Jika Bahasa Gayo Mukunah, Siapa yang Tanggung Jawab?

oleh

Jelang Kongres Bahasa Indonesia XII

Oleh : Zulfikar Ahmad, Aman Dio*

Tidak mudah untuk mendokumentasikan sebuah bahasa sebagai contoh, kamus bahasa Inggris Oxford mulai disusun pada tahun 1884 dan diterbitkan edisi pertamanya pada tahun 1928, sampai saat ini terus diperluas dan disempurnakan.

Pada 7 Februari 1902, Dr. Kern menerima tulisan tangan dari Gayo yang berisi kekeberen peteri Ijo, ditulis dengan huruf latin berbahasa Gayo. Dr. Kern mendokumentasikan kekeberen Peteri Ijo dengan berbagai kisah-kisah lain dari beberapa negara dalam sebuah buku yang diberi judul “Album Kern”.

Kata-kata dalam Kekeberen Peteri Ijo dari album Kern, dijadikan sebagai langkah awal oleh Dr. GAJ. Hazeu untuk mulai menyusun kamus Gayo – Belanda. Hazeu dibantu oleh Nyak Puteh dari Isaq dan Aman Ratus dari Blangkeujeren. Pada tahun 1907 berhasil menerbitkan kamus Gayo – Belanda di Batavia.

Hampir 80 tahun setelah Hazeu menyusun kamus, sekitar tahun 1981, Baihaqi AK, menerbitkan sebuah buku yang berjudul “bahasa Gayo”.

Upaya ini dilanjutkan oleh MJ. Melalatoa menerbitkan kamus Gayo – Indonesia pada tahun 1985. Masih ada beberapa penulis lain yang berupaya mendokumentasikan bahasa Gayo dalam sebuah buku.

Kamus Oxford atau yang dikenal dengan Oxford English Dictionary (OED), terus dikembangkan dan diperbaharui. Antara tahun 1933-1937 suplemen pertama ditambahkan untuk melengkapi kosa kata yang belum ada sebelumnya. Revisi dilakukan pada tahun 1972, 1989 dan 2000. Sampai saat ini penyempurnaan dan penambahan kosa kata baru masih tetap berlangsung.

Hal yang sama juga terjadi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Ada kosa kata lama namun ada pula penyerapan kosa kata baru yang dibakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

Perkembangan bahasa Gayo belum seperti OED dan KBBI. Meski sudah dimulai sejak masa kolonial sampai setelah kemerdekaan, Kamus Gayo dibangun dengan metode masing-masing, sehingga tidak menjadi sebuah karya ilmiah yang berkesinambungan.

Penyerapan kosa kata asing kedalam bahasa Gayo “dibiarkan” berkembang liar. Belum ada aturan yang mengatur bagaimana sebuah kosa kata dapat digunakan dalam bahasa Gayo. Apa definisnya, apakah ada padanan kata dalam bahasa Gayo sebelum diserap dari bahasa asing sebagai kosa kata Gayo.

Siapa yang berwenang menentukan sebuah kosa kata adalah kosa kata Gayo? Apakah karya Domenyk Eades yang berjudul “A Grammar Of Gayo” adalah tata bahasa Gayo yang bisa digunakan sebagai panduan dalam tata bahasa Gayo?

Apa standar bahasa Gayo dikatakan baik dan benar? Meski banyak pihak yang mengakui siap melestarikan bahasa Gayo, tapi siapa yang bisa dimintakan pertanggung-jawabannya jika bahasa Gayo mukunah?

Terkait : Metamorfosis Bahasa Gayo (Jelang Kongres Bahasa Indonesia XII)

Comments

comments