak dan merusak seperti kapitalisme, liberalisme dan sebagainya. Pendidikan Islam mewujudkan generasi yang tangguh, cemerlang dan berkepribadian Islam.

Dalam negara Islam, seorang pemimpin atau khalifah berfungsi sebagai junnah (pelindung) terhadap seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non-muslim. Khalifah juga akan menciptakan masyarakat yang paham akan syari’at Islam, dan membudayakan amar makruf nahi mungkar ditengah tengah masyarakat, sehingga tercipta lingkungan yang aman bagi anak.

Khalifah juga akan memenuhi kebutuhan anak dari yang paling mendasar melalui penyediaan lapangan pekerjaan kepada seorang ayah sebagai tulang punggung keluarganya.

Sungguh, kehidupan yang aman dan sejahtera ini hanya dapat dirasakan di dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam kehidupan.

Waullaahu A’lam Bishawab

*Aktivis Da’wah tinggal di Bener Meriah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.