Bunuh Diri, Bukan Solusi

oleh

Oleh : Ita Safitri, S. Pd*

Kini bunuh diri seolah menjadi trend di Aceh. Beberapa hari yang lalu salah satu warga Bener Meriah tepatnya di kampung Nosar Baru, Kecamatan Bener Kelipah, digemparkan oleh penemuan mayat seorang pria yang tergantung di sebuah pohon di kebun kopi.

Sebelumnya, pada tanggal 30 Agustus 2023, masyarakat Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues juga sempat dihebohkan dengan kasus yang sama, yakni gantung diri. Seorang pria berinisial IS (26)

Kasus ini juga terjadi pada Siti Rahmah asal Desa Penuntungan, Kecamatan Penanggalan, Subulussalam meninggal dunia diduga akibat bunuh diri. Siti Rahmah diketahui meninggal dunia di rumah Sakit Kesdam Banda Aceh.

Penyebabnya diduga dia dikecewakan oleh pacarnya, tidak bertanggung jawab, yang tadinya dia janji mau dinikahi ternyata tidak jadi, lalu dia kecewa dan bunuh diri, Rabu, 6 September 2023.

Semakin bertambah hari, kasus bunuh diri terus meningkat di Aceh, mengutip dari Rakhmat dan Tarahita dalam laman International _Policy Digest (dalam Mauliza dkk, 2022)_ menyebutkan bahwa fenomena bunuh diri di Aceh terus mengalami peningkatan pada 3 tahun terakhir, pada tahun 2018 terjadi 10 kasus, 2019 terjadi 11 kasus, 2020 terjadi 22 kasus. Adapun beberapa penyebab terjadinya bunuh diri diantaranya masalah keluarga, pasangan hingga ekonomi.

Meningkatnya angka bunuh diri pada masyarakat Indonesia, khususnya Aceh adalah gambaran betapa lemahnya mental generasi.

Jika kita melihat penyebab dari problem ini adalah karena adanya budaya sekulerisme kapitalisme, inilah akar masalahnya dan ini harus dihentikan dengan tuntas, bila tidak ingin generasi berada dalam ancaman lemah mental akibat serangan budaya.

Akibat hedonisme yang merupakan anak kandung yang dilahirkan oleh sekulerisme kapitalisme. Hedonisme adalah gaya hidup konsumtif yang banyak sekali digandrungi oleh generasi saat ini.

Walau bagaimana pun, Negara dan masyarakat bertanggung jawab untuk mencegah sesuatu yang membuat lemah mental pada generasi.

Memang, selain negara yang harusnya bertanggung jawab dalam menciptakan mentalitas generasi, peran orang tua juga tak kalah penting dalam mendidik anak-anaknya dirumah.

Jika Negara tak mampu menjaga keamanan situs-situs jejaring media dari hal-hal yang berbau negative maka orang tualah benteng terakhir anak dalam mendidik pergaulan atau bersosial, yang ini juga salah satu pemicu depresi pada generasi.

Dalam Islam, orang tua berkewajiban melindungi anak-anak mereka dari perbuatan yang tercela termasuk juga dari serangan budaya yang dapat menghancurkan mental anak. Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS At-tahrim:6)

Generasi saat ini dikenal dengan generasi _strawberry_ , fisiknya bagus tapi dalamya lembek. Begitulah gambaran generasi sekarang. Mereka ketika dihadapi dengan masalah langsung bingung mencari solusi dari mana, hingga solusi terakhir mereka adalah bunuh diri.

Bunuh diri bukanlah solusi, kita memang hidup dengan berbagai kesempitan akibat ulah dari sekulerisme kapitalisme. Namun seharusnya tidak membiarkan diri kita menjadi korban dari serangan pemikiran tersebut. Selain dari peran orang tua, generasi harus membentengi dirinya dengan iman yang kokoh. Karena andai mereka beriman tentu mereka akan meyakini firman Allah SWT :

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (TQS. An-Nisa;29-30)

Tidak cukup dengan ketaqwaan individu saja, peran masyarakat juga penting, support sistem sangat diperlukan oleh anak bangsa. Dukungan yang baik akan mendatangkan pikiran yang positive. Dukungan ini harus diciptakan oleh masyarakat terutama negara, karena negaralah yang membuat kebijakan dalam menentukan pendidikan, social dll.

Hanya Islam yang menjadi solusi untuk mental yang rapuh, maka wahai anak muda, mendekatlah pada Islam.

Islamlah yang membuat diri kita kuat menghadapi berbagai ujian hidup, Islam mampu menjadikan kita pribadi yang tangguh, maka perdalamlah Islam agar kita yakin bahwa setiap masalah yang sedang dihadapi adalah tanda bukti cinta Allah untuk setiap hambaNya.

“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031)

waullahu a’lam bi ash-shawaab

*Aktivis Muslimah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.