Episode Terakhir Drama “Pejabat Mah Tabak”

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

SIANG hari yang mendung dan langit yang tidak biru lagi. Seorang anak dan bapaknya berdiskusi tentang istilah mah tabak dan tetek bengeknya.

“Pak, mah tabak itu artinya apa sih?” tanya anak kepada bapaknya.

Bapaknya pun menjelaskan bahwa “mah tabak” adalah istilah perkawinan dalam adat Gayo, di mana calon pengantin pria menyerahkan diri kepada pihak keluarga keluarga wanita untuk dinikahkan.

Sebagian kalangan menganggap sikap calon pengantin pria itu memalukan dan tidak punya harga diri. Cara mendapat istri yang penuh drama dengan membawa asesoris berupa tali dan pisau dengan tujuan kalau tidak disetujui, si pria rela diikat dan ditikam.

Selain membawa tali dan pisau, si pria juga membawa peti dan tabak atau mangki. Apabila dirinya sudah menjadi mayat masukkan ke dalam peti dan kuburkan dengan alat tabak.

“Lalu istilah mah tabak, apakah bisa dipakai dalam dunia politik kontemporer, Pak?” lagi anaknya bertanya penasaran.

Bapaknya dengan penuh kesabaran menjelaskan bahwa istilah “Mah Tabak” kini telah bermetamorfosa dan merambah ke dalam dunia politik. Apalagi menjelang tahun politik 2024 phrase yang dianggap bermoral rendah itu, calon-calon pemimpin sudah mulai menggadaikan dirinya dengan prilaku mah tabak kepada rakyat.

“Bagaimana pula dengan birokrat, Pak?” anak itu semakin penasaran.

Bapaknya dengan tertawa kecil menjelaskan, bahwa begitupun ungkapan mah tabak telah lama berlaku dalam dunia birokrasi. Sudah menjadi rahasia umum, banyak orang di negeri kita yang mah tabak untuk mendapatkan jabatannya.

“Contoh kasusnya, Pak” tanya anaknya lebih dalam.

Bapaknya dengan geram menjelaskan, bahwa belum terlalu lama unsur pembantu pimpinan pemerintah daerah negeri di atas awan ini bersama tokoh pigurannya berangkat ke Aceh Utara dalam rangka menyerahkan diri kepada “orang tua” di sana. Ceritanya menghadiri undangan anak tokoh penting. Tapi tujuan sebenarnya jangan diberhentikan dari jabatan bergengsi sekarang.

Niat terselubung lainnya, apabila jabatannya tetap melanggengkan sampai dengan Desember tahun ini, maka dirinya akan mah tabak ke banyak “orang tua” lainnya supaya menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Tanpa rasa malu mereka juga mengajak “orang tua” itu untuk menjatuhkan penjabat sekarang.

“Orang tua” itu tidak bodoh. Dia menolak mentah-mentah ajakan pejabat itu. Bahkan “orang tua” itu sedang berhitung dengan pejabat beserta dayang-dayang yang tampan dan rupawan itu atas pengkhianatannya.

Pupuslah sudah harapan pejabat itu. Mereka pun pulang seperti burung bangau tanpa hasil. Sampai di Gunung Salak mereka berhenti ngopi dan berdiskusi. Diputuskan tiga orang berangkat ke Banda Aceh, mah tabak lagi kepada Asisten 3, Pak Is panggilannya. Kebetulan seniornya.

“Wah, gawat! Begitu bernafsunya Bapak itu. Saya tahu tahu siapa orang yang Bapak maksud. Ciri-cirinya; postur tubuhnya agak gemuk, berwajah bulat dan rambutnya sedikit beruban” kata anaknya sangat faham tentang profil pria mah tabak yang dimaksud.

“Inilah pengalaman terburuk berpemerintahan di negeri kita, sebaliknya tentu saja pengalaman terbaik pula bagi kita untuk menata masa depan negeri ini menjadi lebih baik,” tegas bapaknya.

Penggalan dialog cerita di atas menjadi detik-detik terakhir drama “pejabat mah tabak”. Saran kami, mulai detik ini tokoh-tokoh piguran sudah bisa mencari judul drama baru. Ya, semua itu, supaya dapur saudaraku tetap berasap.

(Mendale, September 7, 2023)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.