Oleh ; Maharadi*
Angin sejuk pegunungan Appalachia bertiup lembut, merengkuh lembah berbukit. Disana-sini terlihat rumah-rumah kayu diantara pepohonan.
Lamat-lamat terdengar suara perempuan tua berusia sekitar 70 tahun yang sedang bercerita tentang sejarah, dan budaya kepada generasi muda suku mereka. Dialah Sallie Starr (sally Smith), penutur terakhir bahasa Cherokee.
Bahasa Cherokee merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih bisa ditemukan, namun, menurut Ethnologue, sebuah basis data bahasa dunia, sekitar 3.000 bahasa didunia telah punah bahkan sangat mungkin lebih karena belum tercatat secara resmi.
Di Indonesia setidaknya ada 718 bahasa daerah. UNESCO mengelompokan tingkat vitalitas bahasa dan resiko punah dalam 6 kategori ; Bahasa Dalam Keadaan Aman (Safe), Bahasa Rentan (Vulnerable), Bahasa Dalam Bahaya (Definitely Endangered), Bahasa Sangat Dalam Bahaya (Severely Endangered), Bahasa Kritis Terancam Punah (Critically Endangered), dan Bahasa Punah (Extinct).
Jika merujuk pada definisi kategori UNESCO tersebut diperkirakan bahasa Gayo berada antara Vulnerable dan Definitely Endagered. Vulnarabel (rentan) adalah bahasa yang masih memiliki jumlah penutur cukup besar, tetapi ada tekanan bahasa lain terhadap bahasa lokal meningkat.
Generasi muda mulai jarang menggunakan bahasa ini secara luas, dan penggunaannya dalam beberapa konteks seperti pendidikan, rapat-rapat resmi selain acara adat semakin menurun Sedangankan Definitely Endangered (Bahasa Dalam Bahaya) adalah Bahasa digunakan oleh generasi tua, dan jumlah penutur muda sangat terbatas, penggunaan bahasa ini dalam konteks keluarga dan masyarakat semakin menurun.
Sebagian masyarakat mungkin tidak menyadari pentingnya pelestarian bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Gayo. Padahal, bahasa merupakan aspek inti dalam membentuk identitas suatu komunitas.
Kehilangan bahasa berarti kehilangan jendela ke dalam warisan budaya. Bahasa sering kali menjadi sarana utama untuk menyimpan pengetahuan lokal, termasuk praktik tradisional, pengobatan herbal, dan kebijakan lingkungan. Kehilangan bahasa juga berarti kehilangan akses terhadap pengetahuan dan teknologi tradisional Gayo.
Menyadari adanya potensi kehilangan kekayaan khasanah budaya Gayo, kami akan kembali mengelar diskusi Sabtuan dengan tema “Punahnya Bahasa Gayo: Risiko dan Upaya Pelestariannya”
Acara diskusi ini adalah langkah awal untuk memicu kesadaran tentang risiko punahnya bahasa Gayo, acara merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk bersatu dan berkomitmen untuk melestarikan warisan budaya Gayo.
*Permerhati Masyarakat Gayo