Ngelok dan Gasing Kearifan Gayo di Festival Nenggeri Linge

oleh

Oleh : Salman Yoga S & M. Saleh Adong Linge*

Lomba ngelok (menangkap ikan) di aliran sungai Kampung Linge dengan peserta anak- anak berlangsung meriah dan penuh antusias. Warga dan pengunjung dari dalam dan luar Linge menyaksikan kearifan lokal ini sangat terhibur diikuti sorak sorai menambah kekocakan anak-anak berkecipak dalam aliran sungai.

Kegiatan ini mengingatkan kita kepada semua, beginilah keseruan dan kegembiraan anak-anak tempodoeloe dalam mengisi waktu luang di Linge dan tanah Gayo umumnya dalam menangkap ikan.

Kegiatan ini diadakan di sungai Kampung Linge, tepatnya di sungai yang dekat jalan menuju Buntul Linge dan komplek makam Reje Linge atau lebih di kenal dengan sebutan mere.
Jarak tempuh ke lokasi lumayan jauh, tapi semangat peserta tidaak kendor, dengan beramai-ramai mereka turun dari buntul Linge dari tempat dimana dilangsungkan acara Festival Nenggeri Linge yang pertama dalam sejarah.

Peserta yang mengikut lomba ini ada 14 kelompok. Dalam satu kelompok terdiri dari tiga orang anak. Dan dalam waktu bersamaan ke 14 kelompok ini beradu kemahiran sekaligus beradu keberuntuntungan dalam mendapatkan ikan di tengah arus sungai yang kebetulan tengah dalam kondisi kemarau.

Ini bukan saja menambah keseruan dan motivasi anak-anak, tetapi juga sebagai sebuah media bermain dan berlomba dengan sportif.
Semangat anak anak sangat luar biasa, dengan bermain air sambil menangkap ikan, dan pertandingan ini tentu langsung di dampingi orang tua serta orang dewasa lainnya sebagai tim penilai.

Ikan yang tertangkap pun sangat beragam. mulai dari jenis ikan lele (mut), relo, keperas, ili dan lain-lain. Peserta yang ikut dalam kegiatan ini wajib menggunakan uncang (alat/ tempat ikan) yang terbuat dari anyaman daun bengkuang.

Demikian juga permainan anak tradisional Gayo berupa gasing. Di kampung Linge sendiri jenis permainan ini adalah budaya dan warisan yang harus diwariskan dari generasi ke generasi.

Gasing ini merupakan permainan yang unik dan tidak kalah seru dengan permainan anak Gayo lainnya atau dengan permainan anak modern yang ada. Sehingga keberadaannya perlu dipertahankan dan diwariskan ke generasi berikutnya. Jangan sampai jenis permainan yang mendidik ini kelak hanya menjadi cerita belaka.

Dalam kegiatan Festival Nenggeri Linge (FNL) “asal Linge awal serule”, yang di adakan di Kampung Linge, keaneka ragaman permainan tradisional diperlombakan. Tujuannya mengingat dan melestarikan adat dan budaya dan resam tradisi Gayo.

Bermain gasing ini pesertanya juga anak-anak usia sekolah dasar. Tak kalah seru dengan mungelok, permainan gasing juga diikuti dengan antusias.

Tak pelak terkadang terdengar suara penonton dan sorak-sorai sporter masing-masing memberi semangat. Gemuruh tepuk tangan atau gelak tawa lepas terdengar di arena festival yang diselenggarakan dan didukung oleh sejumlah lembaga ini.

Diantara pendukung acara yang kerap disebut dan diteriakan oleh MC berulang-ulang melalui pengeras suara ada lembaga The Gayo Institute (TGI), media online LintasGayo.co, Komunitas Seni Gayo Didong Runcang, Komunitas Gayo Pra Sejarah, HAKA dan lain-lain.

Cara perlombaan gasing ini didahului dengan “adu kit sa kalah we jege” (Gayo red) yang diikuti oleh seluruh peserta. Teknik memukul dan cara memukulnya pun berbeda-beda. Ada yang menggunakan “tebok, tere dan titok”.

Suara teriakan anak-anak yang memaknai ketika gasing yang sudah dipukul terbuang jauh sebagai bagian dari keriteria untuk menentukan menang atau kalah.

Bermain gasing ini ternyata membutuhkan konsentrasi, keahlian dan ketajaman intuisi tersendiri dalam mengambil alik giliran memukul gasing lawan.

Umumnya gasing terbuat dari jenis kayu benama jerik, dan atau kayu yang sering di gunakan pada zaman dulu. Beberapa diantaranya adalah jenis kayu tengelu, mungkur, pete, pungkih, kemuning, tayol dan lain sebagainya.

Permainan gasing dan mungelok gule dalam khazanah kebudayaan adalah merupakan salah satu cara orang Gayo mendidik anak-anaknya untuk sportif, menghormati kelebihan lawan, jujur dan semangat juang.

Lebih dari itu adalah nilai kebersamaan, saling menghargai dan berjiwa besar, saling menghormati sesama peserta dan lain sebagainya. Inti dan muara dari kedua jenis permainan ini adalah bagaimana mendidik generasi Gayo menjaga kelestarian alam lingkungan, terutama yang berkaitan langsung dengan kelestarian sumberdaya air dan hutan. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.