[Cerpen] Si Ulat Bulu
Aida Musdalifah
Pada suatu ketika, hiduplah sepasang ulat bulu. Mereka hidup di salah satu pohon di sebuah perkampungan. Kulitnya berwarna hijau, dan satunya lagi berwarna coklat.
Mereka sangat lucu dan menggemaskan, karena bentuk pola badannya yang aneh menyerupai kacang.
Si jantan memiliki bulu mata yang tipis. Sedangkan betina, bulu matanya sangatlah lentik, panjang, dan berwarna hitam. Mari kita sebut Si jantan bernama Lulung, dan Si betina bernama Sisil.
Sisil sangatlah baik, begitu juga dengan Lulung. mereka baru saja menikah dan sedang menantikan kehadiran telur-telur yang akan tumbuh menjadi ulat bulu cantik.
Seiring berjalannya waktu akhirnya mereka mempunyai dua bayi. Mereka sangat bahagia dengan kelahiran kedua anaknya yang betina.
Tapi, mereka bingung, nama apa yang harus mereka berikan kepada kedua anak itu?
Sisil: “Bingung sekali, siapa ya sebaiknya nama bayi-bayi kita?”
Lulung: “Hmmm, iya.”
Tidak lama kemudian Lulung berkata.
Lulung: “Bagaimana jika kedua anak ini diberi nama si Hijau dan si Coklat?”
Sisil: “Nama yang bagus,” jawab Sisil, terkesima.
Akhirnya, sejak itu mereka memanggil kedua ulat bulu kecil itu dengan si Coklat dan Hijau.
Saat ini mereka mendiami sebatang pohon jambu yang berada di dataran tinggi. Yang paling tua adalah si Hijau, sedangkan yang bungsu adalah si Coklat.
Mereka memiliki sifat, karakter, hobi, kesukaan, makanan, dan cenderung sama. Apa yang dilakukan si Hijau, selalu coba dilakukan juga oleh si Coklat.
Seperti yang diketahui, karena mereka tinggal di perkampungan. Di sana ada banyak anak-anak yang suka mengganggu hewan, seperti kucing, kelinci, ayam, burung, ikan, apalagi ulat bulu. Sebenarnya hewan-hewan yang berada di sekitar kampung sangat tersiksa karena ulah anak-anak ini.
Dari semua anak-anak, ada seorang anak yang paling nakal. Ia sangat suka dengan hewan, terutama ulat bulu. Hari-harinya selalu diisi dengan menangkap ulat bulu. Mari kita berikan nama anak ini sebagai Niki. Sore itu Niki kembali terlihat di sekitar pohon jambu.
Coklat: “Aduh bagaimana ini? Aku takut keluarga kita juga diganggu oleh Niki!”
Hijau: ” Iya, aku juga takut.”
Niki yang terlihat semakin mendekat membawa potongan ranting kering di tangannya.
Niki: “Aku sangat suka dengan ulat bulu. Wahai ulat bulu, kenapa kamu menggemaskan sekali.”
Suara teriakannya yang kencang terdengar semakin mendekat.
Sisil: “Kalian jangan takut anak-anak, jika dia mengganggu, lindungi diri dengan merontokkan bulu-bulu yang ada pada tubuh kalian. Siapapun yang terkena bulu kita akan merasakan gatal-gatal di kulitnya.
Lulung : “Iya anak-anak, tenang saja.”
Keluarga itu akhirnya menyusun rencana untuk si Niki yang semakin hari semakin meresahkan. Saat Niki datang ke dahan yang mereka tempati, mereka semua segera bersembunyi di balik dedaunan.
Lulung: “Semua sudah siap?!!”
Sisil, Hijau, dan Coklat: “Siaaaaaap”
Mereka langsung bersamaan melepaskan bulu-bulu dari tubuhnya, tentu bulu-bulu ini sangat gatal, dan bisa mengakibatkan dan berbentol-bentol merah.
Saat Niki menemukan Sisil di balik daun, Niki merasa tangannya gatal-gatal dan sontak melepaskan Sisil dan bergegas lari, sambil berteriak.
Niki: “Ibuuuuu, tolong aku!!!”
Sisil yang terjatuh melihat ke atas, memandang dahan di mana mereka tinggal.
Coklat: “Ibu naiklah ke atas, dia sudah lari.”
Sisil: “Baik nak, ibu naik”
Tak lama kemudian ibunyapun naik, dan sampailah ke atas.
Hijau: “Apakah ibu baik- baik saja?”
Sisil: “Tentang anak-anak, ibu baik- baik saja.”
Tak berselang lama kemudian Niki terlihat kembali melewati kembali pohon tempat mereka tinggal.
Hijau: “Dia mau ngapain lagi, ya?”
Niki: “Dasar ulat nakal, tanganku gatal sekali!”
Keluarga ulat bulu yang mendengar kata-kata itu tertawa terbahak-bahak, puas karena rencana mereka sepertinya berhasil.
Lulung: “Rasain, memangnya enak!”
Niki terus berjalan, melewati pohon jamu itu dengan wajah kesal, terus menuju kios di depan sana untuk membeli obat.
Niki: “Apakah di sini ada menjual obat gatal?”
Penjaga toko: “Tidak, sudah habis Niki. Kenapa dengan tangan dan wajahmu?”
Niki: “Tadi aku ingin meangkap ulat bulu, tapi lihat apa yang mereka lakukan padauk!” Ucap Niki menggerutu.
Penjaga toko: “Sepertinya itu pelajaran untuk kamu, Niki. Jangan suka mengganggu hewan-hewan. Mereka juga hidup seperti kita, di dunia ini.” Ucapan penjaga toko sambil tersenyum.
Mari kita sebut si bapak penjaga toko bernama pak Ridwan. Pak Ridwan adalah seorang laki-laki paruh baya yang baik, dan murah senyum. Ia dikenal dengan kebaikannya. Umurnya 47 tahun, ia hidup sebatang kara.
Istrinya meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Tapi pak Ridwan tidak merasa sedih ataupun kesepian. Karena, Niki, dan tetangga-tetangga pak Ridwan juga sangat baik kepada pak Ridwan.
Bukannya Niki jahat ya?
Mengapa dia membuat pak Ridwan begitu gembira saat bersamanya?
Niki memang terkenal nakal dan usil pada hewan, tetapi Niki sebenarnya juga baik. Niki suka membantu sesama, bahkan ia juga sering berbagi makanan ketika melihat orang lain kelaparan. Namun mengapa Niki harus jahat kepada hewan-hewan yang ada di kampung itu? Terutama ulat bulu?
Jawabannya adalah karena Niki menganggap hewan-hewan itu sangat jahat terhadap manusia. Makanya Niki ingin menangkap ulat bulu tersebut untuk menyelidiki apakah hewan-hewan itu benar jahat atau tidak. Sebagaimana pernah terjadi penyerangan hewan buas yang memangsa manusia dan berkeliaran juga merusak lahan pertanian di sekitar pemukiman.
Namun sepertinya perkataan pak Ridwan tadi membuat Niki sadar, bahwa hewan yang hidup juga karena kehendak sang Pencipta. Jadi, baik jahatnya hewan itu semua pasti ada maksudnya. Hanya saja Niki belum mampu memahaminya.
Sejak saat itu Niki berhenti untuk mengganggu hewan-hewan. Keluarga ulat bulu, dan manusia dan hewan-hewan lainnya pun hidup tentram serta bahagia dengan kehidupan masing-masing. [SY]
*Aida Musdalifah adalah siswi SMP IT Cendekia yang gemar sekali dengan Kebab buatan ibunya. Merupakan siswa kelas Menulis asuhan Ustadzah Fauraria Valentine, yang menyelesaikan tugas smester genap dengan menulis cerpen Si Ulat Bulu. Waktu santainya biasa diisi dengan menonton film atau bermain media sosial sambil makan keripik buatan ibu.