Oleh : Fauzan Azima*
SYAHDAN, sebanyak 15 orang anggota pasukan gabungan Gerakan Aceh Merdeka Gayo Lues dan Linge berangkat dari daerah Kampung Agusen menuju Wilayah Alas. Di antara mereka yang ikut dalam perjalanan itu adalah Tengku Nada alias Pang Ujang Krani, Utusan Komando Tengku Ilyas Pase, Pang Ganir, Pang Tiger, Pang Gelep, Pang Genancing, dan Pang Takur.
Pasukan gabungan itu berjalan menuju ke Kampung Pemotongen, Ketambe. Lokasinya berdekatan dengan stasiun riset yang dibangun Unit Manajemen Leuser (UML), pengelola dan konsern di bidang pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Masing-masing dari mereka membawa ganja kering untuk dijual ke Bandar Baru,Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Baru saja berjalan beberapa jam, Tengku Ilyas Pase, yang hanya membawa 5 kilogram ganja, membuang bawaannya. Menurut dia, barang itu terlalu berat. Apalagi aroma ganja yang digendong itu membuat orang yang membawanya mabuk dan lemah.
“Ike kam perlu mai (kalau kalian merasa butuh silahkan ambil),” kata Tengku Ilyas Pase agak kesal karena kecapean.
Perjalanan menuju Kampung Pemotongan cukup jauh. Bagi masyarakat yang biasa membawa ganja, perjalanan bisa memakan waktu dua hari. Sedangkan bagi pasukan GAM, yang tidak memahami medan, perjalanan bisa mencapai empat hari.
Sesampai di Pemotongen, beberapa anggota pasukan tinggal di sana. Lantas diaturlah sisa anggota pasukan dari Gayo Lues dan Alas untuk mengawal beberapa masyarakat yang bakal menjual ganja ke Bandar Baru.
Pasukan gabungan berangkat pagi hari. Menjelang malam mereka berhenti di perkebunan Titi Pasir. Mereka merasa daerah tersebut sangat aman dan jauh dari pemukiman penduduk. Sehingga pasukan dapat lebih leluasa. Mereka bisa menyalakan lampu senter atau menyalakan api, meski tindakan tersebut dikategorikan melanggar disiplin dalam bergerilya.
Benar saja. Cahaya lampu di pegunungan terlihat juga oleh anggota Tentara Nasional Indonesia yang membangun pos di Kampung Titi Pasir. Mereka curiga dan mendatangi arah cahaya dengan mengendap-endap. Saat itu, pasukan GAM sedang beristirahat.
Malam itu TNI mengepung pasukan GAM. Namun mereka menunggu pagi hari untuk melancarkan serangan. Belajar dari pengalaman kami, pasukan TNI biasa menyerang setelah tanah tampak dengan jelas.
Matahari mulai naik. Saat itulah tentara Indonesia mulai menembaki pasukan GAM dari jarak dekat. Sebagian dari mereka masih tidur lelap. Dalam serangan yang tidak seimbang itu, pasukan yang membawa lima pucuk itu sempat melawan. Sebagian lainnya menyelamatkan diri dan berusaha mencari celah keluar dan menjauh dari kepungan.
Dalam serangan mendadak itu, Tengku Kamisli alias Pang Pelisi dari Kampung Uning Gelung dan dua orang masyarakat syahid. Pasukan juga kehilangan satu pucuk senjata berjenis AK-47. Jenazah Tengku Kamisli dan seorang anggota masyarakat yang syahid dibawa ke Blangkejeren. Mereka dikebumikan di daerah Pangur, tak jauh dari RSU Ali Kasem Gayo Lues. Perjalanan itu berakhir di Titi Pasir.
(Raklunung, Agustus 1, 2023)
Baca Juga : Catatan Masa Konflik (Bag. 11) ; Pang Ujang Krani, Buku Diary dan Pemberantasan Buta Huruf