Kasus Dindinshop, Aktivis Perempuan Sebut Sanksi Sosialnya Melebihi Pelaku Perkosaan

oleh

BANDA ACEH-LintasGAYO.co : Kasus pencurian di dindinshop yang viral beberapa waktu yang lalu, dimana seorang perempuan yang diklaim pemilik toko mencuri sepotong pakaian di toko, dipaksa untuk mengakui perbuatannya, direkam dan kemudian diviralkan.

Kasus yang menuai pro dan kontra yang kini sudah memasuki babak baru yang ditandai dengan aksi “berbalas pantun” antar penasehat hukum, korban yang diviralkan dan pemilik toko.

Sebagaimana diberitakan oleh media ini sebelumnya, akibat pengakuannya diviralkan oleh pemilik toko, korban yang berinisial SV dan keluarganya bukan hanya mengalami rasa malu yang luar biasa, tapi juga masa depannya jadi tak menentu, beberapa dampak nyatanya, dirinya terusi dari kampung yang dia tinggali, dipecat dari tempatnya bekerja sampai rencana pernikahannya dibatalkan.

Kenyataan ini menuai sorotan berbagai kalangan. Salah satunya adalah Suraiyya Kamaruzzaman, aktivis perempuan Aceh pendiri Yayasan Flower Aceh (FA) pada tahun 1989 silam yang namanya cukup dikenal di berbagai negara sebagai pejuang hak-hak perempuan.

Ketika LintasGAYO.co meminta pendapatnya tentang kasus yang telah menimbulkan perdebatan hukum yang panas antara penasehat hukum pelaku penyebaran video dan korban.

Suraiyya Kamaruzzaman yang semasa situasi konflik militer bersenjata di Aceh dulu, melalui Flower Aceh, bersama timnya mengumpulkan data-data pelanggaran HAM, terutama data tentang perempuan korban kekerasan seksual, perempuan yang kehilangan akses ekonomi, atau kehilangan anak atau suaminya yang di kesehariannya adalah dosen di Fakultas Teknik jurusan Teknik Kimia Unsyiah ini, mengatakan dirinya tidak berkompeten berbicara soal hukum. Tapi, di luar segala perdebatan hukum tentang boleh tidaknya video itu disebarkan.

Menurut Suraiyya, hukuman sosial yang diterima korban bernama SV yang mendapat sanksi sosial akibat viralnya video yang disebarkan pelaku, teramat sangat berat.

Terlepas dari boleh tidaknya itu dilakukan secara hukum, penerima Penghargaan N-Peace 2012 ini membandingkannya dengan berita dan video yang menunjukkan gambar pelaku pemerkosaan. Wajahnya masih disamarkan, agar dirinya dan keluarganya tidak mendapat konsekuensi berat dari kejahatannya yang belum terbukti di pengadilan, padahal yang dia lakukan itu adalah pemerkosaan.

“Tapi ini, untuk “kejahatan” seorang perempuan yang “cuma” mencuri sepotong pakaian dan itupun belum terbukti di pengadilan, dia sudah dijatuhi hukuman sosial sedemikian berat, menanggung konsekuensi sedemikian berat,” katanya.

Menurut Suraiyya, itu terlalu kejam. “Mencuri, memang dilarang agama dan melanggar hukum. Tetapi, tidak dalam konteks membela pelaku, perlu di cek penyebab dia mencuri, dan juga berapa kerugian mencuri,” ujarnya.

“Tetapi kalau memang hanya mencuri 1 pakaian, apalagi jika itu yang pertama kali, maka kurang tepatlah memviralkan. Bandingkan dengan pelaku perkosaan, yang bahkan pemberitaannya dipakai inisial dan wajahnya di tutup ketika difoto. Padahal jelas-jelas perlakuan itu menghancurkan hidup seseorang” ujarnya.

[WWN]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.