Oleh : Karimansyah*
Gayo merupakan nama suku yang mendiami wilayah tengah Aceh. Suku ini, sebagaimana suku lain, memiliki peradaban.
Keluhuran peradaban Gayo dapat dibaca dari Falsafah hidup yang diturunkan para pendahulu, dan sampai sekarang terpatri dalam bentuk Peri Mustike Gayo. Kerap juga disebut sebagai petatah petitih, tutur bijak atau pribahasa Gayo.
Tatanan nilai kehidupan bermasyarakat dalam berbagai aspek itu terangkum dalam peri mustike atau petatah petitih yang secara turun temurun hidup dalam penuturan masyarakat Gayo.
Salah satunya dalam aspek kepemimpinan, banyak terdapat “Peri Mustike Gayo” yang menegaskan prinsip-prinsip pokok kepemimpinan. Diantaranya terdapat lima prinsip utama :
1. “Reje Musuket Sifet, munimang gere angik, munyuket gere rancung.” Makna Peri mustike atau peribahasa ini bahwa raja harus bersifat adil. Menakar tidak lebih atau kurang, menimbang tidak berat sebelah. Inilah falsafah kepemimpinan atau kekuasaan dalam pemerintahan tradisional Gayo yang dikenal dengan “Pemerintahan Sarak Opat”. Keadilan adalah nilai paling utama yang mutlak harus dimiliki seorang pemimpin. Pemimpin yang adil tumbuh dari pengamalan sifat benar (shiddiq), dipercaya (amanah), cerdas (fathanah), dan menyampaikan (tabligh).
2. “Daling kolak seserenen, kayu rubu pelongohen”. Maknanya, pemimpin wajib dan mampu memberi rasa aman bagi aparat dan rakyatnya dari segala ancaman serta membantu kesulitan warganya. Tidak boleh ada pihak manapun yang mengusik, menekan, memeras, mengancam atau mengintimidasi bawahannya dan tidak ada rakyat yang resah gelisah, terancam dan tertindas. Seorang pemimpin atau penguasa adalah orang yang paling “behu” atau berani, bernyali atau terkuat di wilayah kekuasaannya. Semua pihak tunduk dan patuh kepadanya. Tidak ada yang berani menghalangi, menentang atau mencoba melawannya. Teguh dalam prinsip, ” morep benar mate suci”, hidup dalam kebenaran dan msti dalam kemuliaan.”
3. “Kunul tar uken mumutus peri, remalan kat arap muregang tali”. Pemimpin bertugas menetapkan arah kebijajakan, mengambil keputusan dalam setiap musyawarah dan bertanggungjawab atas konsekwensi dari kebijakan dan keputusannya.
4. “Reje, si timang beret, si juel murege”. Seorang pemimpin haruslah memiliki bobot yang baik, sosok teladan yang karena keteladanannya dia disegani dan dihormati oleh warganya maupun oleh masyarakat diluar kekuasaaannya. Pemimpin harus terdepan memberi contoh, membimbing dan memberi arahan. “Katae i penieti, tubuhe ipejamuri”. Kebijakan, perintah atau arahannya didukung dan ditaati. Perbuatan, hasil karya dan keberadaannya dipelihara dan dilindungi.
5. “Reje ton kapur sesak”. Bermakna pemimpin atau penguasa menjadi tumpuan dari semua hal yang baik atau buruk. Tempat orang menyampaikan harapan, sanjungan, pujian, penghargaan, penghormatan, keluh kesah, sindiran, bahkan mungkin caci maki, hinaan dan sumpah serapah. Makanya reje harus memiliki kemampuan mendengar apapun yang disampaikan dan kesediaan menerima saran atau kritik yang membangun.
Kelima prinsip utama tersebut diatas merupakan nilai-nilai dasar kepemimpinan dalam masyarakat Gayo. Kendati prinsip yang dibakukan oleh nenek moyang masyarakat Gayo digunakan pada saat kehidupan masyarakat tradisional, tapi ini merupakan nilai-nilai universal yang tetap sejalan dengan perkembangan zaman.
Prinsip utama tersebut menjadi syarat yang harus melekat dalam kepribadian seorang pemimpin. Internalisasi prinsip ini merupakan bekal menjadi pemimpin tangguh yang ” kuatas mupucuk bulet, ku toyoh mujantan tegep”. Hubungannya dengan sang khalik terpuji dan hubungan kemitraannya baik serta didukung dan dihormati oleh orang yang dipimpinnya.
Siapapun yang bertalenta pemimpin umat dan dalam dirinya terdapat syarat-syarat atau prinsip kepemimpinan seperti diuraikan di atas, diharapkan mewakafkan dirinya menjadi pemimpin dengan keyakinan akan menjadi pemimpin tangguh.
Sorga adalah balasan paling sempurna bagi pemimpin yang teguh memegang prinsip kepemimpinan tersebut.
Raihlah Sorga dengan menjadi pemimpin tangguh, namun bila prinsip utama kepemimpinan tersebut belum dimiliki, maka bergegaslah mengasah diri agar suatu saat syarat itu terpenuhi.
Negeri ini merindukan lahirnya pemimpin yang tangguh. Pemimpin yang bernyali membangun peradaban yang tinggi.
Teluk Pukes, 28 03 2023