Oleh : Hammaddin Aman Fatih*
Apakah mungkin atau hanya sebahagian dari kita berhasrat dan bermimpi serta merindukan Danau Lut Tawar yang Asri (lingkungan yang memiliki wilayah bersih, banyak ditumbuhi pepohonan, dan jauh dari segala bentuk pencemaran), tanpa ada pengrusakan sebagai “Maskot Tanah Gayo” itu. Kelihatan masih jauh dari yang namanya kita sebut tercapai.
Perlahan tapi pasti kerusakannya, sedikit demi sedikit akhirnya kondisi danau Taut Tawar mulai mengalami kerusakan ekologinya. Hal ini disebabkan pembuangan limbah penduduk, sisa pakan ikan, hingga limbah organik, dan pertanian yang menyebabkan pencemaran air danau.
Dan hal ini juga diperparah lagi dengan kerusakan lingkungan dan erosi lahan yang disebabkan oleh penebangan hutan dan pengolahan lahan yang tidak benar, sehingga menimbulkan erosi dan sedimentasi dan menyebabkan pendangkalan serta penyempitan Danau Lut Tawar.
Suatu bentuk pengrusakan yang melanda pinggiran danua laut Tawar yang lagi trend oleh apa yang diwakili atau dinamakan “reklamasi” telah menghantui sudut-sudut danau.
Ketika ekologi Danau Lut Tawar sekarang telah mengalami degradasi, rusaknya sempadan, menurunnya air permukaan, luasnya yang makin berkurang, meningkatnya sedimentasi, menurunnya kualitas air (pencemaran air), keaneka ragaman hayati (biodiversity) yang terganggu, putusnya rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (food web), dan lain sebagainya. Bahkan mungkin ada yang belum terdeteksi secara kasat mata.
Penulis tidak sanggup membayangkan ketika suatu hari nanti Dataran Tinggi Tanah Gayo tidak lagi memiliki danau eksotis. Berubah menjadi kolom besar yang kumuh yang berakhir menjadi kubangan. Belum lagi dampak ekonomisnya terhadap dunia pariwisata nantinya.
Kota Takengon atau Tanah Gayo tidak akan dikunjungi kalau danau Lut Tawar tidak mempesona lagi. Ada semua anakdot “belum afdal berkunjung ke tanah Gayo kalau belum menginjakkan kaki di pinggiran danau Laut Tawar atau mengusapkan air danau kekeningnya”.
Point penting yang harus menjadi perhatian yang urgent untuk segera ditindaklanjuti. Bila hal ini tidak tertangani secara konferensi maka keindahaan dan potensi yang ada nantinya akan menjadi legenda bagi generasi selanjutnya dan kita dianggap sebagai generasi hanya pandai merusak, adalah penataan atau tata ruang dan penanganan sampah yang berserakan diseputaran danau Laut Tawar.
Dalam lingkup tata ruang itulah maka pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep ruang dalam pengembangan danau Laut Tawar, baik sebagai hasil atau akibat dari pengembangan maupun sebagai arahan atau rencana pengembangan yang dikehendaki.
Untuk menjaga ekologi danau Lut Tawar harus menerapkan konsep pemetaan danau Laut Tawar berkelanjutan secara cerdas, holistik, inovatif, progresif dan partisipatif dengan melibatkan orang–orang yang memang konsen dan peduli terhadap ekologi danau Lut Tawar yang berbasis kerakyatan dengan mengedepankan kearifan lokal yang peduli berbudaya ramah lingkungan.
Bukan hanya sekedar retorika yang bias makna, rasanya telah lebih dari cukup untuk disebut “Bual”. Semua pihak harus dilibatkan, jaring aspirasi yang kreatif yang sifatnya membangun untuk kebaikan ekologi danau Laut Tawar dimasa yang akan datang.
Kebijakan- kebijakan yang diambil bukan hanya ditentukan satu atau beberapa kelompok yang berpotensi maha tahu apa yang terbaik bagi kelangsungan ekologi danau Lut Tawar itu.
Hilangkan kepentingan golongan atau kelompok atau keuntungan sesaat yang mengorbankan kepentingan yang lebih besar di masa yang akan datang.
Pemerintah mempunyai kebijakan memiliki peran strategis untuk merealisasikan semua master plan masa depan danau Laut Tawar yang direkomendasi oleh aktivifis-aktifis lingkungan yang konsen peduli masa depan danau itu.
Perlu tindak tegas terukur terhadap mereka-mereka yang berpotensi merusak ekologisnya. Jangan lihat siapa dan apa jabatan pemiliknya. Tapi dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat aktivitasnya yang menjadi acuan untuk menindaknya.
Rusaknya ekologi danau Lut Tawar, cepat atau lambat akan berdampak bagi tiga kabupaten (Aceh Utara, Bireuen dan Lhoksemawe) karena suplai airnya dari danau tersebut.
Maka permasalahan ekologi danau Lut Tawar menjadi warning bagi pemerintah, khususnya pemerintahan provinsi harus bertanggung jawab karena kebijakan pengelolaan danau Lut Tawar dikelola/ditangai pihak provinsi.
Jangan sampai hal ini dijadikan bom waktu dikemudian hari. Perlu aksi berkelanjutan bukan retorika yang meninabobokan.
Belum lagi air danau tersebut direncanakan penggerak turbin PLTA Peusangan yang konon katanya nanti bisa mensuplai kebutuhan energi listrik untuk sebahagian wilayah Sumbagut.
Air danau itu menjadi sarana potensial yang bisa digunakan untuk menggerakkan turbin, lalu air yang ada di danau Lut Tawar akan turun ke dalam lubang untuk memutar turbin.
Kalaulah nanti debit air danau berkurang, salah satunya karena ekologi terganggu. Apakah kita nanti bisa menikmati kemegahan PLTA Pesangan yang telah menghabis dana terliunan itu?
Apakah Pengambilan air danau sebagai air baku ataupun sebagai tenaga air (PLTA) yang kurang memperhitungkan keseimbangan hidrologi danau sehingga mengubah karakteristik permukaan air danau nantinya?
Kita harus jujur mengakui, kurangnya andil pemerintah dalam mengembangkan atau melakukan pengawasan terhadap danau Lut Tawar menjadi salah satu penyebab danau terus mengalami kerusakan.
Perubahan daerah-daerah resapan pensuply air danau berubah menjadi hunian yang berdampak terhadap ekologi danau kedepaannya tidak lagi menjadi standar untuk menjadi bahan pertimbangan dalam membuat sebuah kebijakan pembangunan.
Mengingat potensi kerugian yang besar bila kerusakan danau Lut Tawar tidak ditangani secepat sedini mungkin.
Apakah masih belum pantas juga pihak provinsi mempunyai sebuah perwakilan institusi resmi yang berkantor di Takengon atau setingkat UPTD (Unit Pelayanan Teknis Daerah) khusus menangani ekologi danau Lut Tawar atau agar tidak terkesan hanya sekedar menerima laporan semata tapi bisa melihat perkembangan riil dari waktu ke waktu perkembangan ekologinya dan bisa mengambil tindakan untuk proses selanjutnya dalam mencegah kerusakan yang lebih parah lagi.
Kita tidak lagi harus menunggu kerusakan yang lebih parah lagi menghancurkan ekologi danau Laut Tawar baru bertindak. Apakah kita harus terus hanya bicara, berdiskusi, seminar tanpa aksi yang seharus sangat penting untuk ditindaklanjuti secara nyata.
Untuk membawa danau Lut tawar ke hari depan yang penuh tantangan, yang hanya dapat kita atasi dengan selamat, dengan sebesar mungkin sikap ilmiah, rasional, keterbukaan, kesediaan menerima kritikan dan koreksi, dengan pola yang horizontal dan egaliter agar terbuka, kemungkinan mengeluarkan pikiran–pikiran alternatif lewat proses kreatif yang bebas tanpa adan kepentingan pihak tertentu yang notabene hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya semata.
Tidak ada lagi kata-kata maaf, ketika nanti alam mulai melawan. Dia akan akan melawan dengan perlahan tapi pasti. Janganlah ketika kita jadi penentu kebijakan kita hanya bisa diam.
Jadi, hanya spon apatis itukah yang mampu pejabat kita lakukan ? Atau hati hati mereka sudah tertutup, tiada lagi rasa peduli mereka, melihat perusakan ekologis danau Laut Tawar yang terus berlangsung.
Siapa yang seharusnya nanti bertanggungjawab? Perlunya sebuah aksi nyata membangun kesadaran kolektif untuk menggerakan semua elemen agar hatinya tergugah melihat wajah danaunya.
Benteng terakhir adalah masyarakat yang tinggal di sekitar danau itu, harus dibangun kesadaran agar mereka harus peduli dengan masalah ekologi danau Laut Tawar yang berdampak pada masa depan hidupnya nanti.
Banyak aktifitas mereka tanpa mereka sadari berdampak pada kerusakan danau itu sendiri kedepanya.
*Penulis adalah antropolog dan penulis buku Gere I Beteh Kati Gere Mukale dan People of the Coffee Gayo Award 72+…..Jema yang berdomisili di seputaran kota Takengon.