Politik dan Dagang

oleh
Ilustrasi Kampanye

Oleh: Muhammad Syukri*

Sering kita dengar adagium: “dalam politik tidak ada teman abadi, yang abadi hanya kepentingan.” Benar, hitungan dalam politik berbeda dengan hitungan dalam matematika.

Hitungan dalam politik sering tidak simetris, kadang berbelok, berbalik, dan seringkali diluar nalar. Peristiwa ini kerap membuat pengamat politik kelimpungan.

Semua hitungan dalam matematika hasilnya pasti. Misalnya dalam hitungan 2×2 sudah pasti 4. Sebaliknya, 2×2 dalam hitungan politik belum tentu hasilnya 4. Boleh jadi 6, atau 22, atau tak terhingga.

Salahkah? Dimata orang eksakta, hasil hitungan 2×2 = 22 atau tak terhingga, jelas salah 100%. Sedangkan dimata para politisi, 2×2 bisa dirasionalkan dengan berbagai variabel.

Angka 2 dalam politik bisa berarti 2 pasang calon, atau 2 orang juru kampanye, atau 2 orang tim sukses. Dari 2 orang ini, berapa banyak suara yang bisa diperoleh?

Mungkin 10 suara, atau 100 suara, 1000 suara, bahkan sejuta suara. Dari prakiraan suara itu, dikalikan 2, maka 2×2 = 20, atau 200, atau 2000, atau 2 juta.

Hemat saya, “matematika” politik persis dengan “matematika” dagang. Pernah dengar adagium para pedagang Aceh?

“Bloe 10 publoe 9, lam rueung tamita laba.” Apa artinya? Beli 10 jual 9, dalam ruang waktu kita cari laba.

Bagi orang eksakta, itu adalah pekerjaan sia-sia. Mana mungkin pedagang cari rugi. Beli dengan harga 10 lalu dijual dengan harga 9, pasti rugi 1. Nggak lama usaha itu bakal bangkrut.

Dalam logika pedagang, langkah seperti itu belum tentu rugi. Mengapa? Kata mereka: “rugoe bak kareng, laba bak sira.” Artinya: rugi dari ikan teri, laba dari garam.

Sebenarnya, itu adalah langkah marketing. Dalam politik disebut kampanye. Demi marketing dan kampanye, dagang dan politik akan mengalami kerugian.

Dunia dagang dan politik sesungguhnya memiliki tujuan yang sama. Bagaimana cara supaya orang berbelanja (dalam politik: memilih) ke tempat mereka.

Misalnya, orang akan datang berduyun-duyun begitu mendengar barang di toko X murah. Sesampai disana, orang tadi bukan hanya membeli barang A yang lebih murah 1 poin dibanding toko lain.

Mereka (kemungkinan besar) akan membeli barang lain yang dipajang toko X. Dari “barang lain” itulah si pedagang meraup laba sehingga bisa menutupi kerugian 1 poin tadi. Begitulah “matematika” dikalangan pedagang.

Demikian pula dengan para politisi. Mereka siap rugi untuk membayar spanduk dan baliho yang berisi jargon dan janji politik. Apa untungnya? Berpeluang memperoleh tambahan suara karena pemilih tertarik kepada jargon dan janji politik.

Pendeknya, politik dan dagang itu hampir sama. Ada saatnya rugi, tetapi diwaktu yang lain berpeluang dapat untung. Benarkah? Semoga saja. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.