Oleh : Fauzan Azima*
HAI anak muda, tahukah kamu sebentar lagi negeri ini akan jatuh ke tangan orang lain. Tidak saja tanah-tanah kalian akan menjadi milik orang lain, kalian juga tidak lagi mendengar syair didong, gerakan tari guel dan serunya resam berume.
Bersiaplah dari sekarang untuk menyongsong getirnya hari itu. Atau berpikir dan bertindaklah untuk mencegah datangnya hari nahas itu. Pekerjaan hari ini akan kita tuai hasilnya pada masa yang akan datang. Bekerja keraslah hari ini, kelak kebahagiaan akan menyambutmu.
Hari ini, kalian jangan pernah berharap pada pemimpin yang muncul untuk menyelamatkan negeri ini. Mereka yang mengklaim diri sebagai pemimpin adalah sekumpulan koruptor dan pengkhianat. Mereka telah bersatu dalam satu geng.
Semakin kamu mengadukan nasibmu, semakin lebur kamu bersamanya. Mereka bak lumpur hidup. Sulit bagimu keluar kalau sudah terperosok ke dalamnya. Jadi, jangan sampai tercebur.
Populasi manusia di dunia untuk saat ini mencapai 7,8 miliar, sedangkan angka kelahiran setiap tahun mencapai 140 juta bayi. Setiap detik 1,8 orang mati dan pada detik yang sama angka kelahiran meningkat dua kali lipat 4,2 orang.
Artinya keberadaanmu di dunia ini tidak ada artinya kalau tidak mengukir sejarahmu sendiri. Kita tidak ada artinya. Kita seperti sebutir debu di padang pasir. Terhempas oleh angin tidak mengubah apapun.
Lebih berbahaya lagi kalau menjadi wadal atau tumbal negara atau proyek. Lagi-lagi sebab ada atau tidak adanya kita tidak berarti apa-apa bagi dunia ini. Bahkan ada yang mencibir, “kamu hanya membuat bumi ini sempit.”
Sekali lagi kamu ada atau tiada tidak berpengaruh apapun terhadap dunia ini. Pandangan ini dijadikan ideologi bagi sebagian manusia. Sehingga bebas berbuat semaunya.
Tentu saja dalam hal mengukir sejarah seperti yang dibuat nenek moyang kita; tidak bertentangan dengan agama manapun, hukum internasional dan nasional dan tidak bertentangan dengan adat apapun.
Begitupun dalam mengukir sejarah, jangan seperti yang dikatakan Napoleon Bonaparte, “sejarah adalah kebohongan yang disetujui”. Sejarah ditulis ulang dan diubah oleh buku.
Sejarah ditulis oleh pemenang. Sejarah yang kita ukir bukan hasil rekayasa. Berkata yang tidak pernah kita kerjakan dan tidak mengerjakan apa yang dikatakan.
Penyair Ronggowarsito mengatakan, “Sekarang zaman gila. Kalau tidak gila tidak dapat bagian. Seberuntung-beruntungnya orang yang gila itu, masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada.”
Sungguh beruntung pemuda yang mengukir sejarahnya dalam keadaan sadar dan waspada. Tidak ikut-ikutan gila. Besar harapan kami, pemuda tidak mewariskan sejarah gila.
Akhirnya, selamat dan sukses selalu kepada seluruh jajaran pengurus DPD II Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh Tengah yang baru saja menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) di Oro Caffe, Mongal, 1 Juli 2024.
Besar harapan KNPI Aceh Tengah melahirkan pemuda yang mampu mengukir sejarah yang gemilang.
(Mendale, Juli 1, 2024)