Konsep Penanganan Sampah di Aceh Tengah

oleh

Oleh : Bardan Sahidi, M.Pd. Ph.D*

Dalam kehidupan sehari-hari, kita cukup akrab dengan kata sampah. Bahkan, di rumah dan dimanapun, kita selalu bertemu dengan sampah.

Tapi apa sih arti dari sampah itu sendiri? Menurut KBBI, sampah adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi.

Sedangkan menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Menurut peraturan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Men LHK no 75/2019, produksi sampah dengan kepadatan penduduk kurang darı 500 jiwa/km2, produksi sampah 0,68 kg/org/hari.

Jika, penduduk di Kecamatan Lut Tawar, Bebesen, Kebayakan dan Pegasing pada tahun 2022, sebanyak 103.742 jiwa,
Standar MenKLHK produksi sampahnya : 0,68 kg/org/hari.

Jumlah penduduk di Kecamatan Bebesen, Lut Tawar, Kebayakan dan pegasing sebanyak 103.742 jiwa. Ini artinya setiap hari ada produksi sampah sekitar 70,5 ton setiap harınya.

Masih menurut Peraturan Menteri LHK komposisi sampah rata-rata di indonesia terdiri dari Sampah organik: 60-70%, Sampah yang dapat didaur ulang: 15-20%, Sampah residu: 10-15%.

Jika kita lihat kontainer sampah yang berada di Pua Ilang hampir sepanjang hari ada orang/petugas yang melakukan pemilihan sampah untuk dijual kembali (daur ulang).

Mestinya, jumlah sampah yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Aceh Tengah tinggal sekitar 60 ton yang dibawa ke Tempat Pengolahan Akhir di Kampung Mulie Jadi Kecamatan Silih Nara.

Kemudian, fasilitas truck pengangkut sampah yang dimiliki oleh Dinas LH Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 13 unit yang terdiri dari dump truck 7 unit dan arm rol 6 unit.

Jika daya angkut setiap truck sekitar 2-5 ton. Dengan mempertimbangkan volume sampah, diperkirakan sampah yang terangkut sekitar 40 – 50 ton, artinya masih ada sampah tersisa 10-20 ton per hari.

Padahal belum semua kampung di kecamatan Bebesen, Lut Tawar, Kebayakan dan Pegasing membuang sampahnya ketempat penampungan sampah untuk diangkut ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA) di kampung Mulie Jadi Kecamatan Silih Nara.

Keluhan masyarakat soal sampah masih kerap terdengar, ini belum lagi masalah sampah di beberapa kecamatan lain di Kabupaten Acerh Tengah.

Padahal jika merujuk pada standar Menteri LHK, dengan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 222.558 jiwa (2022) diperkirakan produksi sampah di seluruh Kabupaten Aceh Tengah mencapai 151 ton/hari, dan akan mencapai 165 ton/hari pada tahun 2030.

Tapi jika fokus seperti selama ini untuk Kecamatan Bebesen, Lut Tawar, Kebayakan dan Pegasing pada tahun 2030 jumlah sampah yang akan ditangani mencapai 77 ton/hari. Apabila soal sampah ini masih ditangani dengan pola saat ini bukan tidak mungkin persoalan sampah akan semakin membesar dimasa yang akan datang.

Rencana penanganan:
1. Menambah armada truck pengangkut sampah 10 unit Carry/grand max @ 300 jt = 3 M
2. Armada pengumpul sampah pemukiman ; 20 unit viar modifikasi @ 50 jt = 1 M
3. Tong sampah ± 1 M

Viar manangani sampah di lorong-lorong atau jalan-jalan sempit, sampah di kumpulkan di Paya Ilang.

Carry/grand max, membawa sampah ke Tempat Pengolahan Sampah Sementara (TPS) – 3 R (reduce, reuse, rycile) disekitar kota Takengon terdapat 2 unit TPS – 3R yang saat ini sudah terbangun.

Disetiap unit TPS 3R, menurut perkiraan (Sampah Residu sebanyak 10 – 15%) Sampah residu yang dibawa ke Kampung Mulie Jadi dengan dump truck untuk diolah lebih lanjut menjadi batako atau dimusnahkan dalam incenerator untuk pembangkit listrik.

Unit pengolahan sampah TPS-3R akan menghasilkan bahan daur ulang yang bisa dijual kembali oleh kelompok masyarakat yang melakukan pemilahan sampah di TPS-3R.

Sedangkan sampah organik dapat digunakan sebagai pupuk  kompos jumlahnya (stadar Men LHK) sekitar 60-70%, sisa sampah yang tidak tertangani di TPS-3R tinggal sekitar 15-20% atau sekitar 10-15 ton.

Ini artinya beban di TPA Mulie Jadi tinggal sepertiga dari saat ini, sehingga usia pakai TPA Mulie Jadi bisa lebih lama, dan jika pengolahan sampah di Mulie Jadi dengan sistem incenerator maka usia TPA Mulie Jadi bisa digunakan selamanya tanpa pernah perlu dibangun tempat atau diperluas TPA baru.

Secara bertahap sistem ini dapat diperluas ke seluruh kabupaten Aceh Tengah sebagai solusi sampah di Kabupaten Aceh Tengah.

Perkiraan tambahan biaya yang diperlukan untuk menangani sampah kurang dari 10 M, dengan menggabungkan metode Kabupaten Banyumas dan Singapura persoalan sampah Aceh Tengah dapat selesai.

*Anggota DPR Aceh dan Bakal Calon Bupati Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.