Oleh : Fauzan Azima*
SETELAH bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Meulaboh, Jamaludin alias Udin Potong, yang membunuh istrinya sendiri dengan cara teramat sadis, lalu pada 18 November 2021, kembali dihukum. Warga Arul Putih, Bener Meriah, itu dihukum penjara seumur hidup karena membunuh dan merampas harta milik korbannya.
Bersama rekannya, Udin Potong membunuh korban menggunakan kayu dan linggis. Jenazah korban lantas dibakar di tumpukan jerami. Seperti banyak penjahat, Udin Potong menganggap cara itu membuat kejahatannya tidak diketahui.
Tapi tidak peduli seberapa keras upaya menyembunyikan sebuah kejahatan, pasti akhirnya terungkap juga. Udin Potong lupa bahwa dia bukan sebaik-baik pembuat skenario.
Seharusnya Udin Potong mendengar kata Edmond Locard. Nama ini dikenal sebagai bapak ilmu forensik modern. Dia mengatakan setiap orang bergerak pasti meninggalkan jejak. Sehingga apapun usaha seseorang menutupi kebohongan dalam sebuah kasus akan selalu meninggalkan petunjuk yang mengarah kepada kebenaran sesungguhnya.
Sejak lama orang memahami bahwa kejahatan lebih dari sekadar kesaksian. Karena itu saat ini polisi menjadikan tempat kejadian perkara sebagai salah satu kunci untuk mengungkap sebuah kejahatan, bersama senjata pembunuhan atau hanya beberapa tetes darah.
Salah satu yang mencatat dan memulai penggunaan data ilmiah untuk mengungkap sebuah kejahatan adalah seorang petugas koroner di Tiongkok. Dari buku catatannya tentang kejahatan, dia membuat buku berjudul The Washing Away of Wrongs. Buku ini diproduksi pada 1247.
Salah satu dari banyak studi kasus yang dimuatnya mengikuti investigasi penikaman di pinggir jalan. Petugas pemeriksa mayat memeriksa sayatan di tubuh korban, lalu menguji berbagai macam pisau pada bangkai sapi.
Lantas pria Cina itu menyimpulkan bahwa senjata pembunuhnya adalah sabit. Namun mengetahui penyebab luka tersebut masih jauh dari mengidentifikasi tangan siapa yang memegang pisau tersebut, jadi dia mencari kemungkinan motifnya.
Barang-barang korban pun digunakan sebagai petunjuk. Dalam kasus itu, barang-barang korban utuh dan tidak menunjukkan tanda-tanda perampokan. Menurut jandanya, dia tidak punya musuh. Petunjuk terbaiknya adalah terungkapnya fakta bahwa korban tersangkut perkara utang.
Pemeriksa mayat menuduh rentenir. Namun tuduhan ini dibantah. Jalan buntu pengungkapan kasus itu diterobos oleh seekor lalat. Seekor lalat hinggap dengan antusias di bilah pisau rentenir. Serangga itu tertarik darah yang luput dari mata pemilik.
Tidak peduli seberapa kuat si rentenir membantah, akhirnya kalah oleh lalat kedua yang juga tertarik dengan jejak darah di pisau si rentenir. Ada faktor yang tidak pernah disangka oleh si rentenir. Dan faktor itu menentukan nasib dan kejahatannya.
Tentu saja bukan saja pembunuhan meninggalkan jejak atau petunjuk yang mengarah pada pelakunya. Ilmu forensik juga menjadi salah satu bidang ilmu pengetahuan yang paling berpengaruh saat ini untuk mengungkap kejahatan korupsi. Lewat pengetahuan si ahli, negara dengan mudah menemukan kerugian negara, meskipun proyek tersebut tuntas dikerjakan bertahun-tahun lalu.
Sebagai contoh proyek lima tahun lalu, Seperti diberitakan AJNN.net, 30 November 2022, tepatnya 20 Juli 2018. Ketika itu inisial “S” sebagai KPA yang menandatangani kontrak dengan rekanan PT IMJ yang ditandatangani inisial FZ dengan nilai kontrak Rp 4,75 miliar.
Seorang aktivis antikorupsi, Maharadi, menduga proyek Peningkatan Jaringan Irigasi di Berawang Kenil, Kecamatan Celala, Aceh Tengah, diduga dikorupsi. Proyek itu dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Tengah 2018.
Jangankan setingkat ahli forensik bangunan seperti Robintan Sulaiman, masyarakat awam tanpa keahlian membangun juga mafhum bahwa jaringan irigasi bermasalah.
Permasalahan di Berawang Kenil, di antaranya, adalah mati kontrak, volume tidak cukup, rusak akibat banjir yang menandakan kualitas bangunan rendah. Bahkan selama proyek ini, terjadi tiga kali pergantian pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).
Meskipun permasalahan dianggap selesai setelah kuasa pengguna anggaran saat itu memberi penjelasan ke polisi, tapi akal sehat sulit untuk mengabaikan fakta-fakta bahwa pekerjaan itu sebenarnya tidak tuntas dan tidak dikerjakan sesuai dengan spesifikasi.
Tentu ini masih harus dibuktikan oleh para ahli. Tapi seperti yang dikatakan ahli forensik, Anton Castilani, “no perfect crime,”: Tidak ada kejahatan sempurna.
(Mendale, September 15, 2023)